Anti Ghibah dengan Membangun Empati



Pagi ini Bu Hera benar-benar dibuat pusing oleh Valin, anaknya yang baru empat bulan masuk sekolah di SD pilihannya ini. Seperti biasanya, hari ini Selasa pukul 06.45 Valin berangkat ke sekolah diantar ibunya naik motor. Sampai di sekolah beberapa temannya sudah datang. Valin ternyata tidak mau turun dari motor. Maka ibunya harus membawa Valin memasuki pintu gerbang sekolah. Sampai di halaman sekolah ternyata Valin tidak mau lepas dari gendongan ibunya.
Hari Senin kemarin Valin masih mau dilepas dan belajar seperti biasanya. Tetapi setelah istirahat kedua, sekitar jam sebelas, Valin minta dan mendesak untuk pulang. Ditanya alasannya dengan berbagai pertanyaan, Valin tidak mau mengungkapkan, malah menangis. Maka Pak Guru pun menghubungi Orangtuanya, memberitahukan perihal Valin dan diperbolehkan untuk dijemput pulang.
Seorang Guru mendekati Valin, merayu dengan berbagai iming-iming, ajakan dan pertanyaan. Valin tidak goyah. Tetap erat dalam gendongan ibunya dan tidak mau berbicara sepatah katapun, malah cenderung mau menangis. Gurupun menyerah. Bu Hera terpaksa mengorbankan pekerjaan rumahnya karena harus menemani Valin di sekolah.
Valin tidak mau belajar di kelas. Ia didampingi Ibunya di taman sekolah. Tampaknya Valin sudah mau diajak ngobrol sama Ibunya. Akhirnya sekitar jam sepuluh terjadi deal antara Valin dan Ibunya. Valin diperbolehkan pulang tetapi besok harus datang pagi dan belajar di kelas sebagaimana biasanya. Valin dan Ibunyapun pulang tanpa ada alasan yang keluar dari bibir Valin, mengapa ia berperilaku aneh hari ini. 
Sekolah menyetujui kemauan Valin. Namun ada kesepakatan antara Guru dan Bu Hera. Guru berusaha mengorek keterangan dari teman-temannya dan warga sekolah lainnya tentang apa yang terjadi pada Valin beberapa hari belakangan ini. Bu Hera di rumah berusaha mengorek keterangan dari Valin tentang penyebab perilaku anehnya.
Siang itu semua Guru yang mengajar di kelasnya Valin memberi keterangan. Namun tidak ada keterangan yang terkait dengan peristiwa yang menyebabkan perilaku aneh Valin. Kecuali hanya Valin yang pada siang itu lebih senang menyendiri kemudian minta untuk diantar pulang.
Di rumah Bu Hera dengan penuh kelembutan dan kebersamaan berusaha mengorek keterangan dari Valin. Namun Valin tidak mau buka mulut. Bahkan Bu Hera hanya meminta Valin untuk mengangguk atau menggeleng kepala atas pertanyaan dan pernyataannya. Berbagai kemungkinan penyebab dikemukakan oleh Bu Hera. Tentang apa yang tidak disukai Valin di Sekolah. Mulai dari tentang gurunya atau warga sekolah lainnya, tentang temannya di kelas atau kelas lainnya,  tentang pelajaran atau makanannya, tentang sarana atau cara bermainnya. Hingga hal-hal detail yang mungkin menjadi penyebabnya. Tetapi Valin tidak menanggapinya meskipun hanya dengan mengangguk atau menggelengkan kepala.
Tetapi di sekolah, Bu Ratna, Guru Kelas 1B, kelasnya Valin mencurigai satu peristiwa yang menjadi penyebab perilaku anehnya Valin. Ketika itu anak-anak kelas 1B keluarnya lambat untuk beristirahat. Anak-anak putri kelas 2 sudah menunggu di depan kelas mengajak segera bermain. Tiga anak putri kelas satu dengan kesal mengolok-olok Valin bahwa keterlambatan ini gara-gara Valin. “Valin itu tulisannya jelek dan kalau nulis lambat”, “Valin itu tidak mau belajar menulis seperti kita, “Bu Ratna itu tidak bisa membaca tulisannya Valin.” Demikian olok-olok tiga orang teman Valin kepada anak-anak putri kelas dua, yang saat itu Valin mendengarkan sambil menyelesaikan tulisannya. Menurut pengamatan Guru dan keterangan dari beberapa anak, memang di kelas 1B ada tiga atau empat anak, yang ia suka main bersama dan suka mengolok-olok temannya.
Sejak itu menurut beberapa teman Valin yang lain, Valin tidak mau keluar kelas saat istirahat. Snack jatahnyapun tidak ia ambil. Dan ketika bel masuk berbunyi Valin justru keluar, ke Kantor Guru dan minta diantar pulang tanpa memberi alasan. Dengan menggunakan senjata menangis jika tidak diantar pulang. Akhirnya sekitar jam sebelas Bu Hera menjemput Valin pulang.
Para Guru tentu tidak menginginkan peristiwa ini terjadi dan terulang kembali. Para Guru tidak menginginkan anak-anak membicarakan kejelekan dan kelemahan orang lain. Apalagi untuk diolok-olok. Membicarakan kejelekan atau kelemahan orang lain adalah ghibah yang dilarang oleh agama.
Dengan terjadinya peristiwa ini, dua hal yang dilakukan oleh Guru adalah mencegah anak-anak untuk ghibah, dan menyembuhkan atau mengembalikan kondisi hati seperti semula.
Untuk mencegah agar anak-anak tidak ghibah adalah dengan membangun empati.  Misalnya dengan mengemukakan; “Apa yang kalian rasakan jika mempunyai kelemahan seperti Valin?, “Apa yang kalian rasakan jika kelemahan kalian menjadi bahan olok-olok teman yang  lain?”, “Apa akibatnya jika kalian senang melakukan yang dilarang oleh agama?”
Untuk menyembuhkan luka hati yang dialami Valin Guru telah menyiapkan strategi. Ketika besok Rabu Valin kembali masuk, maka tiga anak yang dianggap telah menyakiti hati Valin dijauhkan dari Valin. Sebagai gantinya, Guru menyiapkan beberapa teman Valin yang berusaha untuk dekat dan hangat dengan Valin. Agar terbangun dalam hati Valin bahwa ia masih mempunyai teman-teman lain yang lebih baik.

Drs. Slamet Waltoyo, Kepala Sekolah SD Islam Al Kautsar

sumber gambar : okishiddik.wordpress.com
Powered by Blogger.
close