Belajar dari Kegagalan Pendidikan Karakter di Amerika



Irwan Nuryana Kurniawan


Saat ini, banyak orang begitu bersemangat bicara tentang karakter. Seolah semua persoalan bangsa ini bisa selesai dengan karakter. Program-program dari luar negeri yang diyakini bisa memperbaiki karakter banyak yang diadopsi begitu saja. Saking semangatnya membuat kita lupa untuk bertanya adakah contoh sukses nyata sekolah yang menerapkan pendidikan karakter? Apakah pendidikan karakter yang dilaksanakan selalu berhasil? Jika gagal, apa saja catatan kegagalannya?
Temuan berikut mungkin bisa jadi masukan terkait penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar. Departemen Pendidikan Amerika Serikat pada bulan Oktober 2010 menerbitkan sebuah laporan hasil penelitian yang berjudul Efficacy of Schoolwide Programs to Promote Social and Character Development and Reduce Problem Behavior in Elementary School Children.” Penelitian longitudinal yang dimulai sejak musim gugur 2004 dan berakhir pada musim semi 2007 ini dilakukan oleh Konsorsium Penelitian Pengembangan Karakter dan Sosial yang berasal dari The Institute Education Science dan Divisi Pencegahan Kekerasan the National Center for Injury Prevention and Control, Center for Disease Control and Prevention (CDC). Penelitian ini melibatkan 6600 siswa kelas 3 SD di awal studi dan berjumlah 6200 siswa di akhir studi saat mereka kelas 5 SD.
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi 7 program pengembangan karakter dan
sosial berbasis sekolah yang bersifat universal dan dirancang untuk membantu sekolah mengembangkan perilaku positif murid (misalnya perilaku yang menggambarkan karakter baik dan kompetensi sosial-emosional), mengurangi perilaku negatif murid dan tujuan akhirnya memperbaiki prestasi akademik murid sekolah dasar. Hasilnya: tidak ditemukan bukti bahwa ke-7 program mampu memperbaiki kompetensi sosial dan perkembangan karakter siswa sekolah dasar.
Ada dua pelajaran penting yang bisa diambil dari ketidakberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter di Amerika Serikat tersebut. Pertama, kegagalan dalam merumuskan konsep dan rancangan program. Sebagai sebuah program pilihan  yang diyakini terbaik dalam meningkatkan kualitas lulusan, pendidikan karakter sudah semestinya matang dalam tataran konsep dan desain. Kelemahan utama pendidikan karakter, sebagaimana disampaikan Leming (1997) dan Molnar (1997) terletak pada tataran konseptual. Tidak ada dasar riset-teoritis dan kesepakatan umum tentang apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan karakter. Termasuk ukuran-ukuran universal tentang  praktek-praktek karakter yang baik.
Pendidikan karakter disebut Molnar (1997) sebagai pendekatan kontroversial karena lebih sering menekankan pada“memperkuat perilaku yang baik dan mencela perilaku yang buruk“ daripada mendapatkan pemahaman yang menyeluruh tentang apa yang membuat seorang murid bisa menjadi manusia yang baik dan warga masyarakat yang bertanggung jawab. Diperlukan pendidikan karakter yang lebih dari itu. Pendidikan karakter yang berlandaskan pada pemahaman bagaimana perkembangan sosial dan karakter anak, bagaimana perkembangan tersebut bisa dipengaruhi, dan jenis praktek apa dalam kelas dan sekolah yang bisa dilakukan untuk hasil yang dikehendaki.
Kedua, lemahnya pelaksanaan program. Meskipun program mungkin saja sudah dirumuskan dan dirancang dengan baik, sekolah-sekolah yang diberikan program tersebut rata-rata tidak menerapkan latihan-latihan secara efektif. Hal ini berakibat pada program tidak berdampak positif terhadap siswa. Penilaian terhadap integritas program—sejauh mana sebuah program diimplementasikan tepat sesuai dengan detail menurut rancangan program—terhadap ketujuh program tersebut menemukan sedikit bukti adanya hubungan antara tingginya integritas intervensi dengan tingginya dampak menguntungkan yang dialami siswa.
Untuk itu, dalam konteks Indonesia, diperlukan sosialisasi yang intensif dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kepada pihak sekolah, termasuk guru-guru di dalamnya, tentang konsep dan rancangan pendidikan karakter yang dikehendaki. Selain itu, diperlukan pendidikan dan pelatihan yang menjamin tersedianya sumberdaya yang memadai untuk dapat mengimplementasikan program pendidikan karakter dengan sukses. Terakhir, diperlukan juga sistem yang bisa menjamin bahwa setiap sekolah mengimplementasikan secara tepat semua kegiatan sebagaimana yang tertera dalam rancangan program pendidikan karakter. []
Powered by Blogger.
close