Biasakan Anak Bertanggungjawab


 

Melatih anak bertanggungjawab bukan hal yang susah, namun sering kita lupa. Atau mungkin kita tidak membiasakan berlaku tegas terhadap anak karena takut bila kita telah melanggar hak anak jika menerapkan aturan-aturan tertentu. Karena hal tersebut, kita malah berada pada sikap yang cenderung untuk membebaskan setiap apa yang dilakukan anak, meskipun ternyata anak melakukan hal-hal yang seharusnya tidak baik untuk mereka lakukan. Karena kelonggaran kita atau ketidaktegasan sikap kita inilah, anak-anak tidak berlatih untuk disiplin.
Melatih displin terhadap anak, tidaklah selalu bersikap keras. Berikap tegas bukan berarti keras. Selama ini, cara atau pendekatan yang paling sering dilakukan dalam mendidik anak disiplin dengan hukuman. Hal itu tidak salah, hanya saja patut dicatat bahwa pendekatan itu bukan cara satu-satunya. Biasanya seseorang kalau marah baru akan menghukum atau menghukum karena marah. Dalam pendekatan sanksi hal itu tidak dibenarkan.
Menurut Thomas Gordon, metode dengan penggunaan kekerasan, sanksi atau hukuman hanya akan menimbulkan sikap defensif, pemberontak, dan dendam di kalangan anak-anak. Kekerasan mungkin saja dapat mengubah sikap dan perilaku anak, namun sikap itu bersifat tidak permanen dalam artian kembali seperti semula bahkan mungkin lebih fatal. Di samping itu, penggunaan power dan otoritas yang terlalu berlebihan dapat mengakibatkan hancurnya keharmonisan kedua belah pihak.
Di samping pendekatan hukuman, ada lagi cara menanamkan sikap disiplin pada anak yakni melaluzasxzi pembiasaan. Mendidik anak disiplin lebih efektif melalui pembiasaan. Sikap yang ditanamkan dengan cara pembiasaan itu biasanya akan mengakar kuat dalam diri anak. Apabila proses pembiasaan itu berlangsung lama dan konsisten, suatu saat akan muncul sendiri dalam diri anak makna dan manfaat dari sikap disiplin itu. Dengan kata lain, disiplin anak atas dasar kesadarannya. Dia merasa bahwa disiplin itu adalah kebutuhan, tidak sebagai beban. Kalau sudah demikian tak perlu ada hukuman, sanksi atau kekerasan.
Di dalam kelas, untuk melatih dan membiasakan bertanggungjawab, saya menerapkan tanggungjawab peran. Peran yang mereka lakukan misalnya sebagai berikut: Pertama, Peran sebagai polisi, maka anak tersebut sesuai dengan perannya menjaga ketertiban di dalam kelas. Kedua, Peran sebagai petugas kebersihan. Maka anak inilah yang mengatur jalannya jadwal piket kebersihan yang ada di dalam kelas. Ketiga, Peran sebagai dokter. Anak yang berperan sebagai dokter, ia akan bertanggungjawab terhadap kesehatan teman-temannya. Apabila ada anak yang sakit, maka ia mengantar ke UKS dan melapor kepada guru jaga.
Cara lain yang tak kalah pentingnya adalah dengan pemberian contoh dan teladan. Karena kita ketahui bahwa setiap anak memiliki sifat suka meniru dan suka menerima. Mendidik anak disiplin baik dengan cara pembiasaan maupun pendekatan keteladanan memerlukan konsistensi. Apabila kita telah membiasakan anak membuang sampah pada tempatnya, di lain waktu jangan sekali-kali kita membiarkan anak membuang sampah sembarangan.
Begitu pula dengan contoh teladan, sekali saja kita melanggar kebiasaan dan keteladanan yang kita berikan, maka kadar disiplin anak akan berkurang. Bersikap konsisten hanya mudah diucapkan namun sulit dilakukan. Sebab ia menuntut kesabaran tinggi. Apalagi untuk membangun sebuah sikap yang abstrak seperti sikap disiplin.
Akhirnya, berawal dari sikap tanggung jawab inilah, anak-anak akan belajar memilah dan memilih tentang akhlak yang baik dengan akhlak yang buruk, mana yang seharusnya mereka lakukan dan mana yang seharusnya mereka hindari, serta lebih bertanggungjawab terhadap apa yang akan mereka lakukan.

Uswatun Hasanah, S.Sos.I
Pendidik di SD Muhammadiyah Blunyahgede
sumber gambar :  hasanhamidi64.blogspot.com

Powered by Blogger.
close