Bila Mampu, Maka Harus Mau
.jpg)
Cobalah bertanya pada anak-anak itu, “Mas, kamu
paham ndak rukun wudhu?” Bisa dipastikan jawaban mereka, “Paham,” Dan
tanyalah, “Kamu paham ndak shalat yang baik itu seperti apa?” Hampir bisa
dipastikan mereka juga bisa menjelaskan.
Lalu apa yang salah? Ada manusia yang terlahir mampu
berbuat sesuatu dan mereka juga mau melakukan sesuatu. Ada juga manusia yang
mampu melakukan sesuatu namun mereka enggan melakukan sesuatu tersebut. Ada
juga manusia yang tidak mampu melakukan sesuatu dan dia tetap mau melakukan sesuatu
tersebut dengan ketidakmampuannya. Nah, yang terakhir, ada manusia yang tidak mampu
melakukan sesuatu dan dia juga tidak mau melakukan sesuatu tersebut.
Kemampuan dan kemauan. Ya, Inilah dua sisi yang
seharusnya dimiliki oleh siapa saja. Kadang mempunyai kemampuan, tapi kemauan
tidak dimiliki, maka hanya akan sia-sia kemampuannya. Kadang kemauan ada tapi
tidak memiliki kemampuan, juga akan sia-sia. Kedua hal inilah yang bisa
mensukseskan dan mengagalkan, baik diri sendiri ataupun orang lain.
Saat kemampuan yang kita miliki, misal
kemampuan menjadi pendidik yang profesional, diterapkan pada dirinya, sudahlah
tentu dia akan selalu belajar dan belajar menjadi pendidik yang benar-benar
profesional. Jika dia belum bisa menstransfer nilai-nilai kepada anak didiknya,
tentu dia akan berusaha keras meraihnya. Karena sudah pasti dia paham karakter
tiap anak didikya, misal si A anak cerdas, dia cukup diterangkan sekali dua
kali pasti paham. Beda dengan si B yang harus diterangkan beberapa kali, beda
lagi dengan si C yang harus selalu diberi tugas tambahan. Yups, ini
kemampuan yang diiringi oleh kemauan kuat.
Saat kedua hal tersebut ada dalam diri
seseorang, dia akan membawa dampak kebaikan. Di antaranya : Pertama, kebaikan untuk dirinya sendiri,
karena dia mengamalkan kemampuannya, dia mengamalkan ilmunya, sudah pasti akan
berpahala (dalam bahasa agama). Kedua, ianya
akan membawa kebaikan bagi orang lain. Sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam, “Sebaik-baik manusia adalah yang
bermanfaat bagi orang lain.” Nah, seperti yang di contohkan di atas,
seorang guru yang menerapkan keprofesionalanya sudah pasti dia akan
membahagiakan kepada orang lain, kepada murid-muridnya, kepada orang tua murid,
dan kepada atasannya di sekolah.
Ketiga, saat kemampuan dan kemauan diterapkan sudah
tentu dia akan membawa kebaikan kepada lembaganya atau keluarganya.
Kebaikkannya akan di catat dengan tinta emas bahwa si Fulan yang telah memperjuangkan
ini dan itu. Hakikatnya bukan jasa kita karena kemampuan dan kemauan yang kita
miliki untuk dicatat. Intinya mengamalkan ilmu yang dimiliki sehingga ilmu ini
akan bermanfaat lebih berbeda jika ilmu yang dimiliki didiamkan saja.
Mari, jika kita sudah mempunyai kemampuan berbuat
sesuatu, maka wajib baginya untuk mau melakukan sesuatu tersebut. Agar
ketidaksia-siaan tidak menimpa diri dan yang lebih penting bagi orang tua atau
guru adalah memberikan pengertian kepada anak-anak, dengan bahasa anak-anak tentunya,
untuk mengajak kebaikan dan mencegah dari berbuat hal yang tidak baik. Bila mampu,
maka harus mau. Wallahu a’lam bishawab.||
Mahmud Thorif,
Redaktur Majalah Fahma
sumber gambar : rendipermanaputra.wordpress.com
Post a Comment