Boros dan Melampaui Batas



Allah Ta’ala memperingatkan hamba-Nya dari sikap boros. Atho’ bin Abi Robah berkata : ”Mereka dilarang berlaku boros dalam segala hal. Silakan seseorang makan dan minum, akan tetapi janganlah dia berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
Sofyan bin Uyainah berkata, “Harta yang aku belanjakan bukan dalam ketaatan kepada Allah maka dia termasuk boros sekalipun hal tersebut sedikit.” Ibnu Katsir berkata, “Janganlah berlebihan dalam makan, sebab akan bisa membahayakan bagi akal dan badan.” Dari Ibnu Abbas RA berkata: ”Makanlah sekehendakmu dan pakailah sekehendakmu, dua perkara yang membuatmu salah yaitu boros dan sombong”.
Tidaklah seorang anak Adam mengisi sebuah bejana yang lebih buruk daripada perutnya. Untuk isi perutnya yang tidak begitu luas itu dia melakukan kemungkaran dan segenap tindakan yang melampaui batas. Sebenarnya, cukuplah bagi anak Adam itu beberapa suap makanan untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika dia mesti melakukan keinginannya maka, hendaklah dia menjadikan sepertiga bagian perut untuk makanannya dan sepertiga untuk minumannya serta sepertiga untuk nafasnya. Jika dia tidak bisa mengendalikan diri maka akhirnya dia akan menyusahkan dirinya. Perut yang begitu penuh dan salah atur pastilah amat tidak enak dirasakan.
Tabdzir adalah mempergunakan harta bukan pada tempatnya, seperti penyaluran harta dalam kemaksiatan, atau menyalurkannya pada perkara yang tidak bermanfaat baik untuk bermain-main, meremehkan fungsi harta, sementara Isrof (boros) adalah berlebihan dalam makan dan minum serta berpakaian tanpa dituntut kebutuhan.
Allah memuji hamba-Nya yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan sesungguhnya  pembelanjaan itu di tengah-tengah antara yang demikian. Mereka tidak boros dalam memanfaatkan harta sehingga berbelanja melebihi kebutuhan dan tidak pula kikir terhadap keluarga mereka sehingga mengurangi hak-hak memberikan kecukupan bagi mereka, namun mereka berlaku adil dan bertindak yang terbaik, dan sebaik-baik perkara itu adalah yang pertengahan, tidak berlebih-lebihan.
Allah memerintahkan agar seseorang bersikap sederhana di dalam kehidupan duniawinya, Dia mencela sikap kikir dan melarang sikap boros. Janganlah seseorang bersikap pelit yang menahan harta, tidak memberikannya kepada seorangpun. Juga janganlah berlebihan dalam membelanjakan harta, sehingga pemberiannya terhadap orang lain melebihi kemampuannya, dan pengeluarannya melebihi penghasilannya. Sehingga dia terjebak dalam celaan manusia karena kekikirannya dan mencercanya, mereka tidak membutuhkanmu. Dan pada saat dia mengulurkan pengeluarannya di atas kemampuannya, maka dirinya tidak akan memiliki sesuatu yang dapat dia infakkan, sehingga dia menjadi seperti hasir, yaitu sebuah hewan tunggangan yang tidak mampu lagi berjalan.”
Ibnul Jauzi berkata, “Orang yang berakal akan mengatur kehidupannya di dunia, jika dia miskin, maka dia akan bersungguh-sungguh dalam berusaha dan berwiraswasta guna menghindarkannya  dari tunduk terhina terhadap makhluk, meminimalisir hubungan (hutang piutang), menciptakan sikap qona’ah, sehingga dengan demikian dia akan selamat dari ketergantungan kepada pemberian orang lain dan hidup dengan citra yang mulia, namun jika dia adalah orang kaya, maka hendaklah dia mengatur belanjanya, agar dia tidak terjebak ke dalam kefakiran yang mengarahkannya kepada kehinaan bagi seorang  makhluk.”
Dan seyogyanya juga dia memperhatikan perkara ini, bahwa mengeluarkan harta dalam kebenaran tidak termasuk boros. Mujahid berkata, “Kalau seandainya seorang menginfakkan hartanya dalam kebenaran, maka dia bukan termasuk pemborosan, dan seandainya dia menginfakkan satu mud bukan pada tempatnya maka hal itu termasuk pemborosan.”
Bukanlah sekedar banyak atau sedikit. Pengeluaran harta yang benar meskipun dalam jumlah banyak tidaklah mendatangkan celaan. Sedangkan pengeluaran harta yang salah selalulah tercela meskipun sedikit. Sebuah masyarakat yang terbiasa memandang remeh penggunaan harta yang tidak berguna pastilah akan bekerja sama menghasilkan pengeluaran yang sia-sia. Terhitung sedikit jika yang melakukan seorang. Bila sebagian besar masyarakat sebuah negara melakukannya maka akan tampaklah sebuah angka besar yang menyesakkan dada dan kesedihan karena melihat begitu disayangkan harta dipergunakan di jalan tidak berguna.
Sebuah bangsa yang tidak cerdas menuruti keinginan untuk sekedar merasa senang-senang dan meriah. Adapun perkara-perkara penting diabaikan dan banyak kebutuhan serta persoalan tidak terselesaikan disebabkan kekurangan dana. Padahal andai mereka mampu menghentikan kebiasaan yang menyebabkan harta mereka tergerus untuk berbagai kegiatan tidak penting dan tidak mendesak, maka berbagai masalah yang penting dan mendesak akan mampu mereka atasi.

Bagus Priyo Sembodo, Redaktur Majalah Fahma

sumber gambar : facebook.com
Powered by Blogger.
close