Dahaga Edukasi Anak Masa Kini
Banyak
kejadian yang menjangkiti generasi muda masa kini, yang serasa sangat sulit
untuk diterima dengan nalar yang sehat, misalnya ada anak yang karena meminta
sesuatu dan tidak dituruti oleh orangtuanya, maka begitu saja ia memutuskan
untuk mengakhiri hidupnya dengan jalan pintas alias bunuh diri. Astaghfirullahal azhiim, sungguh miris
dan teriris hati ini mendengar dan menyaksikan kejadian-kejadian tersebut,
meskipun hanya melalui media.
Sebagai
seorang ibu yang juga lecturer bagi pendidik
anak usia dini, saya mencoba bertanya: Jangan-jangan, anak-anak semacam ini,
adalah anak-anak yang mengalami kehausan pendidikan yang dapat membentuk
karakter mereka, jangan-jangan kita para orangtua ini belum cukup
mendampinginya untuk belajar banyak tentang agama dan kehidupan ini,
Umar
bin Al-Khathab pernah kedatangan seorang
ayah yang mengadukan anaknya, “Wahai Amirul Mukminin, Anakku ini benar-benar
telah durhaka kepadaku.” Kemudian Umar menegur dan berdialog dengan anak
tersebut. “Apakah engkau tidak takut kepada Allah dengan durhaka kepada ayahmu,
Nak? Karena itu adalah hak orangtua.” Anak tersebut menjawab: “Wahai Amirul
Mukminin, bukankah anak juga punya hak atas orangtuanya?” “Benar, haknya adalah
memilihkan ibu yang baik, memberi nama yang bagus, dan mengajarkan Kitab Al-Quran.” “Demi Allah, ayahku tidak
memilihkan ibu yang baik. Ibuku adalah hamba sahaya jelek berkulit hitam yang
dibelinya dari pasar seharga 400 dirham. Ia tidak memberi nama yang baik
untukku. Ia menamaiku Ju’al. Dan dia juga tidak mengajarkan Al-Quran kepadaku kecuali satu ayat
saja.” Ju’al adalah sejenis kumbang yang selalu bergumul pada kotoran hewan.
Bisa juga diartikan seorang yang berkulit hitam dan berparas jelek atau orang
yang emosional. (Al-Qamus Al-Muhith,
hal. 977). Mendengar penjelasan anak tersebut, Umar menoleh kepada sang ayah
dan berkata, “Engkau mengatakan anakmu telah durhaka kepadamu tetapi engkau
telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Enyahlah dari
hadapanku!.”(As-Samarqandi,Tahbihul
Ghafilin, 130)
Kisah
di atas, menginspirasi kepada kita, bahwa jangan tergesa-gesa mencela anak atas
ketidakpatuhannya dan kebandelannya. Ada banyak hak anak atas orangtuanya. Bila
salah satu sisinya diabaikan, lalu anak menjadi bandel, menyimpang, dan keras
kepala, ada kemungkinan kita tidak memperhatikan sisi tersebut.
Orangtua
dapat berbagi peran dalam bertarung dan mencurahkan segala upaya untuk memenuhi
kebutuhan anak dan keluarga, kebutuhan rohani dan juga jasmaninya. Pemberian
gizi yang baik, membangun fisik yang sehat, dan memenuhi nutrisi keimanan dalam
hati mereka sejak kecil. Mengajarkan bagaimana menghormati orang yang lebih
tua, menanamkan cinta belajar sejak kecil, dan membekali dengan ilmu dan
pengetahuan. Membentuk generasi rabbani dengan berbagai pembiasaan yang baik, misalnya,
menggunakan beberapa lafaz yang disarikan dari hadits Rasulullah yang berkaitan
dengan etika, edukasi, dan moral.
Hal
pertama yang harus mulai ditanamkan pada anak adalah bagaimana menanamkan
ikatan keimanan kepada Allah. Melalui berbagai aktifitas ibadah yang dilakukan
dengan cara menyenangkan, misalnya dengan membuat lembar prestasi, anak yang shalat,
belajar atau kegiatan baik apa yang dikehendaki oleh orangtua menjadi karakter
anaknya dapat diprogramkan dengan memberinya reward (bisa berupa pemberian bintang yang dalam jumlah tertentu
dapat ditukarkan dengan barang-barang kesukaan anak) setiap anak mengerjakan.
Hal ini kelihatannya sederhana, tapi ternyata cukup efektif untuk memberi
motivasi bagi anak untuk dapat melalukan hal-hal positif. Mulanya memang
bersifat sangat teknis dan mekanis, tapi lama-lama akan menjadi perilaku dan
karakter yang terbentuk.||
Umi Faizah, S. Ag, M. Pd. | Ketua STPI Bina Insan Mulia Yogyakarta
sumber gambar : nurjanahwafa.multiply.com
Post a Comment