Hasad Membawa Bencana


Assalaamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh
Para orangtua, pendidik dan pengasuh anak yang semoga dirahmati Allah, kita berjumpa lagi dalam kisah Fahma. Semoga kita senantiasa termasuk golongan yang senantiasa bisa mengambil hikmah dari setiap pelajaran.

Ada seorang raja yang memerintah sebuah negeri. Pada suatu hari, datanglah seorang alim yang tulus hati ke istananya. Atas pinta sang penguasa, si alim pun menasehatinya.
“Balaslah orang yang berbuat baik dengan lebih baik lagi karena kebajikan yang telah dia lakukan pada Baginda,” ujar sang bijak memberi wasiat. “Tetapi jangan hiraukan orang yang mendengki. Abaikanlah, sebab kedengkian itu sudah cukup untuk mencelakakan dirinya,”
Ada seorang wazir di istana tersebut yang memang seorang pendengki. Dia iri melihat pemuliaan begitu rupa yang dilakukan raja pada tamunya ini. Dia pun merencanakan sesuatu.
Begitu sang penasehat pergi dari majelis, sang wazir mangantarnya keluar. Setelah itu, dia bergegas kembali menemui sang raja. “Orang bijak tadi mengatakan padaku bahwa mulut Baginda sungguh bau. Coba saja Baginda panggil lagi dia esok hari. Jika di dekat Baginda dia menutup mulutnya, itu berarti benar bahwa dia menganggap mulut Baginda sungguh bau,” ucap sang pendengki.
Sang raja sangat tersinggung mendengarnya. Keesokan harinya, sang wazir mengundang penasehat tulus itu untuk sarapan di rumahnya. Kepadanya dihidangkan aneka bawang-bawangan dan makanan berbau tajam. Mulut sang alim itu pun menjadi sangat bau.
Tak lama kemudian, seperti yang direncanakan sang wazir, datanglah panggilan pada si penasehat untuk menghadap sang raja di majelisnya. Setelah memberikan nasehatnya, raja pun meminta penasehat untuk mendekat. “Kemarilah wahai penasehat yang baik. Datanglah mendekat padaku,” pinta raja.
Sang alim ragu untuk mendekat. Dia takut bau busuk di mulutnya akan menyinggung sang raja.
“Ayo kemari! Mengapa engkau ragu?”
Dengan menutupi mulutnya sendiri karena khawatir bau bawang dalam jamuan tadi pagi, dia pun mendekat. Sang raja bergumam di dalam hati. “Ternyata benar! Dia melecehkanku dan menganggap mulutku bau. Dia ingin mrnghinakanku!” Maka sang raja pun menulis sebuah surat dan memberikannya kepada sang penasehat yang masih tak mengerti untuk apa dia diminta mendekat.
“Bawalah surat ini kepada salah seorang petugasku,” tukas sang raja, ”Niscaya dia akan memberikan hadiah berharga untukmu,”
Sebetulnya yang ditulis oleh sang raja dalam surat tersebut bukanlah hadiah. Karena sangat tersinggung atas sikap sang penasehat itu, dia memberi perintah lain kepada sang pejabat. “Jika pembawa surat ini datang padamu, maka sembelihlah dia, kuliti tubuhnya, masukkan jerami ke dalam tubuhnya dan bakarlah. Sementara kepalanya, bawa ke hadapanku!”
Begitu keluar dari pintu istana, sang penasehat disambut oleh wazir pendengki yang menjebaknya. “Apa yang dilakukan baginda kepadamu, Saudaraku?” tanyanya.
“Alhamdulillah. Beliau menyuruhku membawa surat ini kepada seorang petugas istana yang akan memberikan kepadaku hadiah dari sang raja,” jawab sang alim berseri.
“Wah, bagaimana jika Tuan penasehat beristirahat saja di rumah saya? Biar saya yang mengurus semua itu,” tandas sang pendengki.
“Wah, saya merepotkan Anda,” kata sang penasehat.
“Tentu tidak,” jawab sang wazir dengan senyum liciknya, “Ini sudah merupakan tanggungjawab saya sebagai tuan rumah. Lagipula Tuan penasehat belum begitu mengenal seluk-beluk istana ini, bukan?”

Kita pastinya sudah tahu bagaimana akhir dari kisah ini. Allah berfirman dalam QS Faathir ayat 43, ”Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri,” Mari kita berusaha menghindarkan diri, keluarga dan orang terdekat kita dari sikap hasad.||

Abdul Hakim,
Pemerhati anak, tinggal di Yogya

Sumber kisah: Al Ghozali, Ihya Ulumuddin
Powered by Blogger.
close