Membangun Nilai Religius



Dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter (2010), pendidikan karakter disebut sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Dalam rangka realisasi dan memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum dan Perbukuan, tahun 2011 telah mengeluarkan Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter agar pendidikan karakter terintegrasi dalam kurikulum dan terealisasi pada aktifitas satuan pendidikan.
Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan tersebut, telah diidentifikasi 18 nilai yang harus dikembangkan di sekolah, yaitu: (1) Religius,(2) Jujur,(3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis,  (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial,  dan (18) Tanggung Jawab. Nilai-nilai di atas bersumber dari nilai-nilai agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional.
Nilai pertama yang harus dikembangkan menurut urutan di atas adalah religius. Mari kita coba ikuti apa yang telah dilakukan sekolah percontohan dalam pendidikan karakter.
Sebuah SD di Sumatera Barat mengkondisikan sekolahnya sebagai berikut; menambah 10 buah kran air untuk wudhu sebagai sarana pembiasaan shalat dzuhur dan dhuha berjamaah, berdoa sebelum dan sesudah pelajaran; membaca Alquran atau Juz Amma dan terjemahannya, serta Asmaul Husna pada pagi hari. Tiap Jumat pagi ada kultum yang diisi oleh peserta didik, guru ataupun dari pihak luar. Setiap pagi guru piket menyambut kedatangan murid di gerbang sekolah sambil bersalaman dan diiringi dengan musik dan lagu- lagu bernuansa Islam dan Asmaul Husna serta lagu nasional.
Sedangkan kegiatan insidental yang dilakukan adalah; pesantren kilat Ramadhan, pelaksanaan buka puasa bersama, pelaksanaan ‘Idul Qurban, dan sebagainya. Pengkondisian di setiap kelas juga dilakukan, setiap ruangan sekolah baik di dalam maupun di luarnya dihiasi dengan kata-kata mutiara, semboyan, ayat Alquran dan Hadist Nabi.
Terbayang suasana religius di sekolah sejak kedatangannya di pintu gerbang hingga kembali pulang. Kita mengharapkan suasana tersebut bukan sekadar suasana formalitas, mengingat tujuan pendidikan karakter bukan sekadar mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, melainkan harus dapat mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Ketika tidak ada guru yang mengawasi dan ketika di luar sekolah yang berbeda kondisi, anak-anak tetap bisa menjaga nilai religius.
Mengingat sikap yang diperoleh dari hasil pembiasaan itu bisa surut dan larutmaka perlu diberi penguat, agar sikap dan sifat itu bisa mengakar. Anak yang sudah baik nilai religiusnya bisa pudar ketika berada di luar. Ada dua hal yang perlu ditambahkan dalam membuat Rencana Aksi Sekolah, yang justru tambahan ini adalah akar dari berbagai aktivitas.
Pertama, memberi keyakinan. Meyakinkan anak akan kebenaran dari Yang Maha Benar. Nilai religius yang diintegrasikan dalam setiap materi ajar hingga menyentuh keyakinan atau akidah. Kedua, membersihkan musuh religius dari sekolah. Nilai-nilai yang merupakan musuh religius adalah nilai materialis dan mistis. Materialisme adalah musuh dari luar yang mudah memudarkan nilai religius yang sepenuh hati. Sedangkan mistis adalah musuh dari dalam yang bisa membuyarkan nilai relegius bahwa ada kehebatan lain di luar Allah Ta’ala.

Slamet Waltoyo
Kepala Sekolah SD Islam Al Kautsar, Sleman, Yogkarta


Powered by Blogger.
close