Menjijikkan
Siapa saja yang beriman kepada Allah Yangmaha Melihat
dan mempunyai keyakinan kuat tentang hisab di hari akhir, maka sepatutnya dia
berkata yang baik atau diam. Dia hanya akan memilih berkata baik dan menolak
berkata jelek. Jika tidak merasa yakin akan kebenaran dan kebaikan pembicaraan
yang hendak dilontarkan maka dia memilih diam.
Allah Ta’ala menyeru
mukminin, “Hai orang-orang yang beriman” sesudah itu Allah Ta’ala melarang kejelekan yang merusak mereka “jauhilah
kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah sebagian kalian menggunjingkan
(ghibah) sebagian yang lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
dan bertakwalah kepada Allah Ta’ala. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
Tahukah engkau apa itu ghibah? Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkannya bagi kita. Agar tampak jelas
perbuatan yang menjijikkan itu. Beliau bersabda, “Yaitu engkau menceritakan
tentang saudaramu yang membuatnya tidak suka.” Lalu ditanyakan kepada beliau,
“Lalu bagaimana apabila pada diri saudara saya itu kenyataannya sebagaimana
yang saya ungkapkan?” Maka beliau bersabda, “Apabila cerita yang engkau katakan
itu sesuai dengan kenyataan maka engkau telah meng-ghibahinya. Dan apabila
ternyata tidak sesuai dengan kenyataan dirinya maka engkau telah berdusta atas
namanya (berbuat buhtan).” (HR. Muslim. 4/2001. Dinukil dari Nashihatii lin Nisaa’, hal. 26)
Kejelekan ghibah itu dahsyat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh engkau telah mengucapkan sebuah
kalimat yang seandainya dicelupkan ke dalam lautan maka niscaya akan
merubahnya.”
Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam naik mimbar dan menyeru dengan suara yang lantang: “Wahai
segenap manusia yang masih beriman dengan lisannya namun iman itu belum meresap
ke dalam hatinya…, janganlah kalian menyakiti kaum muslimin. Dan janganlah
melecehkan mereka. Dan janganlah mencari-cari kesalahan-kesalahan mereka.
Karena sesungguhnya barang siapa yang sengaja mencari-cari kejelekan saudaranya
sesama muslim maka Allah akan mengorek-ngorek kesalahan-kesalahannya. Dan
barang siapa yang dikorek-korek kesalahannya oleh Allah, maka pasti dihinakan,
meskipun dia berada di dalam bilik rumahnya.” (Hadits ini tercantum
dalam Shahihul Musnad, 1/508).
Ketika Nabi dimi’rajkan, beliau melewati suatu kaum
yang memiliki kuku-kuku dari tembaga. Dengan kuku-kuku itu mereka
mencakar-cakar wajah dan dada-dada mereka sendiri. Maka Nabi berkata: ‘Siapakah mereka itu wahai
Jibril?’ Jibril menjawab, ‘Mereka itu adalah orang-orang yang berani memakan
daging-daging manusia serta menjatuhkan kehormatan dan harga diri orang lain’.”
Ada
ghibah yang diperbolehkan. Karena adanya tujuan yang dibenarkan oleh syariat yang
tidak mungkin tujuan itu tercapai kecuali dengan menempuh cara ini. Ghibah yang
dibolehkan ini ada enam sebab: (1) Mengadukan kezaliman orang kepada hakim,
raja atau siapa saja yang mempunyai wewenang dan kemampuan untuk menolongnya.
Seperti dengan mengatakan: “Si Fulan
menganiaya saya dengan cara demikian.” (2) Meminta bantuan orang
demi mengubah kemungkaran dan mengembalikan pelaku maksiat agar kembali kepada
kebenaran. Tujuan pengaduan itu adalah demi menghilangkan kemungkaran, kalau
dia tidak bermaksud demikian maka hukumnya tetap haram.
(3)
Meminta fatwa. Seperti dengan mengatakan kepada seorang ahli fatwa: “Saudaraku telah menzalimiku.” (4) Memperingatkan
kaum muslimin dari kejelekan sebagian orang dan dalam rangka menasihati mereka.
(5) Menyebutkan kejelekan pelaku maksiat yang berterang-terangan dalam
melakukan dosa atau bid’ahnya, seperti orang yang meminum khamr di depan
khalayak, (6) Untuk memperkenalkan jati diri orang. Seperti contohnya apabila
ada orang yang lebih populer dengan julukan Al-A’raj (yang pincang), Al-Ashamm
(yang tuli), Al-A’ma (yang buta) dan lain sebagainya. Akan tetapi hal ini
diharamkan apabila diucapkan dalam konteks penghinaan atau melecehkan.
Bagus Priyo Sembodo, Redaktur Majalah Fahma
sumber gambar : noviavia21.blogspot.com
Post a Comment