Pembelajaran yang Menginspirasi




“Sungguh, Konstantinopel akan ditaklukkan oleh kalian. Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan yang menaklukkannya”. Demikian sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad. Sabda Rasulullah ini merupakan kabar gembira dan menjadi mimpi besar kaum muslimin di saat peradaban Islam baru mulai bangkit di tengah kemegahan kekuasaan Persia dan Romawi. Kabar ini sangat memotivasi, menggugah, menggerakkan, atau menginspirasi kaum muslimin, terutama para pemimpin Islam yang berusaha agar merekalah yang dimaksud oleh sabda Rasulullah tersebut. Sampai akhirnya Allah Ta’ala mewujudkan mimpi tersebut melalui pemimpinan perkasa, Muhammad Al-Fatih. Pada saat lain, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, ketika perang Uhud sedang berkecamuk, seorang pemuda bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam, “Bagaimana menurut Engkau (wahai Nabi) jika saya mengatakan, di manakah saya?” Jawab Nabi, “Di surga.”. Maka pemuda itupun melemparkan kurma yang ada di tangannya, kemudian bertempur hingga menemui sahid.
Kisah di atas menunjukkan bagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam sebagai sebagai pemimpin, sekaligus sebagai pendidik, mampu memotivasi, menggerakkan, atau menginspirasi para sahabat, murid-murid beliau, untuk melakukan tindakan demi mencapai suatu tujuan mulia. Menginspirasi adalah kemampuan utama yang perlu dimiliki oleh para pendidik. Menurut William Arthur, guru biasa mengatakan, guru baik menjelaskan, guru superior mendemonstrasikan, dan guru luar biasa menginspirasi. Pepatah lain mengungkapkan bahwa guru yang mengajar tanpa berusaha menginspirasi anak ibarat memukuli besi dalam keadaan dingin.
Guru inspiratif tidak hanya berusaha agar anak menguasai sebanyak mungkin materi pelajaran, melainkan berusaha dengan ketulusan hati untuk memberikan teladan dan menggerakkan atau menginspirasi anak.  Guru yang inspiratif mampu menggerakkan hati dan potensi anak untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat. Sementara anak yang terinspirasi akan sanggup melakukan sesuatu dengan rela dan menjadikan sesuatu keinginan terwujud. Inspirasi juga mampu membuat anak percaya diri dan memiliki harapan yang tinggi untuk menyelesaikan masalah atau tugas dengan baik. Guru yang inspiratif mengingini anak didiknya “berjalan” atau bahkan “berlari” jauh di depan langkahnya.
Bagaimana menciptakan pembelajaran yang inspiratif? Pertama, tentu saja, guru harus menjadikan dirinya inspiratif dan mampu menginspirasi dirinya sendiri. Dorongan atau inspirasi yang hendak ditularkan kepada anak tentu perlu terlebih dilakukan sendiri. Dalam hal ini, sosok guru memang sangat penting. Karl Menninger mengungkapkan bahwa sosok guru adalah lebih penting daripada apa yang diajarkan. Lihatlah bagaimana komentar salah satu anak terhadap guru yang inspiratif, “Saya memiliki guru yang menjadikan saya mencintai pelajaran ini. Ia tidak pernah mengabaikan pertanyaan saya dan sabar mengulangi penjelasan. Ia memberikan perhatian kepada setiap anak dan berpikir mengenai kegiatan atau proyek bersama-sama”.
Guru dapat pula menginspirasi anak dengan berbagai cara. Misalnya, ketika mengawali atau di sela-sela kegiatan pembelajaran, guru dapat mengenalkan atau menceritakan kisah kepahlawanan atau kisah hidup para ilmuwan. Guru perlu mengenalkan proses kreatif yang dilakukan para ilmuwan tersebut dalam menemukan berbagai ilmu. Hal demikian akan menginspirasi anak untuk melakukan proses kreatif serupa. Berikutnya adalah melaksanakan pembelajaran yang bermakna. Pembelajaran akan bermakna apabila anak tidak hanya dapat menjawab pertanyaan “apa” dan “bagaimana”, melainkan juga mampu menjawab berbagai pertanyaan “mengapa” terkait materi pembelajaran. Anak perlu mengetahui dengan jelas tujuan kegiatan yang dilakukan. Apabila anak tidak memahami, mereka akan kehilangan minat. Pelajaran sejarah mungkin akan menjadi masalah apabila anak tidak memahami perlunya mengetahui kejadian masa lampau. Hal ini akan terjadi apabila hal itu tidak dikaitkan relevansinya dengan masa depan. Namun demikian, topik apapun akan menjadi tidak relevan apabila memang tidak dijelaskan relevansinya.
Guru tidak hanya bisa menginspirasi anak melalui ucapan, melainkan juga tindakan. Misalnya, guru dapat menginspirasi anak untuk memiliki budaya membaca apabila guru juga melakukan tindakan yang sama. Penelitian menunjukkan bahwa anak, bahkan sejak hari pertama ia lahir, memiliki kemampuan untuk meniru tindakan. Mari kita ingat kembali pada peristiwa perjanjian Hudaibiyah, bagaimana para sahabat bersegera mencukur rambut ketika melihat Rasulullah untuk melakukan hal sama. Sementara sebelumnya, mereka masih enggan ketika Rasulullah memintanya secara lisan.
Pembelajaran yang menginspirasi perlu secara konsisten dilakukan. Guru perlu menciptakan berbagai cara kreatif untuk menginspirasi anak. Anak yang terinspirasi akan membagun budaya belajarnya sendiri. Budaya belajar inilah yang menjadi salah satu kesuksesan anak, bahkan ketika mereka dewasa, kelak. || DR. Ali Mahmudi, Dosen Ilmu Matematika, Universitas Negeri Yogyakarta.
Powered by Blogger.
close