Suka Ria yang Bukan Pada Tempatnya


Kaum mukminin adalah bersaudara. Allah mengikat hubungan antar mukmin dengan ikatan paling berbarakah, yakni ikatan iman. Ikatan persaudaraan ini melampaui perbedaan warna kulit, batasan daerah, derajat kekayaan, dan persambungan darah. Tentu saja persaudaraan ini mengandung konsekwensi. Ada banyak hal yang mesti ditunaikan sebagai tuntutan hak persaudaraan. Dan sebagian yang lain perlu dijauhi guna menjaga kenyamanan persaudaraan ini. Jika saja larangan tersebut tidak dicegah maka tentu saja ikatan persaudaraan itu akan terkoyak dan kecintaan akan semakin meluntur. 




Dalam persaudaraan ini, hati ikut bergembira atas keberuntungan yang diterima saudara. Meski bukan diri sendiri yang teranugerahi akan tetapi rasa persaudaraan akan menuntun untuk ikut bersuka ria. Demikian juga, dalam persaudaraan ini ada rasa turut bersedih atas kemalangan yang diterima saudara. Meski bukan diri sendiri yang yang mengalami akan tetapi
rasa persaudaraan mengajarkan untuk tidak bisa begitu saja acuh tak acuh terhadap keburukan yang menimpa saudara.
Allah memberikan ancaman kepada orang yang senang atas penderitaan mukminin. Orang-orang yang senang kalau perbuatan keji tersiar di kalangan orang-orang beriman, maka orang-orang sedemikian itu akan memperolehi siksa yang pedih di dunia dan akhirat. Kekejian itu tidak saja tidak boleh dilakukan, bahkan jika terlanjur disebarkan oleh orang-orang jahat maka harus segera berusaha dihentikan. Meski tidak memperbuat kekejian, akan tetapi mempunyai perasaan senang jika kekejian itu tersiar sudahlah cukup orang itu ditimpa siksa Allah.
Watsilah bin al-Asqa' radhiyallahu anhu mendengar wasiat agung dari junjungannya, Rasulullah shalallahu alaihi wa salam, bahwa beliau berkata, “"Janganlah engkau gembira karena adanya suatu bencana pada saudaramu sesama muslim. Jika engkau sedemikian, maka Allah akan memberi kerahmatan kepada saudaramu itu sedang engkau sendiri akan diberi bala’ cobaan olehNya.”
Agar persaudaran imaniyah ini begitu indah maka telitilah hak-hak persaudaraan ini. Sebagaimana pesan nabi, berhati-hatilah engkau semua kepada persangkaan, sebab sesungguhnya persangkaan itu adalah sedusta-dustanya percakapan. Janganlah engkau semua berusaha mengetahui keburukan orang lain, jangan pula menyelidiki - yakni memata-matai - cela orang lain. Juga janganlah engkau semua saling dengki-mendengki, saling benci-membenci, belakang-membelakangi - yakni tidak sapa menyapa - dan jadilah engkau semua, hai hamba Allah sebagai saudara-saudara, sebagaimana Allah memerintahkan hal itu kepadamu semua. Seorang Muslim adalah saudara orang Muslim yang lain, janganlah ia menganiaya saudaranya, jangan menghinakannya dan jangan menganggapnya remeh - yakni tidak berharga. Ketaqwaan itu di sini, ketaqwaan itu di sini letaknya," dan beliau menunjuk ke arah dadanya.
Cukuplah seseorang itu memperoleh kejelekan, jikalau ia merendahkan diri saudaranya sesama Muslim. Merendahkan diri saudara sama sekali bukanlah perbuatan yang pantas. Perbuatan itu bertentangan tuntutan iman yang ada pada dadanya. Setiap Muslim itu atas orang Muslim lain haramlah darahnya, kehormatannya serta hartanya. Darah suadara tidak boleh dikucurkan tanpa alasan yang benar menurut syariat. Kehormatan saudara tidak boleh dicacati tanpa alasan yang sesuai tuntunan yang dibawa utusan Allah. Sebagian manusia merasa boleh merendahkan kehormatan saudaranya karena merasa bahwa dirinya berada di tempat terhormat sedangkan saudaranya terpuruk di lembah kehinaan. Pandangannya tersebut bukan disebabkan karena ia melihat saudaranya bermaksiyat. Dia merasa mulia karena kulitnya lebih halus dan berwarna lebih terang, perawakannya lebih tinggi besar, dan penampilannya lebih mentereng. Dia terkecoh. Karena, sesungguhnya Allah memperhatikan dan memuliakan hambanya itu tidaklah karena melihat kepada tubuh-tubuh hambanya semua. Tidak pula kepada keelokan wajah. Akan tetapi pemuliaan itu adalah berdasar kebaikan amal perbuatan dan kebagusan hati.
Powered by Blogger.
close