Tak Sadar Mengajarkan Kobohongan



Kita tentu sudah paham betul bahwa berbohong itu perbuatan tercela, berdusta itu mengundang dosa. Hampir setiap orangtua tentu tidak menginginkan anaknya suka berdusta. Tapi kenyataannya, banyak orangtua yang suka berbohong, bahkan secara tak sadar mengajari anaknya untuk berdusta. Entah diakui atau tidak, fakta sudah banyak bicara.
Ada seorang ibu yang mau pergi belanja ke warung berdusta kepada anaknya saat si anak yang masih TK mau ikut. “Nggak usah ikut, ibu mau suntik ke dokter!” cegah sang ibu.
“Yang bener. Ibu kalau bohong dosa lho,” sahut si anak mengingatkan. “Mau ke dokter kok bawa tas belanja?” selidiknya.
“Kamu itu yang dosa, berani nuduh ibu bohong! Tas ini untuk wadah obat tahu nggak?” balas si ibu tak mau kalah.
“Pokoknya aku nggak percaya kalo ibu mau suntik. Pasti mau belanja. Aku ikut!” tegas anak pantang mundur.
Sang ibu pun tak kurang akal. Dengan nada menantang ia berucap, “Kalo kamu maksa mau ikut, memangnya kamu mau  disuntik Pak Dokter sekalian. Disuntik sepuluh kali biar kapok kamu, mau?”
Si anak pun murung dan tidak jadi ikut. Sang ibu segera pergi dengan bangga seolah membawa kemenangan bisa membohongi anaknya. Dan yang semacam itu menjadi kebiasaan yang terus berulang. Repotnya, pelakuya merasa tidak bersalah dan berdosa.


Pada kasus itu, setidaknya sang ibu melakukan tiga keburukan sekaligus. Pertama, berbohong. Mau belanja kok mengaku suntik. Kedua, tidak mau diingatkan, suka memutarbalikkan fakta, dan suka menuduh. Diingatkan anaknya untuk tidak bohong malah mengelak.
Ketiga, melakuan pembunuhan karakter terhadap dokter. Dokter itu tugasnya antara lain menyuntik orang sakit, masak anak kecil mau ikut ibunya saja juga disuntik dokter, sepuluh kali lagi.
Sungguh sayang, kasus senada atau semacam itu ternyata masih subur di tengah-tengah masyarakat. Masih banyak orangtua yang dengan enteng berdusta. Mau belanja ke warung ngakunya mau ke dokter. Hendak pergi arisan bilangnya ke puskesmas. Pergi ngobrol dengan tetangga katanya sedang rapat PKK.
Ada juga orangtua yang pergi diam-diam meninggalkan anaknya yang sedang asyik bermain atau tidur. Saat pulang, si anak protes kenapa tidak diajak. Orangtua yang biasa berdusta pun punya segudang cara untuk mengelabuhi anaknya.
Secara tidak langsung masih banyak orangtua yang mengajari anaknya berbohong. Parahnya jika si anak tahu orangtuanya suka berbohong, lalu menirunya. Akibatnya, si anak bisa tumbuh menjadi sang pembohong. Dan orangtua pun selalu dapat limpahan dosa setiap kali anaknya berdusta. Waspadalah!
Ada juga orangtua yang secara langsung mengajari anaknya berbohong. Misalnya dengan ucapan begini, “Nanti kalau ada tukang kredit mencari ibu, tolong katakan ibu tidak ada ya.”
Ingat, dusta itu berbahaya dan dilarang Allah serta Rasul-Nya. “Dan hendaklah kalian menjauhi perkataan-perkataan dusta.” (QS. Al-Hajj: 30). “Takutlah kalian akan berdusta, sebab dusta itu sama dengan kecurangan dan keduanya akan berada dalam neraka.” (HR. Ibnu Majah dan Nasai).
Memang menjadi aneh jika ada orangtua kerap menasehati anaknya untuk tidak suka berohong tapi ia sendiri sering berbuat dusta. Kebiasaan menakut-nakuti anak yang sedang rewel dengan “nanti disuntik Pak Dokter” atau “dipenjara Pak Polisi” pun juga termasuk kebohongan yang mesti ditinggalkan.
Mari kita didik anak-anak dengan teladan yang baik. Mendidik dengan penuh kejujuran dan menjauhi segala bentuk kebohongan. || M. Sutrisno, ayah 3 anak, dai dan trainer, Ketua LPP Keluarga Sakinah DPD BKPRMI Kab. Bantul DIY.
Powered by Blogger.
close