Tumbuhkan Kepedulian dan Kasih Sayang
Menumbuhkan rasa kepedulian dan kasih
sayang harus dimulai sejak kecil, mulai
dari dalam keluarga dan sekolah. Lingkungan yang penuh cinta dan rasa
aman adalah prasyarat penting bagi tumbuhnya rasa peduli dan kasih
sayang pada anak. Dalam
ilmu psikologi, rasa kepedulian disebut sebagai rasa “empati”. Empati adalah
suatu kemampuan untuk memahami bagaimana orang lain merasakan suatu keadaan.
Bagaimana dan kapan anak-anak membangun kemampuan ini?
Sikap empati yang perlu ditanamkan kepada
anak-anak bukan hanya ketika mereka menghadapi atau mendapatkan kekecewaan,
kesedihan dan kegagalan saja. Tetapi, anak-anak juga harus diajarkan untuk bisa
bersikap sportif dengan memberikan dukungan berupa ucapan selamat, memberikan
pujian, senyuman, atau pelukan sebagai tanda ikut bangga dan bahagia atas
prestasi yang diperoleh oleh teman atau kakak serta adiknya. Dengan sikap semacam
ini akan semakin tumbuh rasa kasih sayang pada diri mereka.
Sejatinya, banyak sekali peluang untuk
mengajarkan kepada anak usia dini bagaimana menumbuhkan sikap empati kepada
seseorang. Kebahagiaan dan kesedihan yang datang silih berganti dalam kehidupan
setiap individu, dapat dijadikan sebagai pembelajaran yang berharga bagaimana
pentingnya bersikap empati kepada orang lain. Seorang anak yang terbiasa menerima perlakuan kasar dari orangtua
dan gurunya, akan cenderung keras hatinya. Menghardik dan memukul anak
apabila berbuat salah akan menghambat rasa empati, karena anak akan cenderung
membela dirinya, sehingga hatinya akan mengkerut. Hati yang mengkerut dan
mengeras adalah hati yang marah dan dendam. Tetapi dengan mengalihkan
anak untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain akibat tindakannya yang
salah, akan meluluhkan hatinya, sehingga hatinya menjadi lapang. Hati
yang lapang adalah hati yang penuh kasih sayang dan cinta.
Perjalanan dalam kisah Nabi Ibrahim dan Nabi
Ismail, adalah contoh ketauladanan yang sangat indah, : dan
begitu juga jawaban Ismail yang menggambarkan keikhlasan, ketaatan, kesabaran, dan
empati yang tinggi kepada ayahnya (baca kisahnya dalam ).
Hal ini membuktikan bahwa menumbuhkan rasa kasih sayang dan empati kepada anak
adalah dengan memberikan cinta dan kasih sayang sebesar-bearnya kepada anak
sejak kecil. Selain cinta dan rasa aman, orangtua dan guru perlu mengajarkan
anak untuk menempatkan dirinya pada orang lain.
Kisah yang kontradiktif, diwakili oleh sebuah
kisah nyata dalam buku best-seller, berjudul Sheila. Dikisahkan, bagaimana
Sheila yang saat itu merupakan gadis kecil yang masih berumur 6 tahun senang
menyakiti binatang dan kawannya. Ia pernah mencongkel mata ikan
hidup-hidup, dan juga pernah menculik anak usia 3 tahun untuk dibakar.
Sheila adalah gambaran seorang anak yang tidak mempunyai rasa empati, dan kasih
sayang terhadap sesamanya. Mengapa demikian? Karena Sheila tumbuh dalam
lingkungan yang keras. Ia dilahirkan oleh seorang gadis berusia 14 tahun yang
memperlakukannya dengan kasar. Bahkan ia pernah dibuang oleh ibunya di
pinggir jalan, serta sering mendapatkan pukulan dari ayahnya. Itulah karenanya
ia belajar dari lingkungannya untuk berlaku keras dan kasar serta tidak peduli
terhadap lingkungannya. Na’uudzubillahi
min dzalik.
Dari kisah di atas, tampak bahwa betapa
pentingnya peran keluarga dalam menumbuhkan rasa empati. Selain itu, peran lembaga
pendidikan (SD/TK/RA/PG/KB/TPA) juga tidak kalah pentingnya untuk membangun
rasa empati anak.
Bagaimana
mengajarkan empati kepada anak-Anak
Belajar
berempati bisa menjadi proses yang lambat bagi anak-anak. Pada awal masa kanak-kanak
(0-3 tahun) egosentris (perasaan ke”aku”an, ingin disayangi, ingin dimengerti,
bahkan ingin menang sendiri) lebih dominan pada anak, rasa empati baru mereka
pelajari dari lingkungannya, sampai anak berusia empat tahun ke atas, baru anak
mulai dapat merasa berempati pada orang lain dan lingkungannya. Tetapi orang
tua/guru harus memahami bahwa empati itu tidak tumbuh begitu saja, ada proses
perjalanan yang bisa mereka lakukan sebelumnya, yakni dengan memberikan contoh
di tahun-tahun sebelumnya.
Dalam
memberikan contoh, bisa langsung dalam perilaku keseharian, juga dapat
dijadikan menu pembelajaran yang memang dirancang secara khusus, misalnya dalam
bentuk pembacaan buku-buku cerita dengan tema kepedulian, atau kunjungan dan
kegiatan life skill.
Seorang
anak akan belajar dari melihat bagaimana orangtua/ pendidik/guru bereaksi atas
situasi tertentu. Bila orangtua/pendidik/guru menunjukkan empati pada anak, saat dia terluka atau sedih, maka anak akan
belajar dari hal ini dan mulai menunjukkan empati kepada orang lain. Bila orang
tua/ pendidik/guru membantu orang lain, anak / siswa juga akan segera belajar mengulurkan tangan
dan membantu orang lain. Tumbuhkan kepedulian anak dengan cinta dan kasih
sayang, ajarkan kepedulian dan kasih sayang pada anak dengan contoh dan
ketauladanan, serta selalu berkomunikasi secara positif dengan anak.|| Umi Faizah, S.Ag., M.Pd, Ketua STPI
Bina Insan Mulia Yogyakarta, Konsultan Pendidikan Anak Usia Dini
sumber gambar : ikpkinquality.blogspot.com
sumber gambar : ikpkinquality.blogspot.com
Post a Comment