Wisata Bencana



“Bukan Untuk Dilihat, Bukan Tontonan” demikian bunyi tulisan spidol pada sobekan dos. Peringatan ini tertempel di ujung sebuah gang masuk perkampungan lembah kali Code kota Jogja, yang baru saja kering dari rendaman bencana banjir. Berbeda terjadi di tempat lain. Di  depan gang masuk dusun Bronggang, Cangkringan, Sleman, sekelomok pemuda mempersilakan orang masuk Bronggang untuk melihat kondisi pasca diterjang lahar sambil menunjukkan “kotak amal” di depan gang.
Sejak seminggu setelah erupsi Merapi hingga ditulisnya kajian ini banyak orang berdatangan dengan berkendaraan sepeda motor atau mobil berplatnomor AB atau AD. Kebanyakan adalah para bapak yang mengajak istri dan anak-anaknya. Meskipun Polisi atau Tentara masih menjaga, melarang mengunjungi wilayah Zona Bahaya tetapi mereka banyak yang lolos melalui jalan-jalan tikus. Mereka penasaran ingin menyaksikan karena pemberitaan di media massa yang kadang lebih “dahsyat” dari kondisi sebenarnya. Mereka memanfaatkan waktu senggang atau hari libur untuk berwisata di daerah bencana.
Boleh berwisata, tetapi mengunjungi daerah bencana tidak seperti mengunjungi tempat orang bergembira. Janganlah kita bergembira di atas bencana yang menimpa saudara-saudara kita.  Jika rasa penasarannya tinggi dan harus mengunjungi tempat bencana bersama keluarga, apa yang harus disiapkan. Yang pertama adalah meletakkan tujuan “wisata”, yaitu untuk meningkatkan kualitas akidah. Ingin membuktikan, melihat dengan mata kepala sendiri bukti surat ar-Rum : 41 dimana Allah Subahanahu Wa Ta’ala memberikan bentuk ujian atau azab berupa kerusakan di darat dan di laut yang disebabkan karena tangan manusia.
Kedua, kekaguman yang ditangkap oleh mata, masukkan ke hati dalam bentuk kebesaran Allah Subahanahu Wa Ta’ala. Bagi Allah tidak ada yang tidak mungkin. Yang dilihat mata adalah nyata yang telah meniadakan ketidakmungkinan. Sampaikan kepada Anak. Bagaimana gambaran kondisi sebelumnya, kemudian apa yang terjadi di sana. Itulah kehendak Allah. Para korban di sana tidak menyangka bahwa yang demikian bisa terjadi. Bagi orang mukmin, inilah peringatan dan ujian dari Allah Subahanahu Wa Ta’ala. Dan bagi mereka yang ingkar, inilah azab-Nya.
Ketiga, jangan mengunjungi korban hidup jika tidak membawa sesuatu yang mereka butuhkan. Plakat di atas dos di depan gang masuk kampung Lembah Code adalah ungkapan ketidaknyamanan hingga kehinaan. Bayangkanlah jika kita sedang sedih karena suatu bencana kemudian orang-orang di sekitar kita hanya menyaksikan tanpa memberi pertolongan. Tentu ini akan menambah penderitaannya.
Keempat, menjelaskan bahwa Allah Subahanahu Wa Ta’ala menghendaki terjadinya demikian karena perbuatan fasad (kerusakan) yang dilakukan oleh manusia. Bisa perbuatan merusak yang berakibat langsung berakibat banjir. Bisa juga perbuatan merusak yang berakibat tidak langsung terkait, misalnya tindakan kemaksiatan. Dan bencana yang timbul tidak hanya menimpa mereka yang berbuat timbulnya bencana. Seperti membuang sampah sembarangan dan penebangan liar yang merusak, melainkan semua yang ada di daerah bencana sehingga bencana ini dapat berupa peringatan, ujian, atau bencana.
Kelima, menjelaskan manfaat di balik bencana yang terjadi agar anak tidak berkesan bahwa Allah Subahanahu Wa Ta’ala bersifat sewenang-wenang melakukan kerusakan. Bahwa Allah Subahanahu Wa Ta’ala memberikan ujian adalah untuk meningkatkan derajat hamba-Nya. Bahwa Allah Subahanahu Wa Ta’ala memberikan azab kepada segolongan manusia karena kesalahannya adalah menjadi peringatan bagi hamba-Nya yang lain. Bahwa Allah ‘Azza wa jalla memberlakukan sunatullah adalah tetap adanya agar bisa dipelajari dan dimanfaatkan. Semoga kita dapat mengambil hikmah dari bencana melalui kunjungan yang dilakukan.

Drs. Slamet Waltoyo, Kepala SD Islam Al Kautsar

sumber foto : wisata.kompasiana.com 
Powered by Blogger.
close