Bersikap Lembut dan Hangat



Salah satu cara untuk membangun wibawa guru adalah dengan membuat hati para siswanya menjadi terpikat dan tertawan. Oleh karena itu, guru harus berinisiatif untuk mengambil hati siswa dengan mengoptimalkan karisma diri dan performa kerja yang dia miliki. Hati yang sudah tertawan, akan membuat pemiliknya laksana tawanan yang siap untuk diminta dan disuruh. Ia akan selalu menurut dan akan jarang melakukan bantahan.
Mengambil hati tidak berarti selalu bermuka manis atau tidak pernah memberi hukuman sama sekali kepada para siswa. Ada banyak guru yang tetap disukai meskipun ia sering memberi hukuman atau teguran saat menjumpai pelanggaran. Jadi, hendaknya persoalan mengambil hati ini jangan sampai membuat guru merasa gamang ketika mau bersikap tegas dan memberi hukuman kepada para siswa.
Bersikap tegas dan memberi hukuman tidak akan berdampak negatif jika semua interaksi guru dengan murid sudah dilandasi dengan kasih sayang dan kelembutan. Ini memang hal klasik, tetapi inilah yang terpenting. Sebab Allah telah berjanji akan memberi kepada kelembutan, sesuatu yang tidak diberikan oleh-Nya kepada yang lain.
Seandainya ada guru yang merasa selalu gagal dalam mengatasi masalah, padahal sudah banyak pendekatan yang ia gunakan untuk mengatasinya, maka bisa jadi itu disebabkan karena ia belum optimal dalam bersikap lemah lembut. Ini yang menyebabkan Allah subhanahu wa taala belum memberikan jalan keluar.
Untuk mengingatkan kembali bahwa Islam betul-betul menganjurkan sikap lembut ini, saya akan mencoba mengingatkan Anda akan beberapa sabda Rasul terkait dengannya. Berikut adalah sabda-sabda beliau:
Aisyah ra berkata, ”Sesungguhnya kelembutan itu tidak melekat pada sesuatu, melainkan akan menjadi hiasan baginya, dan tidak akan dilepaskan dari sesuatu, melainkan akan memperburuknya.”
Dari Aisyah pula, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”Sesungguhnya Allah itu lembut dan menyukai kelembutan dalam semua urusan.” (HR. Muslim)
Kelembutan juga merupakan salah satu nikmat dan cinta yang diberikan oleh Allah kepada sebagian hamba-Nya. Ini merujuk pada sabda Rasulullah berikut, ”Apabila Allah menginginkan kebaikan pada suatu kaum, ia akan memasukkan kelembutan dalam diri mereka.” (HR Al-Bazzar).
Dari Abdullah bin Mas’ud ra., ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”Tidakkah kalian ingin kuberitahukan orang yang haram masuk neraka atau yang diharmkan baginya api neraka? Yaitu setiap orang yang selalu dekat dan lemah lembut.” (HR At-Tirmidzi dan At-Thabrani)
Kepada orang yang sedang mengemban urusan, Rasulullah juga bersabda, ”Ya Allah, siapa pun yang mengatur urusan umatku, lalu ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dirinya. Dan siapa pun yang mengatur urusan mereka lalu ia bersikap lembut terhadap mereka, maka santunilah mereka.” (HR. Muslim dari Aisyah).
Nah, guru adalah orang yang sedang diberi amanat untuk mengatur urusan anak-anak. Dan anak-anak adalah umat Rasulullah. Maka jika guru bersikap lembut terhadap anak, dia termasuk dalam golongan orang yang didoakan oleh Rasulullah supaya Allah menyayangi dan menyantuni mereka.
Tidak ada sesuatu yang perlu dipertentangkan antara kelembutan dengan kewibawaan. Ada sebagian orang yang menganggap jika ia terlalu lembut dengan anak, maka wibawanya akan hilang. Padahal, justru kedekatan dan kelembutanlah yang akan semakin menambah wibawa para guru di hadapan para muridnya.
Jika Anda belum yakin, mari kita renungkan sabda Rasul dalam hadits hasan berikut ini.
”Barang siapa melihatnya secara tiba-tiba, ia akan terlihat berwibawa. Dan barang siapa mengenal dan bergaul dengannya, niscaya ia akan menyukainya.” (HR At-Tirmidzi) || 

Abdullah Munir, penulis buku Spiritual Teaching, Yogyakarta.
sumber gambar : elsunnah.wordpress.com

Powered by Blogger.
close