Dulu, Indonesia Terkenal Bangsa Ramah
Pada
tahun delapan puluhan ketika kami tinggal di Perancis sebagai karya siswa, masyarakat
di sana mengenal kami, orang Indonesia, sebagai bangsa
yang ramah, sopan, toleran dan mempunyai rasa persaudaraan yang kuat. Penerimaan
mereka terhadap kami cukup baik. Mereka menghormati keberadaan kami, terutama mereka yang pernah
berkunjung ke Indonesia, baik sebagai pekerja maupun sebagai turis. Komentar
mereka selalu sama, Indonesia itu sangat indah pemandangannya, orang-orangnya
ramah, bersahabat dan murah senyum. Bahkan
sikap baik mereka ini bisa berbeda ketika mereka berhadapan dengan orang asing
yang berasal dari negara lain.
Meskipun
negara Indonesia jauh lebih besar dibanding Perancis, baik dari luas maupun
jumlah penduduknya, namun mereka banyak yang tidak tahu di mana letak Indonesia. Kami pernah
punya pengalaman yang berkesan dan sekaligus membuat perasaan sedikit “dongkol”.
Suatu saat saya dan istri berbelanja di supermarket Euromarche – St.Sebastian, Nancy. Ketika kami sedang antri di kasir,
dari belakang sepasang suami-istri yang usianya jauh di atas kami datang akan antri
juga. Untuk menghormati mereka, kami mempersilahkan mereka duluan antri di
depan. Sambil mengucapkan merci
mereka menanyakan asal negara kami. Kami jawab dari Indonesia dan pertanyaan
selanjutnya, Indonesia itu dengan Bali sebelah mananya? Dekat atau jauh? Dengan perasaan sedikit dongkol kami jelaskan
bahwa Bali itu hanyalah salah satu dari 17 ribu pulau yang ada di Indonesia. Haah..incroyable! ..
mereka kaget. Kami yakin
bahwa mereka berdua hanya salah satu contoh sekian banyak orang asing yang
lebih mengenal pulau Bali dibanding Indonesia pada saat itu. Tidak mengapalah yang
penting mereka mempunyai kesan bahwa orang Indonesia ramah-ramah.
Namun
apa yang terjadi pada masyarakat Indonesia saat ini? Dalam kurun waktu tiga dekade, karakter
masyarakat sudah mulai bergeser. Terutama nampak pada anak-anak muda,
kepedulian terhadap yang lain mulai luntur. Keramahan berkurang, terutama masyarakat kota, mereka cenderung memikirkan diri
sendiri. Hal ini dapat dilihat sepintas bagaimana mereka berperilaku di jalan
raya, karena karakter suatu masyarakat dapat dilihat dari perilaku mereka di
jalan raya. Etika berlalulintas dilanggar seenaknya. Sudah jelas bahwa merekalah yang melanggar rambu-rambu lalulintas, ee..
malah mereka yang marah-marah ketika berpapasan dengan yang lain. Perangai anak-anak
muda
atau remaja juga
semakin tidak terkendali. Hampir setiap hari media massa menampilkan peristiwa-peristiwa yang diakibatkan oleh pergeseran
tersebut. Tawuran tidak hanya terjadi di lapangan sepakbola antar supporter, namun perkelahian antar
pelajar juga terjadi di sekolah bahkan di jalan. Yang sangat menyedihkan lagi,
sekelompok mahasiswa yang sering mendeklarasikan diri sebagai generasi penerus cita-cita
perjuangan bangsa juga melakukan tawuran di kampus, dan kejadian ini berlangsung
di kota yang basis religinya dikenal cukup kuat. Berita serang-menyerang antar
warga kampung juga mewarnai berita di media massa. Aparat keamanan harus turun untuk melerai mereka. Sering sekali pemicu
dari peristiwa-peristiwa ini berawal dari sesuatu yang sangat sepele. Saat ini masyarakat
mudah sekali di”kompori”, mereka tidak mampu atau tidak mau berpikir jauh ke
depan.
Saya
tidak bisa membayangkan lagi, bagaimana komentar masyarakat dunia yang selama
ini mengagumi keramahan dan persaudaraan masyarakat Indonesia. Yang sangat
memprihatinkan lagi, mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim, lalu sejauh
mana Islam diimplementasikan sebagai
way of life kita. Marilah kita
tekankan pada anak-anak kita, betapa pentingnya rasa persaudaraan. Dalam Islam, persaudaraan selain
dipakai sebagai salah satu ukuran kualitas ketaatan seseorang terhadap ajaran
Allah Ta’ala dan
Rasul-Nya, juga merupakan salah satu kekuatan untuk memperkokoh kebersamaan. Rasa
persaudaraan yang kuat dapat memberikan dorongan pada kita untuk memperkecil
permasalahan, mengabaikan atau bahkan menghilangkannya.||
Prof Dr Indarto, DEA
Sekretaris Majelis Guru Besar Univ. Gadjah Mada Yogyakarta
Post a Comment