Dunia Sekolah : Pembelajaran Efektif (1)
Oleh : RUA Zainal fanani
Bu
Mimin tampak bersungut-sungut.Wajahnya menguratkan rasa kesal dan kecewa.
“Sebaikanya anak kita pindah sekolah saja, Bi. Entah apa kerjanya guru-guru
sekarang ini.Anak-anak dibiarkan ribut dikelas.”Katanya, “Sekolah kelihatan
tidak tertib. Sejak kepala sekolahnya diganti yang baru, mutunya kelihatan
merosot sekali, katanya sekolah bagus!” ujarnya kemudian.
Pak Nandang,
Suami Bu Mimin, mengernyitkan dahi. Akhir-akhir istrinya sering bersikap
uring-uringan. Penyebabnya, sekolah tempat Anissa putri semata wayangnya,
belajar dirasakannya semakin semrawut. “Banyak anak berkeliaran diluar kelas
yang didalam kelas juga pada ngobrol sendiri-sendiri. Padahal aku lihat,
gurunya ada di situ. Kok ya dibiarkan
saja, “keluhnya. “Anehnya, Sekolah ini malah sering dikunjungi sekolah lain
untuk study banding. Kepala sekolah sering diundang untuk menyampaikan
pelatihan diberbagai forum. Apa nggak salah?”.
Rupanya Bu
Mimin tidak mengerti, saat ini sedang terjadi perkembangan dalam pengelolaan
proses belajar mengajar di sekolah. Secara pelan tapi pasti, para guru dituntut
untuk mengubah cara mengajar cara lama, dimana para guru berbicara sepanjang
waktu dan siswa diam seribu bahasa, sehingga membuat suasana sekolah mejadi sunyi,
ternyata berdampak kurang munguntungkan bagi perkembangan life skill siswa. Yang
paling menonjol adalah rendahnya kemampuan berkomunikasi siswa-siswi kita.
Paulo Freire seorang tokoh pendidikan yang kritis, memberi nama gejala ini
sebagai kebudayaan bisu. Yang semakin pandai berbicara dan mengembangkan pesona
komunikasi malah para gury, bukan siswa. Akibatnya, harus tampil menjelaskan
ini itu, dsb. Ada
yang sampai bercanda, “Dari pada disuruh ngomong
didepan umum, lebih baik aku dicekik saja. ”Dimasa lalu, model pembelajaran
sekolah-sekolah memang kurang memperhatikan ketrampilan komunikasi ini.Padahal,
dalam hidup, dilingkungan keluarga, dimasyarakat maupun di tempat kerja
manapun, kemampuan berkomunikasi adalah ketrampilan yang sangat dibutuhkan.
Pada umumnya,
karena guru terus mendominasi pembicaraan, siswa cenderung hanya pasif,
mendengarkan sendiri. Mereka mengembangkan cara-cara belajar yang bersifat
individualistis. Sekalipun dikelas para siswa belajar bersama dengan
teman-temannya, namun ternyata mereka belajar sendiri-sendiri. Padahal,
kemampuan bekerja sama, berkolaborasi, saling mendukung adalah salah satu
ketrampilan masyarakat yang sangat penting. Dalam bekerja sama tersebut mereka dituntut untuk
melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab, belajar merencanakan
melalui musyawarah , belajar dan menselaraskan pendapat-pendapat, belajar dan
menerima perbedaan pendapat dengan cara yang baik, dsb. Karena tidak cukup
dilatih, para siswa kita tumbuh pribadi yang kurang sensitif dalam membangun
kepedulian, rasa tanggung jawab, disiplin dan mengembangkan motivasi untuk
berbagi.
Ketrampilan
yang relatif kurang berkembang dengan model pembelajaran lama adalah
ketrampilan manajerial dan gkapan ketrampilan kepemimpinan. Ketrampilan
kepemimpinan hanya dapatberkembang apabila dikelas ada kelompok-kelompok yang
menuntut adanya koordinasi, pembagian tugas, dsb.Bagaimana ketrampilan ini bisa
berkembang bila sepanjang hari guru terus berbicara dan mendominasi kelas?
Praktis, dialah terus menerus menerus memimpin kelas. Pengurus kelas yang
dibentuk hanya melakukan tugas-tugas rutin seperti : menghapus papan tulis,
mengambil perlengkapan administrasi pelajaran, piket kebersihan, menyampaikan
pengumuman-pengumuman dari sekolah, dll. Ini sungguh ironis, mengingat
ditengah-tengah lebih dari 200 juta penduduk negara kita, kita saat ini
mengalami krisis kepemimpinan yang berkualitas. Di segala waktu dan tempat kita
memang membutuhkan manusia-manusia yang memiliki kualitas kepemimpinan yang
memadai dan itu seharusnya dimulai dari kelas-kelas di sekolah kita.
Berbagai
keterampilan hidup penting yang disebut diatas biasa disebut sebagai Generik Life Skill. Maknanya
keterampilan hidup yang seharusnya dikuasai semua orang. Jadi, di sekolah semua
guru, apapun mata pelajaran yang diampunya, harus menggunakan pendekatan yang
dapat menumbuhkan berbagai ketrampilan hidup seperti yang disebut diatas.
Dengan pendekatan lama, para guru kita cenderung hanya memperhatikan materi
pelajarannya saja. Yang penting siswa mengerti dan dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan dalam tes evaluasi, lalu nilainya baik. Bagaimana dengan
karakter siswa? Itulah yang masih kurang mendapatkan perhatian.
Kini mulai
disadari, Generic Life Skill dan
karakter positif siswa hanya dapat terbangun melalui kegiatan pembelajaran yang
memaksa siswa berkegiatan, berinteraksi dengan teman-temannya bekerja sama,
saling berkomunikasi, dsb. Siswa harus dibuat sibuk bukan hanya bengong
mendengar ceramah guru. Itulah yang sering dibahasakan sebagai Student Centered Learning, pembelajaran
yang berpusat pada siswa bukan guru. Siswa harus berperan aktif mereka adalah
subyek belajar. Siswa belajar dengan melakukan berbagai aktifitas yang dinamis.
Dulu banyak
orang mengira, ilmu hanya dapat dikuasai dengan baik apabila siswa duduk dengan
tenang, diam, mendengarkan dengan penuh perhatian, mencatat tanpa berisik, dsb.
Ternyata kini mulai disadari, ilmu justri akan berkembang dan terpatri dibenak
siswa apabila mereka berdiskusi dengan penuh semangat, berbicara, mengamati, dan
mencoba. Pokoknya tidak diam seperti hantu di pojok kuburan. Memang ada kalanya
siswa perlu mendengarkan penjelasan guru, tapi porsinya sedikit saja, guru
bukanlah satu-satunya sumber informasi. Siswa harus mulai disadarkan bahwa
salah satu hikmah dari bersekolah adalah keluasan ilmu yang terbentang di alam
semesta ini, yang dapat mereka pelajari dari berbagai sumber belajar. Mereka
harus berlatih menemukannya di buku-buku, mereka dapat memperbincangkan
fenomena dengan teman, menanyakan pada
orang-orang yang kompeten, mengamati dan menyimpulkannya sendiri, dsb. Mulut
guru hanya satu. Kalau mulut yang mungil itu dijadikan satu-satunya sumber ilmu
disekolah, alangkah kasihannya guru-guru kita. Dan itu jelas tidak benar.
Kini
Bu Mimin mulai mengerti, “Kepala Sekolahnya Annisa ternyata hebat ya BiI
Ujarnya pada Pak Nandang, suaminya. Pak Nandang tersenyum. Tak sia-sia ia
memberikan pengertian pada istrinya.
Dunia
banyak berubah. Para guru dan dunia
pembelajaran di sekolahpun harus pandai menyesuaikan diri dengan tanda-tanda
jaman, jadi suasana hening biarlah untuk acara mengheningkan cipta saja.
(Ilyas).
sumber gambar : gege-bl.blogspot.com
Post a Comment