Dunia Sekolah : Tujuan Belajar (4)



RUA Zainal Fanani

“Assalamu’alaikum, Pak Ruslan …!” Terdengar teriakan yang cukup keras dari luar rumah.
Pak Ruslan dan Bu Ruslina yang baru saja menyelesaikan tadarus Alqurannya selepas shalat Isya’ tentu saja agak terperanjat. Mereka saling berpandangan. “Kalau mendengar suara kok seperti Bu Ilham, Bi …”
Pak Ruslan mengangguk tanda setuju. “Ada apa, ya? Tadi sore kan sudah ke sini …” Bu Ruslina bergegas menuju ke ruang tamu dan membuka pintunya. “Wa’alaikumus salam …, subhanallah, ada tamu istimewa rupanya …” sambutnya sambil mempersilahkan Bu Ilham masuk ke rumah. “Sore tadi katanya pergi dengan Abror membeli buku …”
“Betul Pak Ruslan. Baru saja saya pulang. Abror sekarang di rumah sedang asik membaca. Saya, setelah shalat terus ke sini lagi. Meneruskan belajar tadi sore yang belum tuntas … Boleh kan, Pak?”
Pak Ruslan tersenyum lebar. “Saya benar-benar kagum dengan semangat belajar Bu Ilham yang sangat tinggi. Subhanallah, luar biasa!”
Seperti biasa, bila Bu Ilham dipuji oleh Pak Ruslan, segera saja bibirnya dimonyongkan sambil memejamkan matanya. Ini memang sudah menjadi ciri khas Bu Ilham.
“Iya, Bu Ilham ini memang luar biasa. Saya jadi ngiri dan cemburu lho, Bu ..” sahut Bu Ruslina yang tiba-tiba muncul. “Bercanda lho, Bu …”
Bu Ilham tertawa terkekeh. “Saya datang untuk meluruskan Pak Ruslan. Selama di toko buku tadi, saya merasa ada yang mengganjal di pikiran saya. Saya cari-cari .., baru ketika pulang tadi saya ingat. Ada yang salah dalam pejelasan Pak Ruslan tadi sore. Makanya saya buru-buru ke sini …”
Pak Ruslan dan Bu Ruslina saling berpandangan. Pak Ruslan mengernyitkan dahi.
“Sore tadi Pak Ruslan kan bilang, tujuan belajar ranah kognitif yang ketiga adalah analisis. Saya kok tidak yakin, Pak?”
“Saya bilang begitu tadi sore?” Pak Ruslan kembali mengernyitkan dahi. Sementara Bu Ruslina masih saja bengong.
“Memang saya yang bertanya, Pak. Apa analisis adalah tingkatan ranah kognitif yang ketiga? Pak Ruslan mengangguk dan mengacungkan jempol. Setelah saya ingat-ingat, kan analisis itu tingkatan yang keempat, Pak?”
Sambil tersenyum Pak Ruslan mengacungkan kedua jempolnya sekaligus. “Benar sekali. Saya yang khilaf …”
“Subhanallah. Daya ingat Bu Ilham memang bagus sekali …” celetuk Bu Ruslina. “Bu Ilham masih ingat urutannya?”
“Ya jelas ingat. Seiap kali saya meneria kuliah dari guru besar saya, Pak Ruslan, saya selalu mengingat-ingat dan menghafalkan. Yang pertama : pengetahuan, kedua : pemahaman. Yang ketiga … seingat saya kan penerapan. Baru yang keempat analisis. Kelima dan keenam sintesis dan evaluasi ..! Kalau salah saya ditegur lho, Pak …”
“Bu Ilham sudah benar. Malah saya yang khilaf. Ranah kognitif yang ketiga memang penerapan …”
“Lha yang ini belum diterangkan Pak Ruslan. Penjelasannya bagaimana, Pak?”
Pak Ruslan tersenyum. Siswa dikatakan telah mencapai tujuan belajar ranah kognitif tingkat ketiga, penerapan, bila ia telah mampu menerapkan informasi atau konsep yang disampaikan guru untuk situasi yang baru …”
“Contohnya?” Tanya Bu Ruslina, rupanya Bu Ruslina ikut penasaran juga.
“Contohnya, siswa mendapat informasi dari guru tentang konsep waktu atau jam. Lalu siswa dapat menggunakan pemahamannya tentang konsep jam itu untuk menentukan waktu-waktu shalat. Siswa menerima informasi tentang panas. Lalu ia menerapkannya untuk melelehkan lilin, dsb. Tentu saja, ada konsep yang sederhana ada pula yang rumit. Kalau pelajarannya masih untuk anak SD, ya konsep-konsep yang disampaikan guru ya masih sederhana. Kalau di SMA yang jelas semakin rumit. Misalnya, ia memperoleh informasi tentang konsep fisika tertentu, lalu ia gunakan konsep itu untuk membuat bel rumah, untuk merancang rumah, dsb”. “Mestinya di sekolah anak-anak diarahkan sampai ke tingkatan itu, ya Pak. Bukan hanya hafalan saja. Belum tentu ia paham dan bisa menerapkannya untuk kehidupan sehari-hari ..”.
“Memang seharusnya begitu. Tapi belajar kan tidak hanya di sekolah. Di rumah juga belajar. Kita seharusnya juga begitu. Kita berikan ilmu kepada anak-anak kita dalam ranah kognitif jangan hanya tingkat pertama. Bila perlu, sampai tingkat keenam tingkat yang tertinggi …”
“Ya … ya … ya, yang keempat jadinya tetap analisis ya Pak?”
“Betul. Ini sudah saya terangkan tadi sore ..”
“Maaf ya Bu Ruslina. Kalau Bu Ruslina belum paham nanti tanya sendiri setelah saya pulang …” kelakar Bu Ilham sambil memonyongkan bibirnya.
Bu Ruslina hanya tersenyum.
“Langsung tingkat kelima Pak!”
“Tingkat kelima adalah …”
Sintesis!!! Jangan salah lagi, Pak! Sergah Bu Ilham.
Pak Ruslan tertawa lebar. “Ini tentu lebih tinggi dari analisis. Soalnya sampai di tingkat ini siswa dituntut mampu mengkategorikan, memadukan dan mengkombinasikan suatu unsur konsep hingga tersusun suatu pola atau struktur yang jelas …”
“Contohnya …?” kembali Bu Ruslina yang menyergah.
“Contohnya, siswa bisa mengkategorikan konsep ini sebagai konsep apa. Konsep gelombang, misalnya. Lalu ia memadukannya dengan konsep suara, mengkombinasikannya dengan konsep satelit. Siswa itu lalu membuat struktur yag jelas tentang alat komunikasi seluler. Memang mulai agak rumit …”
“Tingkat keenam, yang tertinggi adalah evaluasi. Di sini siswa mampu menilai membentuk pendapat tentang suatu konsep, gejala dan informasi atau ceritera tertentu. Misalnya setelah mendapat penjelasan dari guru tentang cara membuat kue lalu ada siswa yang mengatakan bahwa cara seperti itu kurang efektif. Dengan bahan-bahan tertentu bisa lebih baik, dsb.
Bu Ilham tampak puas. “Tuntas sudah kuliah tentang ranah kognitif … Terima kasih ya Pak. Besok-besok saya mau belajar tentang ranah Afektif. Sekarang saya sudah lapar. Saya belum makan malam. Saya harus segera pulang …”
Bu Ilham langsung ngeloyor ke luar rumah. Dari jauh terdengar suaranya yang keras. “Assalamu’alaikum …!”

sumber gambar : sekitaremaja.blogspot.com
Powered by Blogger.
close