Dunia Sekolah : Tujuan Belajar (1)
RUA Zainal Fanani
Kalau sudah
mengenali pendidikan, perhatikan BU Ilham dan Bu Ruslina memang sungguh besar.
Bahkan, dua wanita yang sifatya bagai bumi dan langit itu juga tertarik ikut
seminar segala. Tapi, yang mengherankan, sepulang dari seminar Bu Ilham malah
tampak uring-uringan.
“Saya kapok
ikut seminar! Ngomong apa tadi ya penceramahnya, saya benar-benar tidak paham .
Mbok ya pakai istilah yang mudah dipahami … ikut seminar tidak tambah pintar,
malah tambah bodoh …”
Bu Ruslina
tampak sedih, Karena merasa bersalah. Soalnya, Bu Ruslina lah yang mengajak Bu
Ilham ikut seminar. Lebih sedih lagi, Bu Ruslina sendiri juga tidak bisa
membantu memudahkan pemahaman. Karena….,”Saya sendiri juga tidak begitu paham,
Bu…Maaf…”
Pak Ruslan
senyum-senyum melihat perilaku keduanya. Yang stu tampak gusar, yang satu lagi
tampak sedih.”Bagaimana seminarnya? Menarik?”
“Menarik
apanya, ak? Menarik becak!!!” sergah Bu Ilham sekenanya.
“Lho…lho…lho…
seminarnya tentang becak to…”goda Pak Ruslan.
Bu Ilham
semakin bersungut-sungut. “Bukan tentang becak, Pak, tapi tentang sinetron si
Doel..!
Meski sedih Bu
Ruslina toh merasa geli juga dengan jawaban-jawaban Bu Ilham yang
ceplas-ceplos.”Lho, apa hubungannya seminar tadi dengan sinetron si Doel, Bu…?”
“Bu Ruslina
tadi tidak dengar to. Pembicaraannya tadi kan nyebut-nyebut
nama Benyamin. Itu kan
nama pemain sinetron Si Doel yang sekarang sudah almarhum …”
Pak Ruslan dan
Bu Ruslina mengernyitkan dahi.
“Mungkin saja
beliau mencontohkan tentang proses belajar sendiri Pak Benyamin sebagai aktor.
Beliau kan
memang merangkak dari bawah. Belajar sendiri dengan tekun. Otodidak!” komentar
Pak Ruslan pakai istila sulit lagi. Oto … oto apa tadi?”
Pak Ruslan
kembali tersenyum. Memang susah berbicara dengan orang yang gusr. “Seingat
Ummi, tadi pembicara seminar memang menyebut–nyebut almarhum Pak Benyamin?”
Bu Ruslina
berusaha mengingat-ingat. Sebenarnya cukup susah juga, karena ia sendiri tidak
terlalu memahami isi seminar itu. Tiba-tiba mata Bu Ruslina membesar …”Oh Ummi
ingat sekarang, Kalau tidak keliru beliau tadi menyebut-nyebut nama Pak
Benyamin, terus dikait-kaitkan dengan kata-kata … ah apa ya, Ummi lupa lagi .
Itu lho yang ada dibuku rapornya Angga.Kan ada tiga nilai. Nilai apa itu, Bi…?”
Mendengar
sedikit penjelasan Bu Ruslina, Pak Ruslan kontan tertawa. “Saya mengerti
sekarang, Bu Ilham, pembicara seminar tadi tidak sedang berbicara almarhum
Benyamin Suaib yang menjadi bintang sinetron Si Doel Anak Sekolahan. Dia sedang
berbicara tentang Benyamin Bloom, seorang tokoh pendidikan yang terkenal …”
Bu Ilham dan
Bu Ruslina tampak bengong. Tapi Bu Ilham tersipu-sipu . “Hbis aya tidak paham
apa yang dibicarakan Pak … Pak Benyamin
siapa tadi? Itu bukan saudaranya Benyamin yang dari dari Betawi itu ya Pak?
“He…he…he..Yang
jelas dia bukan orang Indonesia .
Tapi memangnya hampir setiap guru yang belajar disekolah guru mengenal namanya.
Soalnya pemikiran-pemikirannya sangat berpengaruh diseluruh dunia. Terutama
pemikirannya yang berkaitan dengan klasifikasi tujuan pendidikan …”
“Kok bisa
terkenal begitu sih? Memangnya pendapatnya itu apa? Jawabannya nggak boleh pakai istilah yang
sulit-sulit lho Pak …”tanya Bu Ilham, dengan tidak lupa memonyongkan bibirya.
“Wah kalau ini
terpaksa harus pakai istilah–istilah baru. Sebenarnya tidak sulit. Haya, karena
baru, jadi terasa sulit. Yah, kita kan
sudah pernah ngobrol tentang hakekat belajar. Bu Ilham tidak perlu takut dengan
istilah-istilah baru. Dengan belajar, istilah yang tadinya belum dipahami Bu
Ilham, jadi dipahami …”
Meski agak
merengut, Bu Ilham tampak mengangguk-angguk. “Oke, saya mau belajar … Apa istilah barunya ….!”
Bu Ruslina
tampak geli dengan tingkah Bu Ilham yang sering memonyongkan bibirnya.
“Sebentar ya, Bu.Saya bikinkan minuman dulu … “
“Terimakasih,
Bu. Umtuk belajar istilah-istilah sulit …eh …istilah-istilah baru dari Pak
Ruslan memang membutuhkan segelas teh hangat. Syukur kalau ada kuenya….Ini kan perlu belajar
energi! Ya kan ,
Pak Ruslan?”
Pak Ruslan
tertawa, Bu Ilham memang selalu membuat suasana menggelikan.
“Pak Benamin
Bloom menyebutnya taksonomi. Istilah
ini dipakai beliau untuk menyebut jenis-jenis perilaku yang menjadi tujuan
pembelajaran yang harus dipakai oleh siswa. Bentuknya adalah klasifikasi
perilaku, yang sekarang dikenal menjadi tiga kelompok hasil belajar. Kelompok
hasil belajar itu beliau sebut ranah …
“Stop dulu,
Pak. Yang pertama tadi taksonomi. Yang kedua : ranah.Pa hubungannya dengan
Ranah Minang, Pak?”
“Ya …Ranah
Minang bisa kita artikan wilayah atau daerah Minang. Nah, ini juga sejenis
wilayah atau daerah, tapi dalam pencapaian hasil belajar siswa. Hasil belajar
siswa yang diharapkan kan
banyak sekali. Lalu dikelompokkan menjadi tiga wilayah saja, yang disebut ranah
tadi…”
“Ada tiga ranah?”
“Benar Ranah
pertama disebut ranah kognotif.
Ranah kedua ranah efektif.Dan ,
ranah ketiga : ranah psikomotorik …”
“Sebentar,
Pak. Saya kan
siswa veteran, jadi nggak gampang, ingat … Apalagi istilahnya baru-baru ….Apa
tadi? Kog..kogni…tif,a…a..afek,,,tif, terus .eh,…Aduh yang ketiga tadi apa,
Pak?
“Psikomotorik!”
“Oh iya… psikootorik…”Bu
Ilham tampak komat-kamit, dengan mata membelalak ke atas. Berusaha
menghafalkannya, Lho, seingat saya istilah-istilah ini ada di buku anak saya
Abror…”
“Memang benar.
Tadi juga yang dikatakan istri saya. Jadi di raport Abror dan Angga disebutkan
tentang 3 kelompok hasil belajar, yang oleh Pak Benjamin Bloom tadi disebut…”
“Ranah
…!!!”Sergah Bu Ilham dengan suara keras.
Suara itu
begitu kerasnya sehingga membuat Bu Ruslina yang muncuk membawa secangkir teh
dan dua potong pisang goreng sedikit kaget.
“Wah, Bu ilham
benar-benar murid yang cerdas …”ujar PakRuslan.
Tidak peduli
dengan pujian Pak Ruslan, Bu Ilham malah langsung mnyeruput air teh hangat dan
memotong dua potong pisang goreng yang disajikan Bu Ruslina.”Istilah- istilah
baru yang diajarkan Pak Ruslan membuat
saya benar-benar haus dan lapar …”
Pak Ruslan dan
Bu Ruslina tersenyum geli. Bila tak ada Bu Ilham, rumah mereka terasa sepi ….
sumber gambar : anneahira.com
Post a Comment