Malu Selalu Mendatangkan Kebaikan
Malu adalah sifat yang melekat
pada jiwa seseorang, yang menjadikannya mau bersusah payah melakukan hal yang
menjadikannya bagus dan indah. Juga,
menjadikan tidak sudi melakukan segala hal yang menyebabkan dirinya tercemar
dan buruk. Sehingga, bila kita melakukan sesuatu yangn bertentangan dengan
kemanusiaan, kita malu di hadapan orang banyak. Bila kita menjalani perbuatan
yang terlarang, kita akan malu kepada Allah.
Jika seseorang punya rasa malu, ia terlihat berjalan dengan cara yang baik.
Tidak terburu-buru yang tiada terpuji dan tidak pula terlampau cepat yang
tercela. Begitu pula ketika ia bicara. Hanya tentang kebaikan ia bicara dan
dengan cara yang bagus, adab yang baik, dan dengan ungkapan yang bernilai
tinggi sesuai kemampuannya.
Jika seorang tidak punya rasa malu, ia berbuat sekehendaknya. Tidak ada rem
yang mengendalikan gejolak jiwanya yang mengarah kepada keburukan. Tidak ada
penghalang yang merintanginya saat hendak melakukan kenistaan.
Rasulullah adalah sosok pemalu yang lebih pemalu daripada gadis dibalik
kelambu penutup ruang pingitannya. Beliau sangat enggan melakukan perbuatan
yang menjatuhkan keagungan dan kehormatan beliau di hadapan sesama manusia,
apalagi di hadapan Allah Sang Pencipta.
Tetapi, beliau tidak pernah merasa malu dan minder untuk membela kebenaran.
Beliau senantiasa bicara kebenaran dihadapan siapa saja.
Rasa malu beliau amat tampak dalam urusan yang akan merugikan dan mendhalimi orang lain.
Iman itu memiliki cabang berjumlah lebih dari tujuh puluh. Kalimat tauhid laa ilaha illallah
merupakan cabang tertingginya. Sedang menyingkirkan gamgguan dari jalan yang
digunakan muslimin berlalu lalang merupakan salah satu cabang terendahnya. Dan
malu merupakan salah satu cabang iman itu. Jika ia diperkuat maka menguatlah
imannya. Atau, jika iman seseorang itu menguat maka ia akan mempunyai rasa
malu. Demikian juga sebaliknya, orang yang mengabaikan rasa malunya akan
semakin melemah imannya. Atau, kelemahan iman terlihat juga pada tiadanya rasa
malu pada diri seseorang.
Jika seorang punya rasa malu, ia tidak akan bicara ucapan kotor menurut
orang banyak. Tidak pula mau melakukan perbuatan
jelek menurut orang banyak. Bahkan ia terlihat terhormat, tenang, dan tentram.
Demikianlah seharusnya seorang mukmin. Ia punya rasa malu dan tidak
bertindak gila-gilaan.
Rasa malu tidak boleh menghalangi seseorang untuk bertanya tentang hal
wajib yang dilakukan dalam agama ini. Karena tidak mau bertanya tentang hal-hal
yang wajib bukanlah termasuk cakupan rasa malu, tetapi merupakan kelemahan.
Perempuan Anshar adalah salah satu sebaik-baik perempuan. Mereka tidak merasa
enggan bertanya kepada Rasulullah tentang urusan yang mereka butuhkan. Ummu
Sulaim pernah mendatangi Rasulullah untuk bertanya. Ia berkata, ”ya Rasulullah,
Allah tidak malu dalam kebenaran. Apakah seorang perempuan wajib mandi janabat
jika ia ”bermimpi basah”? Maka beliaupun menjawab dengan gamblang,” Ya, jika
melihat adanya air mani. Pertanyaan ini mungkin memalukan bagi sebagian orang.
Tapi ummu Sulaim tidak malu untuk berusaha mengetahui urusan agamanya. Ia
berkeyakinan bahwa rasa yang menghalangi seorang mencari kebenaran adalah
tercela. Itu datang dari setan. Dan tidak sepantasnya disebut malu.
Malu merupakan salah satu materi pelajaran utama yang disampaikan oleh para
Rasulullah kepada umat manusia. Karena menanamkan rasa malu kepada seseorang
akan memberikan landasan kokoh bagi pembentukan kepribadiannya. Rasa malu akan
mendorongnya melakukan kewajiban dengan sebaik mungkin. Hatinya tak kuat untuk
meninggalkan dan melalaikan kewajiban. Demikian juga, rasa malu mencegahnya
berbuat keburukan. Hatinya tak kuat bila harus melanggar batas-batas keharaman.
Pembentukan rasa malu yang kuat ditentukan oleh pendidikan keimanan. Bila
kita berhasil memahami dan menghayati bahwa Allah maha Mengetahui, kita akan
merasa tak ada lagi tempat yang cocok untuk menyembunyikan perbuatan buruk.
Bila kita mengetahui dan meyakini bahwa Allah akan menghitung dengan cermat
semua amal perbuatan kita di hari akhirat kelak, jantung rasa berdegup teramat
kencang manakala berbuat kejelekan.
Pendidikan keimanan dan pendidikan rasa malu adalah sejoli yang sulit
dipisahkan.
R. Bagus Priyosembodo, Redaktur Majalah Fahma
sumber gambar : naufalsayang.blogspot.com
Post a Comment