Menghormati Penambal Ban


Karena ban mobil kami bagian belakang kanan kempes, maka saya berangkat ke kantor lebih pagi sekalian mampir ke jasa penambalan ban. Saat menunggu proses penambalan, ada sebuah mobil sedan cukup mewah tiba-tiba berhenti di depan jasa tambal ban. Pemilik mobil, tanpa keluar dari mobil dan tidak mematikan mesin, hanya dengan membuka kaca jendela yang depan kiri, memerintah penyedia jasa penambalan ban untuk menambah angin pada salah satu ban yang kempes.
Saya melihat pemandangan ini terasa tidak nyaman. Meminta pertolongan kepada orang lain dengan cara kurang menghargai, tanpa turun dari mobil, tanpa mematikan mesin, hanya dengan membuka jendela. Apakah hanya karena sekedar “penambal ban” sehingga pemilik tidak berusaha untuk turun dari mobil untuk menghormati tukang tersebut. Seandainya dia berhadapan dengan rekan bisnis atau rekan kerjasamanya yang akan bisa menghasilkan keuntungan jutaan rupiah, saya yakin pasti dia tidak akan bersikap seperti itu. Seandainya penyedia jasa tersebut menolak untuk menambah angin, apakah pemilik mobil tidak harus berjalan lagi sehingga ban mobilnya menjadi rusak.
Sebuah contoh ketidaksopanan yang harus saya ceritakan ke anak-anak, agar mereka menjauhi perilaku seperti ini.  Malam harinya, saat makan malam dengan keluarga, saya sampaikan kejadian tersebut ke mereka. Alhamdulillah, anak saya bungsu yang statusnya sebagai mahasiswa mempunyai kepekaan sosial. Si Bungsu berkomentar
: Oh..tidak turun dari mobil?, kalau itu sih tidak sopan... tidak etis”. Kakaknya menambahkan :  Tidak mematikan mesin lagi..”.  Akhirnya diskusi sambil makan malam berlanjut, masing-masing menceritakan pengalaman saat menjumpai hal-hal tidak pantas yang dilakukan oleh anggota masyarakat. Istri saya juga cerita ketika suatu saat melihat sebuah mobil mewah melintas di ring-road dengan kecepatan tinggi, tiba-tiba penumpang yang ada di kursi belakang membuka jendela, lalu membuang dua kulit pisang ke jalan lewat jendela. Betapa tidak etisnya kelakuan orang tersebut. Kalau dilihat kemewahan mobilnya, jelas mereka yang di dalam adalah orang kaya, yang mestinya orang yang pernah mengenyam pendidikan tinggi, orang yang berpendidikan, yang tahu betul mana yang pantas dan mana yang tidak pantas.
Namun kenyataannya lain, pendidikan sekarang kelihatannya tidak mampu lagi membentuk anak didik menjadi manusia seutuhnya. Anak-anak muda sudah semakin tidak peduli pada orang lain, semakin tidak toleran. Berbagai hasil penelitian dan survei juga memperlihatkan masyarakat Indonesia semakin cenderung tidak toleran, seperti yang dilakukan oleh sebuah lembaga kajian Islam, survei dilakukan di lebih dari dua ratus sekolah, baik swasta maupun negeri.
Melihat kecenderungan masyarakat seperti ini, kami semakin sering mengingatkan pada anak-anak untuk selalu berusaha peduli terhadap orang lain. Termasuk hal-hal kecil seperti ketika mereka naik kendaraan roda empat melewati jalan kecil, bukalah jendela mobil, sapalah mereka yang ditemui, apalagi sedang ada orang-orang yang duduk di depan rumahnya. Mengendarainya harus pelan-pelan jangan sampai mengganggu mereka, baik dengan gangguan suara maupun debu yang berterbangan.
Saat ini, masyarakat memang semakin tidak peka terhadap etika bahkan etik. Padahal dalam Islam sendiri, Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam telah memberikan keteladanan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam tatakrama menyapa. Seperti sabda Beliau “Orang yang berada di atas kendaraan mengucapkan salam kepada orang yang berjalan kaki, orang yang berjalan mengucapkan salam kepada orang yang duduk, dan orang yang sedikit mengucapkan salam kepada orang yang banyak”. Betapa indahnya keteladanan yang telah diberikan oleh Rasulullah, kewajiban kita sebagai orangtua, sebagai guru adalah meneruskan keteladanan tersebut kepada anak-anak kita. []
 
Prof Dr Ir Indarto, DEA
Mantan Dekan Fak Teknik UGM
Pemimpin Umum Majalah Fahma
Powered by Blogger.
close