Menjaga Rahasia


   
Sore itu saya dan keluarga kedatangan tamu yang mau menitipkan sejumlah barang untuk anaknya di Jerman. Anak kami yang paling besar bertanya,”Ayah, boleh tidak aku lihat buku itu?” Sebuah buku, sebagaimana yang disampaikan tamu kami, berisi rekam medis milik anaknya. Saya balik bertanya kepada anak saya,”Mbak Lia, kalau buku itu berisi daftar riwayat penyakit Mbak Lia, kemudian orang lain yang tidak berkepentingan membacanya, Mbak Lia mau ndak?” Anak kami yang paling besar kemudian menjawab,”Ndak mau, yah. Aku kan nanti jadi malu, ketahuan kalau aku dulu pernah menderita sakit ini itu.” ”Sekarang Mbak Lia tetap mau melihat-lihat isi buku ini?”, ”Ndak mau, yah. Itu kan rahasia.”
Ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk mengajarkan kepada anak-anak kita pentingnya menjaga rahasia. Kami sebagai orangtua tentu akan mengalami kesulitan besar mengajak anak kami untuk menjaga rahasia jika saat itu kami mengijinkan anak kami melihat-lihat buku catatan rekam medis milik anak tamu tersebut. Anak-anak kami tidak akan mampu menjadi pribadi-pribadi yang mampu menjaga rahasia karena mereka menyaksikan sendiri orangtua mereka adalah orang yang tidak bisa menjaga rahasia orang lain.
Kemampuan anak-anak kita untuk menjaga rahasia ditentukan sejauhmana orangtua mendukung proses belajar menjaga rahasia yang sedang dijalani oleh anak. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu’anhu bahwa “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendatangiku ketika aku sedang bermain-main dengan anak-anak yang lain. Beliau memberi salam kepada kami, lalu menyuruhku untuk suatu keperluan, sehingga aku terlambat pulang kepada ibuku. Ketika aku datang, ibuku bertanya, “Apa yang membuatmu terlambat?” “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku untuk suatu keperluan,” jawabku. “Apa keperluannya?” tanya ibuku. Aku menjawab, “Itu rahasia.” Ibuku pun mengatakan, “Kalau demikian, jangan kau beritahukan rahasia Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada siapa pun!” (HR Bukhari-Muslim). Sikap orangtua yang demikian sangat mendukung tumbuhnya kemampuan anak-anak menjaga rahasia. Anak mendapat penguatan dan pembenaran dari orangtuanya bahwa apa yang dilakukannya benar dan berharga.
Kemampuan anak-anak menjaga rahasia juga berhubungan erat dengan kemampuan orangtua untuk menumbuhkan alasan-alasan yang kuat dalam diri anak mengapa mereka perlu menjaga rahasia. Kita bisa menunjukkan kepada anak-anak kita bahwa kemampuan mereka menjaga rahasia akan menumbuhkan kepercayaan (trust) siapa pun yang berinteraksi dengan mereka. Siapa pun akan senang berinteraksi dengan anak-anak kita karena anak-anak kita bisa dipercaya dan diandalkan (amanah), dan ini semua merupakan kunci sukses utama dalam mencapai keberhasilan hidup. Anak-anak kita yang amanah membuat orang lain merasa aman berinteraksi dengannya karena percaya bahwa apa yang diamanatkan itu akan dipelihara dengan baik, serta aman keberadaannya di tangan yang diberi amanat itu.
Seringkali kemampuan menjaga rahasia yang diajarkan orangtua kepada anak-anaknya kalah pengaruhnya oleh pengaruh lingkungan yang tidak mendukung tumbuh suburnya kemampuan menjaga rahasia anak. Kebiasaan bergosip ria di kalangan anak-anak, remaja, dan orangtua, yang ditumbuhkankembangkan secara sempurna oleh media massa dan menjadi bagian dari industri media yang sangat menguntungkan, sangat mungkin membuat anak-anak kita mempertanyakan kembali arti penting penting menjaga rahasia. Mereka mendapati hampir semua orang yang ditemuinya bersuka ria dan tanpa rasa bersalah membicarakan rahasia orang lain. Yang lebih memprihatinkan, tentu ini yang harus kita usahakan dengan sungguh-sungguh untuk mencegahnya, adalah anak-anak kita menjadi pelaku utama dari kebiasaan membeberkan rahasia orang lain.
Proses pembelajaran dan internalisasi kemampuan menjaga rahasia yang dimiliki anak-anak kita akan semakin menghujam kuat dalam diri anak jika mereka meyakini bahwa Allah Subhanahuwata’ala Maha Menutupi (aib), dan mencintai orang-orang yang menutupi aib hamba-hamba-Nya. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Suatu aib seorang hamba yang ditutupi Allah di dunia, niscaya akan ditutupi Allah juga pada hari kiamat.”; ”Seseorang yang menutupi aib orang lain di dunia, niscaya Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat.”
Insyaallah nilai-nilai suci tersebut akan membuat anak-anak kita lebih tahan banting untuk secara bersungguh-sungguh dan terus menerus menerapkan kemampuan menjaga rahasia di dalam kehidupannya sehari-hari. Mereka tidak perduli apakah perilaku mereka didukung oleh lingkungan atau tidak, mendapat apresiasi atau tidak dari teman-temannya, mereka akan tetap menjaga rahasia karena mereka meyakini sepenuhnya perbuatan ini mulia dan dicintai  Allah Ta’ala.

Dr. Irwan Nuryana Kurniawan, M.Psi. Dosen Psikologi Universitas Islam Indonesia
sumber gambar : blog.its.ac.id
Powered by Blogger.
close