Sekolah Sehat untuk Anak
Masalah
kesehatan pada anak usia sekolah meliputi masalah kesehatan secara umum, penyakit-penyakit infeksi, gangguan
gizi, anemia, gangguan perkembangan, gangguan perilaku dan gangguan belajar.
Penyakit infeksi yang dapat menular di lingkungan sekolah adalah: Demam
Berdarah Dengue, Infeksi Tangan Mulut, Campak, Rubela (campak Jerman),
Varicella (Cacar Air/cangkrangen), diare, cacingan, gondong dan infeksi mata. Apabila ada anak
yang menderita penyakit yang ditularkan melalui kontak langsung atau
percikan ludah seperti campak, parotitis (gondong), cacar air, maka dia akan
menjadi sumber penularan di sekolah. Jadi harus dilakukan tindakan pencegahan
seperti mengistirahatkan anak dari sekolah untuk menghindari kontak dengan anak
lain yang sehat. Khusus penyakit yang disebarkan oleh nyamuk seperti demam
berdarah dengue, lingkungan sekolah yang dapat menjadi media perkembangbiakan
nyamuk seperti bak mandi, tempat sampah, vas bunga, kaleng bekas harus
ditiadakan.
Masalah
kesehatan lain yang banyak terjadi pada anak usia sekolah adalah anemia
defisiensi besi. Kejadian anemia pada anak usia sekolah di Indonesia masih
tinggi, mencapai sekitar 47,3 %, meliputi
46,4 % anak laki-laki dan 48 % anak
perempuan. Hal ini menunjukkan
anemia karena kekurangan zat besi ini
mempunyai dampak antara lain menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terkena
penyakit infeksi, gangguan tumbuhkembang, penurunan kemampuan belajar,
berbahasa dan kecerdasan.
Sekolah
merupakan tempat yang baik untuk ditanamkan perilaku. Anak sekolah adalah kelompok
umur yang peka dan mudah menerima perubahan. Anak sekolah juga berada dalam
masa tumbuhkembang sehingga mudah untuk dibimbing, diarahkan dan ditanamkan
kebiasaan hidup sehat.
Terdapat
tiga pilar untuk menciptakan sekolah sehat untuk anak. Pertama,
menciptakan lingkungan sekolah yang sehat. Lingkungan sekolah ini meliputi
lingkungan fisik dan psikososial. Yang termasuk lingkungan fisik sekolah adalah
gedung sekolah yang aman, pencahayaan dan ventilasi ruangan yang baik, sanitasi
dan air yang cukup, halaman sekolah yang bersih dan nyaman. Sedangkan
lingkungan psikososial meliputi guru dan staf sekolah yang mendukung dan dapat
menjadi role model / figure yang dapat
dijadikan teladan oleh anak.
Kedua, upaya pemeliharaan dan pelayanan kesehatan di sekolah. Sekolah dapat memberikan akses untuk
dilaksanakannya pelayanan kesehatan di sekolah, yaitu upaya penjaringan
penyakit, diagnosis dini, imunisasi serta pengobatan sederhana. Untuk
melaksanakan pelayanan kesehatan ini sekolah bekerja sama dengan puskesmas atau
dinas kesehatan.
Ketiga, upaya pendidikan
kesehatan yang berkesinambungan. Pendidikan kesehatan ini dapat diberikan
melalui kurikulum yang mampu meningkatkan sikap dan perilaku anak yang positif
terhadap kesehatan serta dapat mengembangkan berbagai keterampilan hidup yang
mendukung kesehatan fisik, mental dan sosial. Salah satu contoh pendidikan kesehatan
adalah penanaman perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di kalangan
sekolah. Contoh PHBS yang mudah
dilakukan tetapi efektif adalah kebiasaan cuci tangan dengan sabun.
Tiga pilar di atas dapat terlaksana jika ada kerjasama yang
baik dan koordinasi antara pihak
sekolah, anak didik, orangtua, masyarakat
sekitar sekolah, puskesmas maupun instansi terkait. Contohnya, bila di sekolah diajarkan perilaku
cuci tangan pakai sabun, maka orangtua juga menyediakan fasilitas cuci tangan
pakai sabun di rumah, sehingga perilaku anak akan lebih lestari.||
dr. Nur Laili Muzayyanah, MSc, SpA
Staf
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UII
Praktek
di RS Gramedika 10, Besi, Jangkang, Ngaglik, Sleman
Post a Comment