Berkata Jelas dan Mudah Dipahami
Kita senantiasa berkebutuhan untuk berkomunikasi
dengan orang lain. Ada begitu banyak kebaikan yang hanya kita bisa hasilkan
apabila berhubungan dengan orang lain. Untuk itulah, jika ingin sukses
menghasilkan kebaikan yang banyak maka wajiblah bagi kita meningkatkan keterampilan
diri dalam berkomunikasi. Keterampilan yang rendah dalam berkomunikasi
betul-betul akan memperlambat kesuksesan upaya menyampaikan maksud baik kita
kepada orang lain atau menerima maksud baik orang lain yang disampaikan kepada
kita.
Jika
berbicara dengan orang lain, seseorang hendaklah berbicara dengan kata-kata
yang jelas. Tidak terburu-buru dalam pengucapan kata dan kalimat. Tidak
menyembunyikan sesuatu yang mestinya ia jelaskan. Hendaklah ia mengusahakan
ucapan yang rinci dan jelas sehingga kawan bicara mengerti tanpa adanya
kesulitan dan hambatan yang berarti.
Tidak jarang kita saksikan orang yang bicara
dengan begitu cepat. Kata-kata yang keluar terdengar seperti orang bergumam.
Kawan bicaranya berkata, ”Apa yang baru saja kamu katakan?” Cara seperti ini bukanlah
cara yang baik. Tidak selaras dengan cara yang diajarkan dan dicontohkan Nabi.
Beliau mencontohkan dengan baik berbagai upaya berkata yang jelas dan indah
hingga mudah dipahami kawan bicara.
Aisyah memberi kesaksian tentang
cara berbicara Rasulullah. Pembicaraan Rasulullah adalah rinci. Tidak ada huruf
yang tumpang tindih dengan huruf yang lain. Tidak ada kalimat yang menjadi samar karena
bercampuran tumpang tindih dengan kalimat lain. Jika ada tukang hitung hendak
menghitung kata-kata yang beliau ucapkan niscaya ia akan bisa hitung kata-kata
yang terucapkan oleh lisan Nabi. Beliau begitu berhati-hati dan lihai dalam
bicara.
Demikianlah seharusnya kita bicara. Isinya
bermutu, pengucapannya jelas, indah, memahamkan pendengar dan mempengaruhi
kebaikan. Begitulah, maksud pembicaraan tercapai. Karena maksud pembicaraan
adalah memahamkan orang yang mendengarkannya. Jika ada cara yang memudahkan
pembicaraan dipahami maka itulah cara yang lebih baik dan lebih utama.
Pemilihan kata dalam bahasa yang kita gunakan
untuk berkomunikasi dengan suatu kaum begitu penting kita perhatikan. Agar
pembicaraan kita terasa terang dan jelas bagi pendengar. Tidaklah cukup seorang
pembicara berupaya mengucapkan kata-kata dengan jelas. Pendengar tetap saja
akan kesulitan jika kalimat yang terdengar, tersusun oleh kata-kata dari bahasa
yang ia tidak mengerti.
Sebagian pembicara tidak peka dan tidak menghayati
keadaan pendengar. Ia berbicara dengan gaya bahasa dan pilihan kata yang cocok
untuk suatu kaum padahal ia sedang bicara dengan kaum yang tidak pandai
memahami kata-katanya. Saat ia bicara dengan penduduk desa yang tidak lulus SD
atau SMP, tetap saja banyak istilah keinggris-inggrisan yang biasa ia gunakan
di forum diskusi para sarjana. Para pendengar terangguk-angguk tapi tidak paham
apa yang ia dengar. Ia dianggap pintar tapi maksud pembicaraannya tak tercapai.
Sebagian pembicara tidak fasih mengucapkan
kata-katanya. Tidak jelas hingga sebagian pendengar berkerut dahi dan
menduga-duga apa sebenarnya kata yang ia dengar.
Nabi mencontohkan pengulangan kata-kata hingga
tiga kali sebagai usaha untuk memahamkan pendengar. Jika sekiranya perkataan
sudah dipahami maka tidaklah perlu dilakukan pengulangan. Kita mendapati bahwa
sabda beliau di begitu banyak khutbah di hadapan berbagai kelompok masyarakat
tidak diulang-ulang pengucapannya. Tetapi jika pendengar belum paham karena
tidak mengetahui arti kata dengan baik maka beliau mengulangi hingga orang
tersebut paham. Atau jika disebabkan sulit didengar karena jarak ataupun karena
adanya kebisingan maka beliau mengulanginya.
Jika memberi salam, beliau ulang hingga tiga kali.
Tidak lebih dari tiga kali. Jika sudah mendatangi suatu rumah dan telah memberi
salam tiga kali namun tidak mendapat jawaban maka beliau pergi meninggalkan.
Demikian juga ketika meminta ijin untuk memasuki
rumah seseorang. Beliau mengetuk pintu dan meminta ijin tiga kali. Jika tidak
ada jawaban beliau pergi meninggalkan.
Begitulah upaya memperjelas pesan komunikasi
kepada kawan bicara. ||
Bagus Priyosembodo, Penulis Kajian Utama Majalah Fahma.
Post a Comment