Dari Mana Aku dan Adik Berasal Umi?
Seorang anak dengan wajah ceria menyambut
kedatangan sang ibu yang baru pulang dari rumah
bersalin. Baru saja sang ibu meletakkan si kecil, si sulung sudah mencecar dengan
berbagai pertanyaan.
“Umi mana adik baruku, lucu tidak Umi seperti adik temanku?” Sambil tersenyum, Umi merengkuh tangan sulungnya yang berusaha memegang adik di atas boks bayi
yang lebih tinggi dari dirinya.
“Subhanallah
kakak mau lihat adik ya? Lihat tuh
adik sedang bobok cantik kan
adiknya?” Si sulung melihat adik dengan seksama
dengan mata berbinar.
“Umi, adiknya lucu ya? Tapi coba, Umi buat adik laki-laki sepertiku nanti bisa kakak ajak main bola. Adik
perempuan kan sukanya main boneka?” Mendengar coletahan si sulung, Umi tersenyum.
“Alhamdulillah
adiknya lahir sehat dan Umi juga sehat, laki-laki atau perempuan sama saja kita harus bersyukur
untuk itu.”
“Umi, kok bisa adik ada di perut Umi? Apa aku dulu juga seperti adik meringkuk di perut Umi?” Mendengar pertanyaan putranya, sang ibu tersenyum
sambil mengangguk mengiyakan.
“Nak Rasulullah pernah berkata pada Abdullah yang
waktu itu masih anak-anak sepertimu bahwa Nuthfah berada di
rahim seorang perempuan 40 hari seperti keadaan semula tanpa berubah. Setelah
lewat 40 hari dia menjadi segumpal darah, kemudian menjadi segumpal daging,
kemudian bertulang. Jika Allah menghendaki kejadiannya sempurna, Allah akan
mengirimkan seorang malaikat kepadanya, lalu malaikat itu berkata kepada Allah: ”Wahai Tuhanku, apakah jenisnya laki-laki atau perempuan? Apakah nasibnya celaka atau beruntung? Apakah pendek
atau tinggi? Apakah cacat atau lengkap? Berapa rizkinya dan kapan ajalnya?
Apakah ia sehat atau sakit? Beliau bersabda: ”Kemudian semua itu dituliskan untuk yang bersangkutan.”Seseorang dari kalangan sahabat bertanya: ”Lalu bagaimana kedudukan amal kalau semuanya sudah seperti itu?” (Beliau bersabda) : ”Tetaplah kamu
beramal, karena setiap orang akan menuju kearah tujuan penciptaannya.” (HR.Ahmad dalam Al-Musnad II/3553).
Dengan berdecak kagum sang anak berkata,”Wah keren
ya Umi, Rasulullah kok tahu proses kejadian
manusia dalam perut?”
“Ya jelas, bukankah Rasulullah
kalau berkata itu dari Allah bukan dari nafsunya sendiri. Jadi apa yang menjadi
perilaku dan perkataan Rasulullah Muhammad SAW
harus kita contoh kalau kita ingin selamat dunia dan akherat. ” Jelas Umi.
Memberi penjelasan yang benar
Ketenangan dan kejernihan berpikir adalah hal tepat yang harus kita lakukan bila kita mendapat pertanyaan
yang menurut kita agak sulit menjawabnya.
Karena kesalahan dalam menjelaskan akan berakibat
buruk. Sebagaimana masalah akidah yang telah kita singgung pada pembahasan
sebelumnya.
Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak,
anak akan bertanya segala hal demikian juga dengan perihal kehadirannya di
dunia ini. Sebagai tanda anak cerdas mereka akan terus mengejar pertanyaan
sampai terpuaskan rasa ingin tahunya.
Keterampilan kita menjawab dan berdiplomasi
terhadap pertanyaan anak yang menyerempet wilayah ‘biru’ perlu kita kuasai.
Untuk menjawab pertanyaan anak kita sesuaikan dengan usia dan tingkat penalaran
anak.
Bila anak kita sudah akil baligh dan masih terus bertanya bagaimana sel sperma bisa bertemu dengan sel
telur sebagai cikal bakal anak manusia maka bisa kita jelaskan bahwa terjadi
seorang anak dalam rahim ibu harus
melalui proses perkawinan yang sesuai dengan tuntunan agama. Sedang ilmu yang mendalam tentang proses terjadinya manusia nanti akan
dipelajari pada kelas di atasnya.
Bila anak kita rasa belum cukup umur tapi terus
mendesak bertanya kita coba alihkan dengan membuat perumpamaan seandainya anak
kita itu segelas gelas kecil sedang ilmu yang ditanyakan sebesar teko besar
kalau dipaksakan untuk mengisinya akan tumpah dan kita beri harapan bahwa nanti
jika sudah waktunya ia akan mendapat jawabannya.
Yang perlu kita pahami bila kita
kesulitan menjawab pertanyaan anak jangan lalu menjawab sekenanya atau menakuti-nakuti dengan cerita tahayul . Jawaban akan lebih baik kita carikan dari Alquran dan Hadits nabi sebagaimana hadits di atas. ||
Tips menjawab pertanyaan sulit anak:
-
Bersikap tenang dan tidak reaktif.
-
Jawablah sesuai usia dan tingkat penalaran anak.
-
Tumbuhkan sikap tawadlu’ (rendah hati) anak dalam bertanya sehingga kebenaran yang dicari, sehingga arah hidup menjadi benar.
Sri Lestari, ibu rumah tangga, Yogyakarta
Post a Comment