Membelajarkan Kecerdasan Sosial



Pada suatu kegiatan pembelajaran, seorang anak berkata kepada guru, ”Bu guru, saya tidak memahami bagian ini ....” Guru itu tidak serta merta memberikan penjelasan kepada anak itu, melainkan berkata kepada anak-anak lainnya, ”Anak-anak, teman kalian ini mengalami kesulitan memahami materi. Ada yang bersedia membantu?” Pada kesempatan lain, guru itu juga berkata ”Anak-anak sekalian. Faiz, teman kalian, hari ini tidak masuk karena sakit. Yuk, kita doakan bersama-sama.” Dua ilustrasi itu secara sederhana menggambarkan bagaimana guru membudayakan kesadaran pada diri anak untuk berempati dan peduli pada kesulitan orang lain. Kesadaran demikian merupakan indikator kecerdasan sosial yang sangat penting dimiliki anak.
Apa itu kecerdasan sosial? Secara sederhana, kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain. Kecerdasan tersebut di antaranya meliputi kepekaan terhadap kebutuhan orang lain, kesadaran berempati atau merasakan kesulitan orang lain, dan kemampuan menempatkan diri pada situasi sosial tertentu. Kecerdasan sosial juga mencakup kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, berbagi ide, bernegosiasi, bertindak secara bertanggung jawab, dan sebagainya.
Setiap manusia memiliki potensi kecerdasan sosial. Secara naluriah, setiap manusia memerlukan kehadiran orang lain dalam kehidupannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala mendorong manusia untuk mengembangkan potensi kecerdasan sosial yang dimiliki, sebagaimana dinyatakan dalam Q.S Al-Hujuraat: 13, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia dengan beragam bangsa dan suku agar saling mengenal, saling berinteraksi. Di sisi lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala mencela manusia yang tidak mengembangkan kecerdasan sosialnya, yakni abai terhadap kesulitan orang lain, seperti anak yatim dan orang miskin (Q.S. Al-Ma’un: 1 – 7). Bahkan dalam ayat-ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkategorikan manusia demikian sebagai pendusta agama.
Seberapa pentingkah anak-anak perlu memiliki kecerdasan sosial? Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia sebagai pribadi yang utuh dengan berbagai potensi kecerdasan, termasuk kecerdasan sosial. Pengabaian terhadap salah satu jenis kecerdasan, misalnya kecerdasan sosial, akan menjadikan anak menjadi pribadi yang timpang. Mungkin, rendahnya kecerdasan sosial akan berdampak pada terciptanya generasi yang cerdas secara kognitif, tetapi sangat abai terhadap berbagai masalah sosial. Rendahnya kecerdasan sosial juga berdampak pada terciptanya generasi yang lebih mengedepankan bahasa kekerasan dalam menyelesaikan masalah daripada menggunakan bahasa yang santun dan beretika. Mungkin juga, rendahnya kecerdasan sosial akan berdampak pada terciptanya generasi yang egois, abai terhadap hak-hak orang lain, dan rela melakukan apapun asalkan tujuan tercapai meskipun harus menodai kehormatan orang lain. Jadi, seberapa pentingkah kecerdasan sosial bagi anak? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita sadari bahwa kesuksesan tidak hanya dimiliki oleh orang-orang yang jenius. Bahkan tidak sedikit orang-orang jenius yang memiliki kehidupan pribadi dan sosial yang memprihatinkan. Sebaliknya, tidak sedikit pula orang-orang yang berkemampuan biasa, tetapi memiliki kehidupan yang sukses.
Di manakah anak-anak mengembangkan kecerdasan sosial? Tempat yang pertama dan utama tentu saja adalah keluarga. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang harmonis dan tercukupi kebutuhan psikisnya cenderung lebih mudah mengembangkan kecerdasan sosialnya. Tempat berikutnya yang berpotensi untuk mengembangkan kecerdasan sosial anak adalah sekolah. Sekolah hendaknya diposisikan sebagai sebagai miniatur masyarakat dan laboratorium sosial, tempat di mana anak dapat mengembangkan kecerdasan sosialnya. Sekolah hendaknya tidak menjadi tempat yang mengasingkan anak dengan realitas sosial. Di sekolah, anak perlu mempelajari berbagai keterampilan sosial untuk mempersiapkan mereka untuk berperan optimal dalam kehidupan bermasyarakat.
Bagaimana cara membelajarkan kecerdasan sosial anak di sekolah? Pembelajaran kecerdasan sosial tidak harus dilakukan melalui mata pelajaran tersendiri, melainkan dapat terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran berbagai mata pelajaran sebagaimana diilustrasikan di awal tulisan ini. Kegiatan diskusi dapat pula dipandang sebagai cara yang efektif untuk membelajarkan kecerdasan sosial. Melalui kegiatan diskusi, anak dapat saling belajar dari sesamanya. Mereka dapat saling mengembangkan berbagai keterampilan sosial, seperti kesediaan berbagi, kesediaan menerima ide teman, kepedulian terhadap masalah yang dihadapi teman, berargumentasi sebelum kesepakatan diterima, dan sebagainya.
Mari kita sadari bahwa anak-anak juga akan belajar dengan cara mengamati dan meniru perilaku orang-orang di sekitarnya. Oleh karena itu, selain melalui kegiatan pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, memberikan contoh nyata bagaimana berperilaku santun dan beretika dalam berinteraksi akan menjadi cara yang efektif untuk membelajarkan kecerdasan sosial kepada anak. Bagaimana orang-orang dewasa di sekitar anak, termasuk orang tua dan guru, dalam bertutur kata dan berperilaku akan sangat menentukan kecerdasan sosial anak.
Demikianlah, menumbuhkan kecerdasan sosial anak demikian penting dilakukan. Upaya ini perlu dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan yang melibatkan berbagai pihak, terutama keluarga dan sekolah. Kita berharap, upaya ini berbuah pada terbentuknya generasi yang utuh, cerdas, cendekia, dan bernurani. || 

Dr. Ali Mahmudi, Dosen Ilmu Matematika Universitas Negeri Yogyakarta.

Powered by Blogger.
close