Pengulangan, Apapun Metode Pembelajarannya



Kesal, dalam hati Pak Hardi setelah mengoreksi hasil ulangan IPS murid-murid  kelas lima. Betapa tidak? Begitu menggebu Pak Hardi telah menjelaskan tentang Jenis-jenis usaha dalam bidang ekonomi. Telah memberi kesempatan luas kepada anak-anak yang belum faham untuk mengajukan pertanyaan. Telah menyuruh anak-anak membaca kembali bukunya di rumah. Atas usaha-usaha itu (sebelumnya) Pak Hardi yakin bahwa hasil uji kompetensi nanti akan melampaui KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).  
Namun hari ini (sekali lagi) hati Pak hardi “dibuat kesal” oleh hasil uji kompetensi. Rata-rata kelas hanya enam koma satu. Standar KKM 7,5. Bahkan lima anak diantaranya dapat nilai empat dan lima. Gerutu dalam hati Pak Hardi ;“Gimana sih anak-anak ini? Maunya apa? Apa sih kekurangan saya dalam mengajar? ”.  Atas kegagalan ini Pak Hardi menuding anak-anak sebagai biangnya. Pak Hardi merasa sudah cukup apa yang diberikan. Anak-anak kelas lima pun merasa soal-soal uji kompetensinya sulit. Tetapi ketika soal-soal itu dibahas kembali anak-anak manthuk-manthuk pertanda ia pernah mendapatkan keterangan itu dari Pak Hardi.
Barang kali bukan hanya Pak Hardi yang mengalami kejadian seperti di atas. Apa yang sebenarnya terjadi? Dan bagaimana menanggulanginya? Ruangan ini tidak cukup untuk menjawab keduanya dengan gamblang. Hal pertama yang perlu kita perbaiki adalah sikap Pak Hardi. Dimana ia menunjuk anak sebagai biang kegagalan pembalajarannya. Tidak demikian karena kegagalan ini dialami secara klasikal. Berbeda jika kegagalan hanya terjadi pada beberapa individu saja.
Yang sebenarnya terjadi adalah perbedaan persepsi, boleh dibilang kesalahpahaman antara Pak Hardi dan anak-anak. Pak Hardi merasa sudah memberikan semuanya tetapi anak-anak belum merasa menerimanya. Ibarat menuangkan air, Pak Hardi hanya melihat gayungnya yang penuh air tetapi tidak melihat sasaran wadah tampungannya. Setiap anak adalah wadah dan setiap wadah kondisinya berbeda. Maka bagaimana kita menuangkan air tentu saja harus memperhatikan perbedaan masing-masing individu. Tetapi dalam pembelajaran klasikal cara ini sulit dilakukan. Lalu bagaimana menanggulanginya?
Berdasarkan metode yang dilakukan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dalam memahamkan ajaran. Berdasarkan teori pendidikan. Dan berdasarkan fisiologi kerja otak. Kondisi diatas dapat ditanggulangi dengan pendekatan pengulangan. Pendekatan ini relatif bisa mengatasi perbedaan individual tiap anak. Karena diantara perbedaan individu anak bisa ditarik kesamaannya dan ditanggulangi dengan pendekatan pengulangan ini.
Rasulullah SAW sering mengulangi perkataannya sebanyak tiga kali. Ini dilakukan untuk memperkuat bobot materi serta untuk memperkuat ingatan orang yang diajak bicara tentang materi yang disampaikan tersebut. Konsep pendidikan mengatakan bahwa 2 x 4 lebih baik dari pada 4 x 2. Artinya makin banyak kalinya akan makin baik hasilnya. Sehingga dianjurkan bahwa materi ajar disampaikan sedikit-sedikit tetapi berulang dari pada belajar banyak tetapi tidak diulang. Secara fisiologis ternyata pengulangan akan memperbanyak dendrit dan mempertebal selaput akson yang keduanya akan memperkuat jaringan antar sel saraf. Hal ini berakibat memperkuat daya memori pada otak. Denrit dan akson adalah serabut-serabut yang menjadi penghubung antar sel saraf (neuron).
Apapun metode yang kita gunakan dalam pembelajaran di kelas maka pendekatan atau teknik pengulangan harus ada di dalamnya. Misalnya dengan metode diskusi, pengulangan dilakukan dengan cara; anak menyampaikan kesimpulan sebagai hasil diskusi. Kemudian Guru menyampaikan kesimpulan itu sebagai penegasan dan pada akhir pertemuan kita kembali menyampaikannya sebagai penutup. Demikian juga dengan metode inquiry. Jangan dianggap jika anak telah mendapatkan hasil maka semua anak sudah memahami apa yang didapatkan. Bisa juga sebagian diantara anak-anak hanya mengikuti prosedur pembelajaran inquiry dan tidak terlibat secara mental. Maka sangat perlu diadakan pengulangan sebagaimana dalam metode diskusi.
Teknik pengulangan meliputi dua hal yaitu pengulangan berurut dan pengulangan serentak. Pengulangan berurut adalah Guru menyampaikan hal yang sama dengan cara yang sama pada waktu yang berbeda. Misalnya seperti teknik di atas kemudian pada pertemuan selanjutnya diulang lagi sebagai prasarat saat membuka materi baru. Pengulangan serentak adalah Guru menyampaikan hal yang sama dengan teknik berbeda dalam satu waktu. Misalnya Pak Hardi menyampaikan tentang mata pencaharian bertani. Dalam satu waktu Pak Hardi menjelaskan secara lesan, menuliskan di papan tulis, menunjukkan gambarnya, dan ber-acting memperagakannya. Teknik ini untuk mengatasi kendala pembelajaran klasikal dengan anak-anak yang memiliki perbedaan individual dalam kecenderungan teknik belajar. Ada anak yang terkesan dengan tutur kata Pak Hardi dan ada anak yang terkesan dengan acting Pak Hardi. Dan sebagainya. Tentu akan lebih sempurna jika teknik pengulangan berurutan dan pengulangan serentak keduanya dilakukan. Insya-Allah Pak Hardi tidak lagi kesal dan menggerutu.

Drs. Slamet Waltoyo, Kepala Sekolah MI Al Kautsar Sleman Yogyakarta

Powered by Blogger.
close