Dunia Sekolah : Ciri Sekolah Efektif (2)
Bukan karena
pisang goreng dan the hangat buatan Bu Ruslina kali ini Bu Ilham muncul. Bu
Ilhamlah yang justru membawa satu bungkusan. “Tadi ada rapat Komite Sekolah.
Saya bawa pisang goreng karena saya yang menjamu konsumsinya. Ternyata saya
keliru, pagi tadi giliran Pak farhan. Yah, daripada mubazir, saya bawa kesini.
Mari kita nikmati bersama….”
Bu Ruslina
tersenyum lebar.”Jadi pisang goreng ini buatan Bu Ilham? Asti enak sekali…,” tukasnya.
“Ah pasti
tidak seenak buatan Bu Ruslina. Tapi buatan saya ada cirinya : gemuk-besar
kayak saya. Please, jangan dicela rasanya ya, Bu…”
“Oh, kami
yakin pisangnya pasti sangat enak. Boleh saya ikut mencicipi, Bu?” tanpa diduga
Pak Ruslan muncul. Tampaknya baru pulang dari mengajar.
“Please Pak
Ruslan, dengan senang hati. Bila Pak Ruslan makan pisang goreng buatan saya,
nanti kalau suatu saat diangkat jadi Kepala Sekolah, semoga punya kepemimpinan
yang kuat, dan sekolahnya bisa jadi sekolah efektif… He…He…he”
“Amien…” sahut
Bu Ruslina. Pak Ruslan tersenyum cerah.
“Wah, Bu Ilham
masih ingat juga obrolan kita tempo hari tentag sekolah efektif, ya…”
“Ya jelas
ingat dong. Malah, tadi pada rapat rutin pengurus komit sekolah, saya juga
menyampaikan tentang hal ini. Nah, sekarang, please, Pak Ruslan harus
menjelaskan tentang ciri sekolah efektif yang lain. Besok-besok, kalau ada
rapat lagi, saya kan
bisa menjelaskan kepada pengurus komite yang lain. Supaya saya kelihatan
pintar, Pak…, “ ujar Bu Ilham dengan nada menja. Tak lupa bibirnya
dimonyongkan.
Pak Ruslan dan
Bu Ruslina tersenyum lebar. Ada-ada saja.
“Baiklah, Bu.
Tapi sebelumnya saya ingin mengingatkan bahwa sesungguhnya pendapat para ahli
tentang ciri sekolah efektif ini berbeda-beda. Saya juga tidak ingat semuanya.
Tempo hari saya sudah menyampaikan salah satu cirinya, yaitu adanya
kepemimpinan kepala sekolah yang kuat…”
“Ya,. Lalu
yang kedua?” sergah Bu ilham dengan tidak sabar. Sambil berbicara diambilnya
sepotong pisang goreng yang amat besar, lalu dimasukkan dengan lahap kedalam
mulutnya…
“Yang kedua,
biasanya sekolah efektif mempunyai suasana yang tertib dan nyaman dalam
pembelajaran…”
“Maksudnya?”
tanya Bu Ilham dengan penasaran. Mulutnya penuh dengan pisang goreng, tapi
matanya menatap Pak Ruslan dengan penuh perhatian.
“Maksudnya,
para guru dikelas masing-masing mampu membuat para muridnya tertib. Mereka berdisiplin,
terkendali. Tidak banyak jam kosong. Kalau ada jam kosong, ada prosedur yang
baik untuk mengatasinya. Jadi, tidak ada waktu yang terbuang sia-sia. Selain
tertib, yang menjadi ciri penting sekolah efektif adalah suasana pembelajaran
yang nyaman. Guru mampu membuat para murid antusias dan senang ketika belajar.
Sikap guru menyenangkan, sehingga murid-murid pun belajar dengan gembira dan
penuh semangat. Terciptanya suasana pembelajaran seperti ini akan mendorong
terjadinya kualitas pembelajaran yang tinggi…”Pak Ruslan tampak sangat
bersemangat.
Sebaliknya, Bu
Ilham terus mendengarkan dengan penuh perhatian, namun mulutnya tak pernah
berhenti dari makan pisang goreng. Jadi, matanya penuh perhatian, mulutnya
penuh pisang gorng…
“ini
sebenarnya tantangan semua guru. Banyak guru yang menekankan pada suasana
tertib saja, tapi tegang, kaku, bahkan mungkin ketakutan. Tidak nyaman, kan ? Banyak siswa yang
stress, Ada juga
guru yang terkesan menekankan pada kenyamanan dengan cara yang kurang tepat.
Murid diberi kebebasan yang berlebihan, pengawasan kurang, kualitas soal
dikurangi, dsb. Nyaman si nyaman, tapi sering kurang tertib. Ujung-ujungnya
kualitas pembelajaran menjadi kurang bermutu…”
“Jadi?”
“Jadi…ya harus
dua-duanya. Tertib dan nyaman, untuk mewujudkan pembelajaran yang bermutu…,”
ujar Pak Ruslan.
“Terus?”
“Lebih baik
lagi bila suasana sekolah memang benar-benar mendukung. Fasilitasnya memadai,
tenang, asri, rindang, bersih, dsb.”
“Terus?”
Bu Ruslina
yang dari tadi memperhatikan Bu Ilham tidak dapat menahan geli. Bu Ilham terus
saja bertanya dengan pertanyaan-pertanyaan pendek, mendengarkan penjelasan Pak
Ruslan, tapi mulunya erus diisi dengan pisang goreng penuh-penuh, sehingga,
tidak dimonyongkan pun mulut Bu Ilham tampak monyong sendiri.
“Ciri tadi
antar lain didorong oleh ciri berikutnya, yaitu : mempunyai standar atau
harapan prestasi yang tinggi. Sekolah efektif benar-benar menargetkan para
murridnya memiliki kompentensi yang tinggi. Umumnya mereka tidak hanya puas
dengan prestasi biasa-biasa saja. Untuk ini semua komponen sekolah berupaya
semaksimal mungkin mendorong para murid agar dapat berprestasi secara optimal.
Sekolah siap membantu dengan berbagai pendekatan dan program. Bila perlu,
pendekatan-pendekatan dan program-progaram yang bersifat individual. Tidak
heran, meski standar murid yamg diterima pada awalnya sama dengan murid-murid
sekolah lain, prestasi murid-urid dari sekolah lain, prestasi murid-murid dari
sekolah biasanya jauh lebih tinggi. Dalam berbagi kompetisi mereka sering
unggul..”
‘Terus?”
Pak Ruslan
berhenti sejenak. Tersenyum. Begitupun Bu Ruslina….
“Ya, Terus?”
“Ini namanya
sekolah yang berorientasi pada tujuan maupun proses….’
“Maksudnya….
Proses pembelajaran diperhatikan dengan sungguh-sungguh agar berkualitas, tapi
hasilnya diharapkan juga tinggi.
Bu Ilham
tampak manggut-manggut. Tapi mulutnya terus saja mengunyah pisang goreng.
Setiap kali pisangnya habis, Bu Ilham mengambil lagi dari bungkusan yag
dibawanya.
Karena tak ada
pertanyaan dari Bu Ilham, Pak Ruslan terdiam.
“Aduh, please,
maaf, dari tadi kok saya sendiri kok saya sendiri yang makan pisang gorengnya.
Ayo, Bu Ruslina, Pak Ruslan.., “ ujar bu Ilham sambil ‘membongkar’ bungkus
pisang goreng itu. Tapi ….
“Astagfirullah….Maaf,
pisangnya kok tinggal dua potong ya. Berarti selama kita ngobrol, saya makan
berapa potongya. Berarti selama kita ngobrol, saya makan berapa otong? Gak
papa-lah yao ,
satu untuk Pak Ruslan, satu untuk Bu Ruslina. Tidak terlalu enak, tapi yang
penting gemuk-besar kayak saya…”
Bu Ruina dan
Pak Ruslan tertawa geli. Entah berapa potong pisang yang telah masuk melalui
mulut Bu ilham tadi.
“Wah, saya
kenyang sekali. Maaf sekali. Maaf,..untuk sementara ngobrolnya cukup dulu. Saya
harus pulang… Perut saya kekenyangan,” sergah Bu Ilham sambil berdiri. ‘teh
hangatnya yang untuk saya kapan-kapan saja ya, Bu. Assalamu’alaikum…”
Pak Ruslan
menjawab salam Bu Ilham, tapi Bu Ruslina hanya bisa melongo. Rupanya dari tadi
ia lupa membuatkan minuman untuk Bu Ilham.
RUA Zainal Fanani, Ketua Yayasan SPA Yogyakarta
Post a Comment