Keniscayaan Proses
Berapa lama Allah SWT menciptakan alam semesta? Tentang ini
Allah SWT berfirman dalam QS. Qaaf: 38 bahwa ”Sesungguhnya telah Kami
ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa ....”.
Lantas, kapan manusia mulai menghuni bumi? Apakah segera setelah bumi selesai
diciptakan? Ilmu pengetahuan mengungkap bahwa bumi telah diciptakan jauh berjuta
tahun sebelum manusia mulai menghuninya. Bumi mulai dihuni manusia ketika ia
telah nyaman, aman, dan siap untuk dihuni dengan segenap daya dukungnya.
Tentu kita tidak meragukan bahwa Allah SWT dengan
kemahakuasaanNya mampu menciptakan segala hal dalam sekejab. WAllahu a’lam, mungkin
Allah SWT ingin menunjukkan kepada kita bahwa segala sesuatu memerlukan waktu,
proses, dan usaha. Itulah sunnatulloh. Itulah keniscayaan. Keyakinan bahwa
segala sesuatu memerlukan proses perlu dimiliki oleh siapapun dan dalam bidang
apapun. Tidak ada sesuatu yang instan di dunia ini. Seorang pengusaha perlu menjalani
proses bertahap untuk mencapai kesuksesan dalam bidang usahanya, seorang atlet
juga perlu memiliki tekad yang kuat dan sabar menjalani proses latihan untuk memenangi
kejuaraan, seorang ilmuwan juga memerlukan kesabaran meniti proses ilmiah agar
ia profesional di bidangnya, dan sebagainya.
Keyakinan akan
pentingnya proses juga perlu dimiliki guru, orang tua, dan anak. Orang tua
perlu meyakini bahwa perkembangan mental anak berlangsung secara bertahap,
sehingga mereka tidak akan memaksakan anak untuk menguasai suatu kemampuan yang
jauh di atas perkembangan mentalnya, apalagi secara instan. Seorang guru perlu
pula meyakini bahwa pembelajaran juga memerlukan proses. Karena itu, ia tidak
akan menyampaikan pengetahuan dalam bentuk jadi, melainkan akan melibatkan anak
untuk membentuk pengetahuan itu. Anak perlu melakukan aktivititas percobaan, mengajukan
dugaan atau konjektur, mengujinya, dan selanjutnya menyimpulkan dalam rangka
membentuk pengetahuan itu. Itulah proses ilmiah yang dilakukan para ilmuwan
terdahulu. Dalam batas-batas tertentu, proses yang sama hendaknya juga dilakukan
atau tepatnya dilakukan ulang oleh anak. Pengetahuan yang dibentuk anak dengan
cara demikian akan lebih bermakna bagi mereka. Hal itu akan sangat berbeda
dengan pengetahuan yang hanya dihafalkan tanpa proses melakukan. Memang, cara
menghafalkan yang paling baik adalah dengan memahami dan cara memahami yang
paling baik adalah dengan melakukan dan melalui proses menemukan. Lagi pula,
dengan menemukan, anak akan lebih termotivasi. Itulah naluriah manusia yang
akan merasa bahagia dan bangga ketika ia mampu menemukan, menghasilkan, atau
menciptakan sesuatu.
Keyakinan akan
pentingnya proses juga harus dimiliki anak. Mereka memerlukan keteguhan dan
kesabaran dalam menjalani proses belajar. Mungkin, mereka harus menahan lelah
dan kantuk dalam melalui proses itu. Namun, itulah jalan para pencari ilmu. Itu pula jalan kesuksesan. Keyakinan
demikian akan menjadikan mereka menghindari jalan pintas apalagi dengan
menghinakan diri seperti mencontek atau berperilaku tidak jujur lainnya. Guru
sangat berperan penting dalam menanamkan keyakinan demikian pada diri anak. Itulah
peran guru sebagai pendidik yang tidak hanya sebagai pengajar. Sebagai
pengajar, guru perlu mamastikan bahwa anak telah menguasai sejumlah materi
ajar. Sedangkan sebagai pendidik, guru perlu meyakinkan bahwa anak telah
berkembang kepribadiaannya. Bangsa ini tidak hanya membutuhkan generasi
berkemampuan, melainkan juga generasi berkepribadian.
Pelajaran
apalagi yang dapat kita ambil dari fenomena di atas? Sebagaimana manusia yang
mulai menghuni bumi ketika bumi telah nyaman, aman, dan siap untuk dihuni, maka
proses belajar juga hendaknya dilakukan ketika anak telah merasa nyaman dan
siap. Kenyamanan berkaitan dengan lingkungan dan situasi belajar yang
mendukung. Kenyamanan juga berkaitan dengan terciptanya hubungan guru-anak yang
dialogis dan harmonis. Sedangkan kesiapan anak belajar berkaitan dengan aspek
fisiologis dan psikologis. Dari
aspek fisiologis, kesiapan anak ditinjau dari tahap perkembangan mentalnya.
Misal, anak-anak pada tahap perkembangan konkrit perlu mengeksplorasi berbagai situasi
atau benda-benda konkrit sebagai wahana belajar bagi mereka. Bersegera
mengenalkan hal-hal abstrak kepada anak yang belum memadai tahap perkembangan
mentalnya akan berpotensi menimbulkan kesulitan bagi mereka. Sedangkan secara
psikologis, anak siap untuk belajar ketika mereka mempunyai motivasi untuk
belajar. Anak akan termotivasi untuk belajar ketika ia mengetahui untuk apa ia
mempelajari sesuatu, mengetahui keterkaitan yang akan dipelajari dengan yang telah
mereka ketahui, dan mengetahui dalam konteks apa ia mempelajari sesuatu, serta
mengetahui manfaat dari sesuatu yang mereka pelajari. Aspek-aspek demikian
perlu menjadi penekanan dalam pembelajaran.
Penekanan pada
proses juga ditunjukkan oleh guru yang secara sabar memberikan kesempatan dan
membimbing anak untuk menggunakan pengetahuan informal mereka ketahui.
Hendaknya guru tidak terlalu berhasrat agar anak mengenal dan menguasai
cara-cara formal. Inilah lahan kreativitas bagi anak untuk mengeksplorasi
segala hal dengan pengetahuan yang mereka miliki dan tidak hanya menggunakan
cara atau rumus jadi yang diberikan guru.
Akhirnya, marilah
kita menatap pohon yang rindang dan kokoh serta menyadari bahwa ia tumbuh lama
dan baik. Mari kita sadari pula bahwa anak-anak hanya akan tumbuh dan
berkembang dengan kukuh ketika mereka menjalani proses belajar yang benar dan
sempurna. Demikianlah, proses adalah suatu keniscayaan, suatu kemestian. ||
Dr. Ali
Mahmudi, Dosen Matematika Universitas Negeri Yogyakarta.
Post a Comment