Konsistensi, Kunci Kesuksesan Mengasuh Anak
Tulisan kali ini merupakan hasil instrospeksi
penulis sebagai orangtua yang merasa belum mampu mengarahkan perilaku anak. Tulisan
ini juga merupakan penegasan dari dua edisi sebelumnya pada kolom eksplorasi
mengenai pentingnya konsistensi dalam mengasuh anak.
Banyak orangtua yang mengeluh, mereka merasa
“stress” karena anaknya sulit diatur, sulit dinasehati dan suka membantah. Banyak
faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi, salah satunya adalah
ketidakkonsistenan orangtua dalam mengasuh anak. Ketidakkonsistenan orangtua
dalam mengasuh anak membuat anak berada pada
posisi ketidakpastian terhadap sesuatu/perilaku yang dibolehkan dan tidak
dibolehkan, anak merasa cemas dan tidak mampu berpikir sebab akibat
sehingga kemudian anak menjadi tidak mampu mengontrol emosi dan perilakunya.
Hampir seluruh buku mengenai pengasuhan anak menyinggung
mengenai pentingnya konsistensi. Setidaknya ada tiga hal yang menunjukkan
pentingnya konsistensi dalam pengasuhan. Pertama, konsistensi berarti sesuatu
akan selalu sama dari waktu ke waktu. Hal ini membuat anak mampu
memprediksikan/memperkirakan apa yang akan terjadi. Konsistensi dalam
pengasuhan menciptakan kondisi yang penuh dengan kepastian. Kondisi yang penuh
kepastian ini membuat anak menjadi tenang, tentram. Sebaliknya,
ketidakkonsistenan pengasuhan menciptakan kondisi ketidakpastian yang membuat
anak bingung sehingga anak mengalami kecemasan.
Kedua, ketenangan yang diperoleh oleh anak karena
konsistensi dalam pengasuhan membuat energi anak terarah kepada hal-hal positif
untuk mengembangkan potensinya. Sebaliknya, kebingungan anak dan rasa cemas
anak serta ketidakpastian yang dihasilkan dari ketidakkonsistenan orangtua
sangat menguras energi anak sehingga anak tidak memiliki kesempatan untuk
mengembangkan potensinya.
Ketiga, ketika orangtua konsisten dalam mengasuh
anak, anak akan lebih cepat untuk mengembangkan nilai-nilai moral dan memiliki
harga diri yang tinggi. Kosistensi yang diterapkan oleh orangtua akan membentuk
kebiasaan pada anak yang kemudian pada akhirnya anak merasa dirinya mampu
melakukan sesuatu secara benar. Perasaan mampu melakukan sesuatu secara benar
ini akan membuat harga diri anak tinggi.
Setelah orangtua mengetahui 3 alasan pentingnya
konsistensi dalam pengasuhan anak, maka agar orangtua mampu konsisten dalam
mengasuh anak, perlu mengetahui 3 bentuk konsistensi dalam mengasuh anak.
Pertama, konsisten dalam menerapkan aturan, artinya, aturan dan konsekwensi
harus diterapkan sepanjang waktu dan dimanapun, kecuali ada alasan yang sangat
kuat. Alasan inipun harus dikomunikasikan kepada anak sehingga anak memahami
bahwa aturan tidak diterapkan karena ada alasan yang sagat kuat. Aturan
diterapkan tidak tergantung pada suasana hati orangtua. Aturan diterapkan dalam
kondisi apapun, baik ketika suasana hati orangtua sedang senang maupun ketika
suasana hati orangtua sedang tidak senang. Bila orangtua berkali-kali tidak
konsisten menerapkan aturan, anak akan menjadi bingung dan fustrasi. Anak juga
kemudian menganggap bahwa hukuman hanyalah sebuah ancaman. Agar anak mampu
mematuhi aturan, orangtua perlu menjelaskan aturan secara berhati-hati dan
jelas pada anak. Orangtua harus yakin bahwa anak telah benar-benar memahami
aturan yang akan diterapkan. Khusus untuk anak usia dini, aturan yang dibuat
tidak boleh terlalu banyak agar anak benar-benar memahami aturan yang dibuat
oleh orangtua dan mampu melaksanakannya. Setelah menjelaskan aturan secara
berhati-hati dan jelas, orangtua juga perlu menjelaskan konsekwensi dari
masing-masing aturan. Konsekwensi di sini adalah hadiah (reward) dan
hukuman (punishment). Hadiah tidak senantiasa berupa barang ataupun
uang, sedangkan hukuman tidak selalu berkonotasi hukuman fisik. Baik hadiah
maupun hukuman harus sesuai dengan umur anak dan jenis pelanggaran.
Bentuk konsistensi yang kedua adalah konsistensi
antara orangtua (ayah dan ibu) terutama ketika di depan anak. Ayah dan ibu
harus memiliki kesepakatan tentang bagaimana cara mendidik anak, tentang aturan
dan konsekwensi. Jika ada pembantu, maka pembantu juga perlu diberitahu mengenai
aturan-aturan yang diterapkan oleh orangtua untuk anak. Demikian halnya bila
ada kakek dan nenek. Semua orang dewasa yang ada di rumah harus bekerjasama dan
memiliki kesepakatan dalam menerapkan aturan dan konsekwensi.
Bentuk konsistensi yang ketiga adalah konsistensi
terhadap kegiatan keseharian sehari-hari baik yang dilakukan orangtua maupun
anak. Jangan sampai orangtua mengharapkan anak konsisten pada kegiatan sehari
apabila orangtua tidak memberikan ibrah (teladan) yang baik. Konsistensi
terhadap kegiatan sehari-hari akan menjadikan rutinitas. Rutinitas sehari-hari
misalnya adalah: waktu sholat, waktu tidur, waktu makan, waktu belajar, waktu
menonton tv, menyikat gigi dll. Sebagian besar anak akan menyukai rutinitas
sehari-hari karena rutinitas merupakan hal yang dapat diprediksi atau ditebak.
Untuk mengasuh anak dengan konsisten tidaklah
mudah bagi orangtua, apalagi orangtua yang sangat sibuk. Akan tetapi jika
orangtua mampu berlatih secara konsisten untuk konsisten dalam mengasuh anak,
maka orangtua akan memetik hasil dari jerih payah tersebut. Anak akan mudah
untuk diarahkan dan potensinya akan dapat berkembang secara maksimal. Ini
adalah pilihan bagi kita! ||
Dr. Hepi Wahyuningsih, Dosen Psikologi Universitas
Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Post a Comment