Mampu Mengambil Pelajaran



“Dan terkadang Allah menggetarkan bumi dengan guncangan yang dahsyat, menimbulkan rasa takut, khusyu’, rasa ingin kembali dan tunduk kepada Allah, serta meninggalkan kemaksiatan dan penyesalan atas kekeliruan manusia. Di kalangan orang-orang shalih terdahulu, jika terjadi gempa bumi mereka berkata, “sesungguhnya Allah sedang menegur kalian.” Begitulah tulisan amat berharga dari seorang alim shalih, Ibnul Qoyyim, dalam kitab al Jawab al Kafi.
Pada bencana letusan gunung Merapi atau bentuk bencana alam yang lain itu ada banyak manfaat dan pelajaran yang berharga. Bagi orang-orang yang mempunyai kearifan, ketajaman berpikir, dan ketajaman mata batin, terlihat dengan jelas berbagai kebaikan yang patut disyukuri dan banyak tanda belas kasih Allah Ta’ala untuk kita semua. Mereka tidaklah melihat bencana alam itu hanya sebagai kejadian dan pemandangan yang menyedihkan, penuh kepahitan, dan kesempitan hidup.
Sungguh beruntung orang yang membersihkan diri. Mereka bertaubat atas segala kekeliruan. Berhenti dari kemaksiatan kemudian menggantinya dengan perbuatan baik. Mengeluarkan zakat dan sedekah. Dia membuang keyakinan dan pemikiran yang rusak. Gerak alam itu menjadikan dia bertambah mengingat nama keagungan Tuhannya. Dia menghayati kemahaesaan. Dia meresapi kemahakuasaan. Juga, Mahapengasih dan penyayang Allah semakin tertancap di kalbu kala mengalami berbagai kejadian itu. Lalu dia shalat, banyak berdoa, dan memohon ampunan.
Begitu banyak teladan dari orang-orang shalih terdahulu dalam berucap dan bersikap ketika pelajaran itu datang. Bapak semua manusia, Adam, berkata, “Ya Rabb, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan membelaskasihani kami, sungguh kami akan menjadi orang-orang yang merugi.” Adam menyadari dan menyatakan kesalahan diri. Lalu amat berharap ampunan dan belas kasih Allah. Dua hal itulah yang akan menjadikan seseorang beruntung tatkala teguran dari Allah datang manakala seseorang bersikap durhaka kepada-Nya.
Juga ingatlah Nabi Allah Yunus yang merintih dalam kegelapan yang berlapis-lapis. Beliau berada di dalam perut ikan yang berenang pada kegelapan kedalaman samudra kala malam hari. Kegelapan ini harus dialami sesudah Yunus alaihissalam meninggalkan dakwah kepada kaumnya dalam keadaan marah padahal belum datang perintah untuk pergi. “tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Engkau. Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang yang dzalim.” Yunus alaihissalam meneguhkan kalimat tauhid pada dirinya. Kesempurnaan hanya milik Allah. Tidak ada cacat dan kekeliruan dalam setiap perbuatan-Nya. Tidak ada. Yunus menyadari dan menyatakan kesalahan dirinya. Pengakuan semacam ini penting supaya orang bisa segera melangkah untuk menjadi lebih baik. Tanpa kesadaran berbuat salah dan kekurangan, seseorang tidak mempunyai tenaga untuk memperbaiki diri.
Maka sungguh merugi orang yang tidak sadar diri. Dia terus menjalani kesalahannya tanpa merasa bersalah, bahkan sibuk menyalahkan pihak lain. Lebih kurang ajar lagi dia menyalahkan Allah yang Mahapengasih dan Mahapenyayang. Sikap jeleknya tersebut bersumber dari sikapnya lebih mengutamakan kehidupan dunia ini. Padahal akherat itu lebih baik dan lebih kekal daripada kehidupan dunia. Akherat itu semestinya diutamakan karena ia mempunyai dua sifat itu : lebih baik dan lebih kekal. Segala ukuran kualitas dan kuantitas kesenangan akherat adalah lebih baik. Hal ini disempurnakan dengan sifat yang kedua : lebih kekal. Kesenangan yang sedikit dan berumur pendek pastilah tidak patut untuk diberi perhatian pokok dan dijadikan sebab kepayahan utama dalam hidup seseorang. Bagi pemilik kecerdasan akal tentulah menolak apabila diminta menekuni hal yang sedikit dan jelek untuk kehilangan yang banyak dan bagus. Bagi pemilik kewarasan tentulah sama sekali tidak mau terikat dengan kesenangan sebentar untuk sengsara dalam waktu teramat lama.
Aduhai, ternyata tidak semua orang memahami cara menyelamatkan diri. Padahal binatang saja cukup memberi pelajaran kepada kita tentang pentingnya menyelamatkan diri. Binatang-binatang penghuni lingkungan gunung Merapi masih banyak yang lari menyelamatkan diri meskipun gunung tersebut telah meletus hari Selasa tanggal 26 Oktober 2010. Sekelompok kera yang jumlahnya sekitar seratus ekor terlihat menjauh dari gunung hingga desa Sidorejo, Klaten. Juga elang jawa, dan lutung.
Orang cerdas mampu menghindarkan diri dari bencana yang lebih kekal dan lebih pedih. Allah Mustaan.

R. Bagus Priyosembodo, Redaktur Ahli Majalah Fahma

Powered by Blogger.
close