Memuliakan Ahli Ilmu
Maklum, resepsi pernikahan anak
yang terakhir. Mengundang semua teman, khususnya teman-teman yang berstatus
lumayan. Meskipun tidak begitu dekat pertemanannya. Karena menurutnya, derajat
resepsi dapat diukur dari derajat tamu yang datang. Hingga disediakanlah satu
ruang khusus. Ruang yang paling nyaman. Menunya pun sedikit berbeda dibanding
ruang lain. “ Ruang ini untuk tamu khusus, daftar tamu khususnya sudah ada “,
demikian penjelasan Pak Darmo -shohibul hajah- kepada koordinator
penerima tamu.
Sesuai waktu yang tertulis dalam
kartu undangan, Pak Muslih datang tepat waktu. Pak Muslih adalah ustadz di
kampung ini. Penerima tamu mempersilakan Pak Muslih untuk duduk di barisan
depan, karena tamu lain belum banyak yang datang. Tidak berselang lama, datang
Pak Rusli bersama istri dan anaknya. Pak Rusli yang sekertaris kecamatan ini
adalah teman baik Pak Muslih ketika SMA. Kedua teman lama ini sempat
berkangen-kangenan. Kemudian penerima tamu mempersilahkan Pak Rusli memasuki
ruang khusus.
Pak Rusli bermaksud mengajak Pak
Muslih pindah ke ruang khusus, tetapi petugas penerima tamu tetap disiplin. Pak
Ustadz kursinya yang di luar. Kursi yang didalam hanya untuk tamu kehormatan. Pak
Muslih tidak masuk daftar tamu kehormatan.
Saya sudah pegang HP. Saya ingin
SMS kepada Pak Muslih bahwa di rumahnya ada tamu penting. Bapak mertua datang.
Tetapi saya tidak berani berbohong kepada Ustadz Muslih. Sebenarnya tujuan saya hanya menginginkan, sebaiknya Pak
Muslih segera pulang saja. Karena perlakuan itu tidak baik bagi pendidikan
masyarakat. Apalagi banyak tamu yang mengajak anak-anak. Berarti juga tidak
baik bagi pendidikan anak-anak. Bahkan ada santri Ustadz Muslih yang masuk
keruang khusus bersama Orang tuanya.
Sepontan saya lihat kembali HP
saya !. Saya belum merasa SMS tetapi Pak Muslih benar-benar pamit sebelum
waktunya makan. Jangan-jangan bapak mertuanya datang betulan. Rupanya Pak Muslih
punya alasan lain. Ia sudah menunaikan haknya Pak Darmo dan kewajiban
mendatangi undangan. Tetapi Pak Muslih merasa bahwa makanan yang dihidangkan
adalah sejelek-jelek hidangan. Yaitu mengkhususkan orang tertentu saja yang
boleh menikmati menu spesial. Maka Pak Muslih memilih tidak menikmati. Agar
menjadi perhatian bagi Pak Darmo.
Itu alasan Ustadz. Tidak
mempermasalahkan status kehormatan dirinya dimata manusia. Tetapi bagi saya,
orang awam yang kebetulan pernah ngaji beberapa kalimat yang nyanthel (paham)
punya alasan lain. Bahwa orang yang harus dijunjung tinggi kehormatannya adalah
ulama, orang tua, dan orang mulia. Mereka harus kita dahulukan. Bukan hanya
para pejabat.
Kita harus mengistimewakan orang
berdasarakan kelebihan ilmunya. Sungguh beda antara orang yang banyak ilmu
dengan orang yang tidak berilmu. Bahkan Rasulullah SAW lebih
mendahulukan dan mengedepankan orang yang paling ahli dalam Quran. Rasulullah
SAW memasukkan golongan orang yang mengagungkan Allah ta’ala adalah
orang yang memuliakan orang yang tua, ahli Quran, dan penguasa yang adil.
Kebetulan saja saya menangkap
pada acara resepsi. Pada berbagai aktivitas masyarakat kita harus memberikan
kehormatan kepada orang-orang mulia diatas. Ini harus kita contohkan kepada
anak-anak kita. Mulai dari kita.
Semoga saja anak-anak yang datang
pada resepsi itu tidak menangkap tentang pembedaan menu makanan dengan
pemisahan undangan. Sehingga kelak tidak menirunya ketika mengadakan jamuan
atau resepsi. Semoga Pak Muslih tidak pekewuh (sungkan) menyampaikan
kajian ini kepada Pak Darmo dan jamaah pengajiannya. Dan para Orang tua
menyampaikan kepada anak-anaknya, siapa saja orang-orang yang harus terlebih
dahulu dihormati. Semoga para guru juga menyampaikan dan mencontohkan hal ini
kepada anak muridnya.
Drs. Slamet Waltoyo, Kepala Sekolah MI Al Kautsar, Sleman Yogyakarta
sumber gambar : rafiq-icelemontea.blogspot.com
Post a Comment