Menghayati Kebesaran Allah
Kepandaian menjawab soal-soal agama bukanlah ukuran
sebenarnya tentang kualitas tauhid anak-anak kita. Betapa banyak anak-anak yang
membuat hati kita amat sedih. Mereka pandai menyebut jawaban soal-soal penguji
pengetahuan mereka itu, tapi hatinya sama sekali tidak terisi keagungan pemberi
rejeki alam semesta ini.
Marilah kita telusuri beberapa gagasan yang
mudah-mudahan berguna membantu anak-anak kita merasakan kebesaran Allah Ta'ala.
Asmaul husna. Allah memiliki banyak nama yang
baik. Sebagian tersebut di dalam Alquran dan sebagian lagi terdapat dapat
hadits shahih yang diriwayatkan dari Rasulullah. Hanya nama-nama yang bersumber
dari Alquran dan hadits shahih saja yang kita boleh kita pergunakan untuk
memanggil Allah. Adapun nama-nama yang dibuat-buat oleh sebagian manusia
padahal tidak ada asalnya dari Alquran dah hadits shahih tidaklah perlu kita
percaya dan kita hafalkan. Karena membikin nama yang didakwakan sebagai nama
Allah padahal bukan berasal dari dalil yang bisa dipercaya merupakan sebuah
kesalahan.
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam menganjurkan
kepada kita untuk menghafalkan dan memahami makna nama-nama yang baik itu. Barangsiapa
menghafalnya dijanjikan untuknya surga yang indah. Tentu saja tidak sekedar
menghafal lafadhnya, melainkan memahami dan berakhlak benar terhadap Allah
sesuai nama-nama tersebut.
Dikarenakan besarnya keutamaan menghafal dan memahami
asmaul husna tersebut maka sudah sepatutnya kita memasukkan hafalan dan
pemahaman asmaul husna dalam rancangan pelajaran anak-anak kita. Kita bagi-bagi
asmaul husna dalam beberapa kelompok agar mudah dihafal anak-anak secara
bertahap. Kita bimbing anak-anak hingga menghafal dengan lancar. Untuk
memastikan hafalan mereka diperlukan jadwal ujian hafalan asmaul husna.
Seiring itu, kita rancang juga penjelasan arti asmaul
husna dan makna asmaul husna. Kita perlu menggunakan metode penjelasan yang
mudah diterima anak-anak.
Kalimah thayyibah. Rasulullah shalallah alaihi wa
salam mengajarkan kepada para sahabat radhiallahu anhum kata-kata yang
dipergunakan untuk memuji dan menyanjung Allah Ta'ala. Juga, beliau memberikan
teladan semangat membasahi lisan dengan kalimat-kalimat yang baik ini.
Dzikrullah dengan mengucapkan kalimah thayyib ini sangat
berguna dalam menguatkan pendidikan tauhid kepada anak-anak muslimin.
Pengucapan kalimah thayibah yang berulang-ulang akan turut mendarahdagingkan
kebesaran Allah dalam benaknya. Pengucapan itu akan membantu memasukkan
kebesaran Allah Ta'ala ke dalam hatinya.
Kita, orang tua dan guru, marilah meniru Rasulullah
mengajarkan pengucapan kalimah thayyibah agar anak-anak fasih. Mengajarkan arti
ucapan itu agar anak-anak tidak menjadi pengucap yang tidak memahami arti
ucapannya sendiri. Seperti orang mabuk atau orang mengantuk. Atau seperti dukun
yang komat kamit mengucap mantra sambil gelang geleng ke kanan dan ke kiri.
Kita ajarkan khalimat thayyibah yang benar-benar berasal
dari tuntunan Rasulullah. Bukan kalimat yang kita bikin-bikin sendiri. Baik
lafadh maupun tata caranya. Kita perlu berhati-hati dalam hal ini. Karena
begitu banyaknya lafadh dan tata cara dzikir yang dipraktekkan orang, padahal
cara-cara dan ucapan mereka bukanlah ajaran Rasulullah.
Matahari terbit. Orang tua menjadwalkan dan
mengatur tempat acara melihat matahari terbit bersama anak-anak. Acara
memperhatikan indahnya semburat cahaya matahari pagi. Melihat hilangnya cahaya
bulan yang tenggelam dalam cahaya matahari. Acara ini menimbulkan rasa syukur
besar. Membangkitkan rasa terima kasih kepada Allah yang masih menerbitkan
matahari yang menghadirkan cahaya yang menerangi. Memancarkan panas yang amat
dibutuhkan. Melihat matahari akan mengagumkam anak-anak tentang kebagusannya.
Tetapi, ingatlah bahwa bukan itu tujuan utama kita. Bukanlah memasukkan
keagungan matahari itu ke dalam hati anak kita. Bahkan, memasukkan keagungan
Allah Sang Pencipta matahari itu.
Matahari tenggelam. Ketika cahaya matahari mulai
meredup dan hadirlah gelap. Kemudian muncullah bulan. Pemandangan itu penting
diperhatikan anak-anak. Agar mereka menyadari pergantian waktu. Agar mereka
menyadari kebesaran sesembahannya di malam hari. Kita, orang tua dan guru,
hendaklah punya rencana dan waktu untuk mendampingi anak-anak menghayati hal
itu dan memahaminya.||
R. Bagus Priyosembodo, Redaktur Ahli Majalah Fahma.
Post a Comment