Anak yang Selalu Ingin Menang Sendiri
Bu Ida melihat anaknya, Arin sedang bermain dengan teman temannya .
Mereka terlihat sangat asyik
bermain. Bu Ida pun tertarik untuk memperhatikan pembicaraan mereka.
“Nia, kamu yang jadi pasiennya, aku yang jadi dokternya. Doni yang jadi sopir ambulan, Iin yang jadi perawat ya, itu lho yang membantu aku, seperti yang di rumah sakit itu!” perintah Arin.
“Aku tidak mau! Aku saja yang jadi dokternya, soalnya kamu kemarin
kan sudah jadi dokternya!” protes Nia.
“Aku juga tidak mau jadi sopir ambulan. Aku mau jadi dokter yang laki-laki. Coba kalau ada
pasien yang laki-laki, kan lebih baik yang memeriksa juga dokter laki laki!” seru Doni.
“Tidak bisa! Nia tetap harus jadi pasien dan Doni harus
jadi sopir ambulan!” Balas Arin tidak mau kalah.
Mendengar jawaban Arin, Bu Ida tercenung dan
berkata di dalam hati “Subhanallah, ternyata Arin tidak mau mendengar pendapat teman-temannya. Mengapa bisa begitu ya? Padahal,
ia paling tidak suka bila ada
orang yang maunya menang sendiri. Apa mungkin selama ini dia dan suaminya melakukan hal tersebut?”
Berbagai pertanyaan berkelebat dalam benak Bu Ida.
Sebagai orangtua, tentu kita
menginginkan anak-anak kita mempunyai akhlak terpuji. Namun kadang timbul pertanyaan dalam hati, mengapa begitu sulit
mewujudkan keinginan tersebut? Lalu bagaimana supaya anak anak kita
menjadi anak yang baik, baik terhadap orangtua maupun temannya. Tidak egois menghargai
dan menghormati teman-temannya.
Jika kita menemukan sikap tidak terpuji pada
diri anak, maka banyak faktor yang menjadi penyebabnya.
Berikut ini tip-tip yang akan mencoba mengatasi atau meminimalisir sikap tidak
menghargai orang lain pada diri anak.
TIP-TIP
§ Teladan orang yang
terdekat pada anak, yaitu orangtua.
Tanpa kita sadari terkadang anak hanya menjadi
cerminan dari sikap atau perilaku kedua orangtuanya. Berapa banyak kita
menemukan anak yang pemarah, ternyata orangtua mereka adalah pemarah. Begitupun apabila orangtua tidak egois, maka anak pun akan terlatih untuk
menghargai pendapat oranglain.
§ Ciptakan pola
komunikasi keluarga yang positif
§ Pola komunikasi ini
sangat erat hubungannya dengan pendidikan keluarga. Sedang pendidikan keluarga begitu
besar pengaruhnya pada pola pikir ataupun perilaku anak. Anak yang
cenderung tidak menghormati temannya biasanya di rumahnya juga mengalami hal
yang sama, anak kurang mendapat penghargaan dari pendapat pendapatnya. Misal, “Bunda, Aku mau meja belajarnya di pojok saja!” Kata anak. “Di dekat jendela saja
supaya lebih banyak cahaya yang bisa masuk, Nak!” Kata Bunda. “Tapi Aku bosan tempatnya harus di situ terus,” ujar anak. “Nak, tempat di sini sangat baik untuk
kesehatan mata karena cukup
pencahayaannya,”
Dalam pembicaraan di atas, sang Bunda kurang menghargai pendapat sang anak. Memang pendapat bunda benar
menurut kesehatan mata anak, tapi alangkah baiknya bila dicarikan solusi lain yang bisa mengakomodir pendapat anak. Misalnya, meja dipindah sesuai permintaan anak, tapi kita perbaiki
sistem penerangannya sehingga anak belajar dengan pencahayaan yang cukup
sehingga tidak mengganggu kesehatan mata.
§ Meneladani Rasulullah Shallahu ‘alai
wa sallam
Dari Sahl bin Sa’ad,”Sesungguhnya Rasulullah diberi
minuman, lalu beliau minum sebagian. Di sebelah kanan beliau duduk seorang anak
dan di sebelah kirinya duduk para orangtua. Beliau berkata kepada anak
itu,”Apakah kamu mengizinkan aku memberikan minuman ini pada kepada mereka?” Anak
itu menjawab,”Tidak. Demi Allah, Wahai Rasulullah, saya tidak
mau mengalahkan bagianku ini dari tuan untuk siapapun. “Rasulullah pun menyerahkan
minuman kepada anak tersebut” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Shallahu
’alai wa
sallam begitu menghargai pendapat walau anak kecil
sekalipun. Tauladan ini bisa kita jadikan ibrah untuk kita
tauladani dalam mendidik anak anak kita.[]
Sri Lestari,
Ibu rumah tangga, tinggal di Sleman
sumber : pondokibu.com
Post a Comment