Kurikulum Apapun, Segera Ambil Lilin dan Nyalakan




Perubahan sebuah kurikulum bagi guru adalah hal yang pasti dilalui, tak perlu ngedumel (berpikiran negatif). Betapa merugi kita sebagai guru apabila dikenang murid saat dewasa nanti menceritakan tentang diri kita sebagai guru yang suka mengeluh, tidak siap mengikuti sebuah perubahan. Maka langkah yang bijak adalah mari segera kita nyalakan lilin agar dunia pendidikan kita menjadi terang benderang.
Ujung tombak sebuah kurikulum adalah guru, sebagus bahkan sehebat apapun kurikulum, apabila guru-guru bangsa ini tidak diperbaiki maka hasilnya mungkin tidak akan sesuai dengan harapan. Guru-guru kita adalah orang-orang yang hebat yang memilih profesi hidupnya menjadi seorang guru, guru adalah ibarat lampu di tengah kegelapan malam. Bangsa ini akan gelap gulita jika tidak ada lampu yang menyala. Perubahan di negara kita ini bisa kita mulai dari sekolah-sekolah kita, maka jangan merendahkan diri menjadi guru yang tiada makna.
Pada sebuah diskusi dengan Prof. Djamaludin Ancok, Phd, seorang guru besar psikologi dari UGM, beliau mengingatkan bahwa untuk memperbaiki pendidikan bangsa Indonesia saat ini seorang guru harus menjaga komitmen dengan 3 M yaitu meaning (kebermaknaan), membership (berjamaah) dan mastery (keahlian). Komitmen pertama, meaning (kebermaknaan). Mengapa kebermaknaan itu penting bagi guru? Menjadi guru adalah pilihan kita, tugas mulia yang ada di pundak kita harus senantiasa kita sadari. Betapa bangga kita saat nanti dipanggil Allah, lalu kita mendapati murid-murid kita adalah anak yang shalih dan shalihah tumbuh menjadi pemimpin perubahan bangsa kita ini, bahkan menjadi para mujahid yang menerangi jagat raya ini? Betapa saat itu perasaan bahagia kita yang diberikan kesempatan oleh Allah untuk ikut berperan menyiapkan sosok-sosok tersebut? Betapa bahagia ketika bisa memberikan makna dalam kehidupan ini. Makna itu seperti lilin yang menerangi kegelapan malam. Walaupun tubuh kita tak mampu menyaksikan langsung tapi hati kita cukup bahagia dan tentu saja Allah menyediakan surga seluas langit dan bumi.
Komitmen kedua sebagai guru adalah membership (berjamaah). Mari kita belajar dengan perintah Allah untuk melaksanakan shalat selalu berjamaah. Tentu kita paham bahwa shalat sendiri dengan shalat berjamaah hasilnya juga berbeda. Dalam dunia pendidikan, kita belum sepenuhnya menganggap bahwa sekolah-sekolah Islam semuanya adalah mitra kita, sehingga kata Prof. Ahmad Tafsir dalam penelitian tentang  Pendidikan yang Islami menyimpulkan bahwa lembaga pendidikan kita yang mayoritas besar ummat Islam jauh tertinggal dengan sekolah-sekolah non-muslim. Ada beberapa sekolah Islam yang maju bahkan memiliki guru-guru yang hebat akan tetapi belum mau bersinergi/berjama’ah dengan sekolah Islam pinggiran. Sebenarnya kalau kita mau berbagi dengan teman bukankah sama dengan beramal jariyah yang pahalanya sangat besar?
Komitmen yang ketiga adalah mastery (keahlian). Kesombongan iblis tidak mau bersujud kepada nabi Adam mengakibatkan diusir dari surga. Kesombongan merupakan penyakit yang harus kita waspadai dalam diri kita sebagai guru. Janganlah kita merasa hebat dengan pengetahua n yang kita peroleh saat yang lalu padahal ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang. Bahkan dalam sebuah penelitian perkembangan ilmu pengetahuan meningkat dua kali lipat setiap 18 bulan. Nah, betapa bodohnya kita menjadi guru merasa sudah tahu segala-galanya padahal ilmu pengetahuan berkembang cepat. Kompetensi kita sebagai guru harus terus-menerus di upgrade, jangan berhenti setelah dapat sertifikat pendidik. Peningkatan pengetahuan menjadi kebutuhan guru yang tidak boleh diremehkan, dulu guru mengenal murid-murid belum familiar dengan hand phone (HP), tapi sekarang berbagai fasilitas yang tersedia dalam HP murid kita telah menjelajah seluruh dunia, bagaimana dengan guru yang gaptek dengan mempertahankan cara pandang lama? Tentu hal ini perlu menjadi muhasabah bersama.|| 

Usman Wakimin, M. Pd
Kepala Sekolah SDIT Lukman al Hakim Kudus


Powered by Blogger.
close