Manajemen Pembelajaran Berbasis Tauhid Melahirkan Kecerdasan Qur’ani
Memahami manajemen menjadi hal yang
sangat penting bagi semua guru, manajemen tidak hanya dibutuhkan untuk
mengelola sekolah akan tetapi juga sangat diperlukan dalam mengelola sebuah
pembelajaran. Diperlukannya manajemen dalam pembelajaran agar fungsi pembelajaran
dapat berjalan secara efektif dan efesien.
Pembelajaran merupakan sesuatu konsep yang bisa berkembang seirama dengan
tuntutan kebutuhan hasil pendidikan berkaitan dengan kemajuan ilmu dan
teknologi yang melekat pada wujud pengembangan kualitas sumber daya manusia.
Dengan demikian, pengertian pembelajaran yang berkaitan dengan sekolah ialah “kemampuan dalam mengelola
secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkait dengan
pembelajaran, sehingga menghasilkan nilai tambahan standar yang berlaku.”
Pengelolaan pembelajaran adalah suatu upaya untuk mengatur (mengelola dan
mengendalikan) aktivitas pembelajaran berdasarkan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip pembelajaran untuk mensukseskan tujuan pembelajaran agar
tercapai secara lebih efektif, efisien, dan produktif yang diawali dengan
penentuan strategi dan perencanaan, diakhiri dengan penilaian. Penilaian
tersebut pada akhirnya akan dapat dimanfaatkan sebagai feedback (umpan balik) bagi perbaikan pembelajaran lebih lanjut
(Rohani, 2004: 1).
Tauhid secara terminologis berarti
pengakuan terhadap Allah, secara metafisis dan aksiologis tauhid menduduki
posisi yang tertinggi (Achmadi, 2010 : 86). Formulasi tauhid yang paling
singkat sekaligus sangat tegas adalah kalimat toyyibah : “La ilaha ilallah”
yang berarti tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah. Kalimat
tersebut merupakan penegas dan pembebas bagi manusia dari perbuatan yang
menyekutukan Allah.
Manajemen pembelajaran berbasis tauhid
merupakan sebuah pengelolaan pembelajaran yang mampu mengarahkan peserta didik
agar semakin meningkatkan keyakinannya dalam beragama Islam. Mengajar
pelajarana apapun tidak lain dan tidak bukan dalam rangka mengenalkan kebesaran
Allah, sehingga tuntutan dalam pembelajaran tauhid adalah diperlukan sosok-sosok
pendidik yang memiliki semangat dalam mengajarkan Islam. Hasil dari
pembelajaran tauhid adalah lahirnya kecerdasan Qur’ani.
Kecerdasan ini hanya didapatkan dari proses
kesadaran diri (self Conciousnes), pengembangan
diri (self development) dan kesadaran
berbagi (self contribution). Kalau
kecerdasan IQ, EQ,
SQ atau multiple intelegensi bisa diukur, bagaimana dengan kecerdasan Qur’ani? Kecerdasan Qur’ani dapat diukur dengan
pertanyaan sejauh mana tingkat kesabaran dan kesyukurannya? Dalam sebuah
hadits, Rasulullah pernah menyampaikan bahwa sesungguhnya orang-orang mukmin
itu ketika diberikan kebaikan ia bersyukur dan jika diberi ujian ia bersabar.
Subhanallah, kalau
kita bisa melahirkan anak didik yang memiliki dua karakter ini sungguh kita
menjadi sosok pendidik yang memiliki visi sukses hakiki dan pantas diberi
hadiah Surga. Sungguh sedih rasanya di setiap penghujung tahun ajaran baru kita
membaca berita kasus bunuh diri terhadap anak didik yang disebabkan karena
faktor tidak lulus atau belum bayar SPP. Betapa rapuhnya mental anak didik kita
kemudian mengambil jalan penyelesaian dengan cara pintas/bunuh
diri. Maka sudah selayaknya kita selaku pendidik mengevaluasi diri, bagaimana
proses pembelajaran yang diberikan kepada
anak didik kita? Apakah hanya sekedar transfer ilmu saja atau kita telah
membangun mental anak didik kita agar memiliki kekuatan mental untuk menghadapi
ujian apapun. Di sinilah pentingnya keceradasan Qur’ani mulai ditumbuhkan di semua
level pendidikan kita. Wallahu a’lam. []
Usman Wakimin, M. Pd
Pendidik SDIT Lukman al Hakim, Kudus, Jawa Tengah
Post a Comment