Tiga Langkah Keluarga Berbudaya Akademis



Budaya ilmu adalah salah satu sisi utama dalam menggapai kebahagiaan abadi. Di dunia yang sesaat dan hari tanpa batas setelah kiamat. Nah, ini menjadi tanggungjawab pilot dan co-pilot keluarga. Bagaimana mensuasanakan dalam keluarga bahwa ilmu itu indah. Matematika itu asyik, bahasa itu mesra, ilmu pengetahuan itu menyenangkan, membaca itu penghilang dahaga, dan menulis itu berasa manis.
Tidak otomatis tercipta surga hanya dengan berbekal ilmu. Tetapi jelas hadirnya neraka ketika anak-anak menjauhi ilmu. Tiga dasar aktivitas berilmu adalah kesukaan membaca, menulis, dan berhitung. Semua orangtua pasti menginginkan keluarga yang memberi kehormatan, menjunjung tinggi, dan mencintai nilai-nilai belajar. Bagaimana mengkondisikannya? Tentu saja bermula dari orangtua. Anak-anak akan melihat, mendengar, mengikuti, dan melakukan dari model yang diperankan orangtua.
Ada tiga tahap untuk menjadikan anak-anak kita tak kenyang baca, tak takut angka, dan tak menjauhi IPA, antara lain :
Pertama, lihat dan dengarkan aku. Dalam tahap ini, orangtua bertindak sebagai model yang dilihat dan didengar anak. Nampakkan diri kita sebagai orangtua yang tenggelam dalam berbagai bacaan. Berbagai sumber bacaan harus mendominasi ruang keluarga.
Phobia angka adalah wabah epidemik. Karena anak selalu mendengar penggunaan angka-angka berkaitan dengan hal-hal yang menyedihkan, lagi menyebalkan. Tagihan listrik, pajak, harga melambung, tuntutan UMR, dan banyak lainnya.
Karena itu, dalam keluarga, kaitkan angka-angka dengan kemudahan dan berita yang membahagiakan, lagi membanggakan. Potongan harga, keuntungan jual beli, jumlah zakat dan balasan pahalanya, takaran dalam memasak yang lezat, dan banyak lainnya.
Ketekunan kita dalam IPA mungkin tidak membuat anak memasang telinga. Agar anak antusias, beri komentar ketertarikan kita pada berita media massa yang berbasis pengetahuan sekolah.
Kedua, ikuti aku. Yakni dengan menunjukkan dan membiarkan anak-anak melakukan apa yang kita lakukan. Kita menunjukkan bahwa subyek-subyek akademis seperti menulis,  matematika, IPA, dan lainnya selalu kita gunakan dalam praktik-praktik keseharian di rumah.
Contoh, tulislah kalimat-kalimat indah, kalimat-kalimat motivasi, pengalaman menarik pada kartu atau kertas. Selipkan dalam tas, buku, atau bekal makanan anak, atau berikan pada momen-momen tertentu. Atau bisa pula dengan penggunaan subyek aritmatik, misalnya membaca jam, mengukur volume, mengukur suhu, mengukur tinggi dan berat badan, menghitung dan membagikan snack pada suatu acara, dan sebagainya. Semua kita lakukan dengan suka cita. Semua bisa dilakukan anak dengan suka rela.
Sedangkan penggunaan subyek pengetahuan alam, misalnya pada saat-saat kita menggunakan peralatan, memperbaiki sepeda atau merawat mesin jahit. Tunjukkan bahwa prinsip-prinsip pesawat sederhana, gaya, sifat bahan, digunakan dalam semua bidang kehidupan.
Ketiga, ayo lakukan bersama. Ciptakan kebersamaan, jadikan anak-anak sebagai mitra. Kita buat proyek-proyek menggembirakan bersama, misalnya menulis puisi atau skenario cerita bersama, memasak menu spesial bersama, merenovasi taman dan sebagainya. Dimulai dari mencari referensi bersama, membuat rancangan, mengumpulkan bahan dan peralatan. Akhirnya dikerjakan bersama dengan pembagian tugas yang tetap saling mendukung. Hubungkan dengan subyek-subyek akademis yang dipelajari di sekolah.
Repotnya, orangtua memang harus tahu tema-tema akademis yang diajarkan di tahun, semester, bulan, bahkan pekan ini. Agar sebagai model peranannya nyambung, orangtua sebagai pendidik memang selalu asyik dalam kerepotan dan tidak suka merepotkan.||

Drs. Slamet Waltoyo, Kepala Sekolah MI Al Kautsar Sleman Yogyakarta
Powered by Blogger.
close