Kejahatan Orangtua terhadap Anak
Rasulullah adalah pribadi yang sangat
penyayang terhadap anak. Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa suatu ketika
Rasulullah mencium Hasan bin Ali dan didekatnya ada Al-Aqra’ bin Hayis
At-Tamimi sedang duduk. Ia kemudian berkata, “Aku memiliki sepuluh orang anak
dan tidak pernah aku mencium seorang pun dari mereka.” Rasulullah segera
memandang kepadanya dan berkata, “Man laa yarham laa yurham, barangsiapa
yang tidak mengasihi, maka ia tidak akan dikasihi.” (HR. Bukhari di Kitab Adab,
hadits nomor 5538).
Bahkan dalam shalat pun Rasulullah tidak
melarang anak-anak dekat dengan beliau. Hal ini kita dapat dari cerita Abi
Qatadah, “Suatu ketika Rasulullah mendatangi kami bersama Umamah binti Abil Ash
–anak Zainab, putri Rasulullah. Beliau meletakkannya di atas bahunya. Beliau
kemudian shalat dan ketika rukuk, Beliau meletakkannya dan saat bangkit dari
sujud, Beliau mengangkat kembali.” (HR. Muslim dalam Kitab Masajid wa
Mawadhi’ush Shalah, hadits nomor 840).
Begitulah Rasulullah bersikap kepada
anak-anak. Secara halus, beliau mengajarkan kepada kita untuk memperhatikan
anak-anaknya. Beliau juga mencontohkan dalam praktik bagaimana bersikap kepada
anak dengan penuh cinta, kasih, dan kelemahlembutan.
Karena itu, setiap sikap yang bertolak
belakang dengan apa-apa yang dicontohkan oleh Rasulullah, adalah bentuk
kejahatan kepada anak-anak. Setidak ada ada empat jenis kejahatan yang kerap
dilakukan orangtua terhadap anaknya.
Pertama, memaki dan menghina anak. Bagaimana
orangtua dikatakan menghina anak-anaknya? Yaitu ketika seorang ayah menilai
kekurangan anaknya dan memaparkan setiap kebodohannya. Lebih jahat lagi jika
itu dilakukan di hadapan teman-teman si anak. Termasuk dalam kategori ini
adalah memberi nama kepada si anak dengan nama yang buruk.
Rasulullah sangat menekankan agar kita
memberi nama yang baik kepada anak-anak kita. Abu Darda’ meriwayatkan bahwa
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat
dengan nama-nama kalian dan nama ayah kalian, maka perbaikilah nama kalian.”
(HR. Abu Dawud dalam Kitab Adab, hadits nomor 4297).
Kedua, melebihkan
seorang anak dari yang lain. Memberi lebih kepada anak kesayangan dan mengabaikan
anak yang lain adalah bentuk kejahatan orangtua kepada anaknya. Sikap ini
adalah salah satu faktor pemicu putusnya hubungan silaturahim anak kepada orangtuanya
dan pangkal dari permusuhan antarsaudara.
Ketiga, mendoakan
keburukan bagi anak. Seseorang
pernah mengadukan putranya kepada Abdullah bin Mubarak. Abdullah bertanya
kepada orang itu, “Apakah engkau pernah berdoa (yang buruk) atasnya.” Orang itu
menjawab, “Ya.” Abdullah berkata, “Engkau telah merusaknya.”
Na’udzubillah! Bayangkan, doa
buruk bagi anak adalah bentuk kejahatan yang akan menambah rusak si anak yang
sebelumnya sudah durhaka kepada orangtuanya.
Keempat, tidak memberi
pendidikan kepada anak. Adalah sebuah
bentuk kejahatan terhadap anak jika orangtua tenggelam dalam kesibukan,
sehingga lupa mengajarkan anaknya cara shalat. Meskipun kesibukan itu adalah
mencari rezeki yang digunakan untuk menafkahi anak-anaknya. Jika orangtua
berlaku seperti ini, keduanya telah melanggar perintah Allah di surat Thaha
ayat 132. “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu,
Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi
orang yang bertakwa.”
Rasulullah bersabda, “Ajarilah
anak-anakmu shalat saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila
tidak melaksanakan shalat) pada usia sepuluh tahun.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab
Shalah, hadits nomor 372).
Ketahuilah, tidak ada pemberian yang
baik dari orangtua kepada anaknya, selain memberi pendidikan yang baik. Semoga
kita tidak termasuk orangtua yang melakukan empat kejahatan itu kepada
anak-anak kita. Amin.||
Arif Wicaksono,
Pendidik, tinggal di Yogya
Post a Comment