Tips Cerdas : Ketika Anak Berbohong
“Bunda, aku boleh main tidak? Aku sudah
selesai mengerjakan PR,” seru Hilma pada sang Bunda.
“Wah…, cepat sekali, memang sudah
selesai beneran? Coba Bunda lihat,” jawab sang Bunda dengan lembut.
“Mmmm …, mmm …, belum selesai Bunda.
Tapi aku pengen main dulu,” sahut Hilma.
Berbohong bisa terjadi pada usia berapa
pun, termasuk anak-anak, terutama sejak anak-anak mengenal konsep kalimat.
Namun berbohong mempunyai motivasi berbeda bila dilihat dari usia anak. Untuk
anak usia pra-sekolah, berbohong lebih banyak disebabkan kesulitan mereka
membedakan mana fantasi dan mana yang bukan fantasi. Sedang anak usia sekolah
berbohong dilakukan lebih banyak untuk menghindari tanggungjawab dan
konsekuensi.
Orangtua pasti menginginkan anaknya
selalu berkata jujur. Karena kejujuran merupakan salah satu karakter baik yang
harus dimiliki oleh semua orang termasuk anak-anak. Dengan membiasakan diri
untuk selalu berbuat jujur sejak dini, maka nantinya karakter baik ini akan
terus terbawa hingga si anak beranjak dewasa.
Anak-anak memang memiliki kecenderungan
meniru kita dan orang dewasa yang ada di sekelilingnya. Maka tidak heran jika
seorang anak yang sering melihat orangtua dan orang di sekitarnya berbohong,
dia akan meniru hal yang sama dan menganggapnya sebagai hal yang wajar. Kalimat
seperti, “Dek, nanti kalau Bu Winda datang ngajak pengajian, bilang ibu
baru sakit, tidak bisa ikut,” secara tidak langsung memberikan contoh tidak
baik bagi anak. Mereka bisa beranggapan bahwa berbohong adalah salah satu cara
untuk menghindar dari sesuatu yang tidak diinginkan. Anak butuh role model yang
memberikan contoh yang baik dengan disertai tindakan dan perkataan yang baik.
Anak berbohong juga dapat disebabkan
karena la mempunyai pengalaman buruk tentang menghadapi kesalahan. Jika anak
pemah dipojokkan dan merasa "terhukum" ketika bersalah, anak akan
memilih opsi berbohong untuk menghindari hukuman, tanggungjawab atau takut
disalahkan. Prinsip orangtua yang hanya memperdulikan hasil tanpa
mempertimbangkan proses, pun bisa menyebabkan anak berbohong. Maka sebagai
orangtua, kitalah yang harus bisa memahami mereka. Demikian juga dalam menghadapi
masalah anak berbohong. Untuk mengatasinya tidak cukup dengan hanya melarang.
Perlu pemahaman dan kasih sayang agar upaya orangtua tidak memicu anak semakin
gemar berbohong.
Agar berbohong tidak berlarut-larut,
apalagi membuat anak dijauhi teman-teman bermainnya, segera temukan cara jitu
untuk menghentikan kebiasaan buruk itu.
Tips kala anak berbohong:
ü Jangan
memojokkan dirinya. Buat suasana tenang dan santai agar bisa nyaman bercerita.
ü Jangan
emosi, kalau kita marah, karena anak akan semakin takut dan menutupi dengan
kebohongan.
ü Jangan
berikan contoh berbohong ke anak. Misalnya ketika, menerima telepon dan meminta
anak mengatakan bahwa kita tak ada di rumah.
ü Jangan
bohongi anak. Misalkan, kita berjanji tidak akan marah bila anak kita ngompol
asal mengaku. Tapi ternyata kita marah lagi begitu lihat si anak ngompol.
ü Biasakan
mencari solusi. Ajak anak untuk membiasakan diri mencari pemecahan masalah
melalui diskusi. Tanamkan bahwa kesalahan adalah sesuatu yang wajar. Orangtua
juga jangan selalu menindaklanjuti dengan hukuman tetapi terbuka untuk mencari
solusi.
ü Konsekuensi
bukan hukuman. Orangtua bisa memberikan konsekuensi pada anak. Namun tak selalu
berupa hukuman. Bisa dengan membalikkan situasi, bila anak tidak berbohong,
beri pujian meski ia telah mengakui kesalahan.
Arif Wicaksono
Pendidik, tinggal di Yogya
foto : berbinarbinar.com
Post a Comment