Anak Keras Kepala, Bagaimana Solusinya?



Setiap anak memiliki watak keras kepala pada tingkat tertentu. Anak yang keras kepala umumnya memaksa untuk mendapatkan sesuatu dengan caranya sendiri. Manakala menghadapi penentangan dari selainnya, ia akan mengeluarkan senjata pamungkasnya, yakni  menangis dan berteriak.
Ada beberapa penyebab yang membuat sikap keras kepala anak tumbuh. Sikap otoriter orangtua, yang terlalu menekan atau memaksa anak untuk menuruti semua keinginannya tanpa melihat kondisi dan kemampuan anak bisa menjadi penyebab utama. Orangtua bersikap otoriter kepada anak biasanya karena mereka merasa serbatahu apa yang terbaik untuk anak dan apa yang harus dilakukan anak. Orangtua meyakini bahwa untuk berhasil dalam membimbing, mengarahkan perilaku, dan mendidik anak sehingga menjadi anak yang baik diperlukan cara-cara yang tegas dan keras. Anak yang merasa terus ditekan atau dipaksa dan merasa tidak mampu memenuhi semua keinginan orangtua pada akhirnya akan menunjukkan sikap melawan.
Sebab lain adalah seringnya orangtua berbicara kepada anak di saat yang tidak tepat. Kerap kali terjadi, misalnya orangtua meminta anak melakukan sesuatu, padahal anak tengah asyik bermain atau menikmati aktivitas kesukaannya. Anak pun merasa terganggu dengan permintaan orangtuanya tersebut. Dalam kondisi seperti ini, anak biasanya akan mengabaikan permintaan orangtuanya, menunda melakukannya, atau langsung menolaknya. Jika orangtua terus memaksa, sangat mungkin akan terjadi ketegangan atau konflik dengan anak.
Keras kepala pada anak juga bisa disebabkan karena anak dibiarkan tumbuh tanpa bimbingan. Hal ini bisa terjadi ketika orangtua terlalu sibuk dengan pekerjaannya atau memang orangtua kurang mampu memberi perhatian dan didikan yang dibutuhkan anak hingga nilai-nilai kebaikan, seperti sopan santun, menghargai orang lain, atau batasan benar-salah, boleh- tidak boleh, tidak tertanam dengan baik pada diri anak. Anak pun tumbuh menjadi pribadi yang egois dan suka melawan.
Pengaruh lingkungan juga menjadi faktor penyebab timbulnya sikap keras kepala. Anak begitu mudah meniru perilaku teman-temannya, orang-orang lain yang dikenalnya, atau tayangan televisi. Ketika anak mendapati teman-temannya atau orang lain menunjukkan perilaku suka melawan kepada orangtua, anak-anak pun akan dengan mudah melakukan hal yang sama.
Selain itu, apa yang dilakukan orangtua di rumah juga berpotensi memberikan kontribusi. Mungkin anak sering melihat kedua orangtuanya bertengkar atau bersikap keras kepala. Atau, anak melihat orangtuanya tidak patuh kepada nenek dan kakeknya. Anak pun dapat terdorong untuk melakukan hal sama seperti yang dilakukan orangtuanya.
Menjalin kedekatan dengan anak adalah cara terbaik menangani anak keras kepala. Komunikasi dua arah antara orangtua harus terjalin dengan baik. Misalnya, ketika kita memerintahkan sesuatu, jangan hanya sekadar memerintah, yakinkan bahwa anak paham maksud dari perintah tersebut. Sebaliknya, ajak anak berbicara dan tanyakan alasannya, mengapa dia membantah atau bersikeras dengan pendapatnya. Bila alasannya tidak tepat, beri larangan tegas namun tetap disertai kesabaran. Cara ini akan memberikan pemahaman tentang batasan pada anak, tanpa membuatnya merasa ditolak atau tidak dicintai.
Sebagai orangtua, kita harus pandai meredam emosi. Bila tidak, kita sendirilah yang nantinya kewalahan. Berbicaralah dari hati ke hati. Tanyakan apa yang menjadi keinginannya. Misal, ketika anak menginginkan pergi ke suatu tempat dan kita melarangnya. Kemukakan dengan bijak alasan melarangnya. Jelaskan pada anak dengan bahasa yang ia mengerti, mengapa suatu hal diperintahkan dan hal lain dilarang. Yang harus diingat, jangan bersikap kasar atau terlampau keras pada anak. Bersikap lembut dan penuh kasih sayang akan sangat membantu. Karena dengan begitu, anak akan merasa bahwa teguran atau larangan yang kita sampaikan, bukan karena benci, melainkan karena rasa sayang padanya. Jangan lupa berikan pujian ketika anak berperilaku baik, walau hanya dengan pelukan atau belaian.||

Muhammad Rizal,
Pendidik, tinggal di Yogya
foto edukasi.kompasiana.com

Powered by Blogger.
close