Dunia Sekolah : Keanggotaan Komite Sekolah



Teh hangat dan pisang goreng adalah sajian istimewa keluarga Pak Ruslan dan Bu Ruslina memang paling tahu kesukaan suami tercintanya itu. Seperti juga pagi ini. Seusai mencuci motor butut dan bersih-bersih beranda rumah, Pak Ruslan mendapat sajian istimewa : teh hangat dan pisang goreng.
“Subhanallah. Teh hangat dan pisang istimewa … disajikan istri yang istimewa …! Jazakillah ya ….”
Wajah Bu Ruslina merona merah jambu. “Ah, Abi bisa saja …”
“Teh dan pisang goreng buatan Umi rasanya berbeda lho dengan yang ada di warung-warung. Kalau yang ini rasanya … ehm … pasti spesial,” ujar Pak Ruslan sambil mengambil dan menikmati pisang goreng dengan lahapnya.
Wajah Bu Ruslina makin memerah …
Tiba-tiba …
“Wah, Bu Ruslina ini paling tahu saja kalau saya mau datang …!” terdengar suara khas yang sangat dikenal. Ya … siapa lagi kalau bukan Bu Ilham. “Saya tahu, Bu Ruslina sengaja menggoreng agak banyak untuk bertiga … Terima kasih ya, Bu.”
Pak Ruslan dan Bu Ruslina tersenyum. Mereka sama sekali tidak keberatan kalau teh dan pisang goreng adalah sajian istimewa. Bu Ilham adalah tetangga istimewa. “Silahkan, Bu. Nanti kalau kurang di dalam juga masih ada kok …”
“Wah, kalau ini nyindir …,” ujar Bu Ilham sambil memonyongkan bibirnya. “Seharusnya Bu Ruslina saya usulkan menjadi pengurus Komite Sekolah di sekolahnya Abror. Seksi Pisang  Goreng Istimewa …”
Bu Ruslina tersenyum. Pak Ruslan tertawa.
“Jangan semua diusulkan jadi pengurus, Bu. Cukup jadi anggota saja …”
“Lho, kan semua orang tua/wali siswa otomatis jadi anggota komite sekolah, Bi?”
“Oh tidak. Orang tua/wali siswa yang menjadi anggota komite sekolah adalah perwakilan dari berbagai jenjang kelas yang dipilih secara demokratis. Bukan semua orang tua/wali siswa …”
Bu Ilham tampak bengong. Beberapa kali bibirnya dimonyong-monyongkan. Begitulah kali Bu lham sedang merasa heran. “Saya ingat sekarang, saya dulu pernah memang terpilih menjadi wakil dari kelasnya Abror bersama beberapa orangtua/wali yang lain … Tapi, yang saya heran, ketika pertemuan anggota Komite Sekolah yang hadir cukup banyak. Malah sebagian saya tidak kenal. Ada juga dari kelurahan …”
“Memang begitu. Selain perwakilan dari orang tua/wali, anggota komite sekolah dapat diambil dari pejabat pemerintah setempat. Misalnya : Lurah, Kepala Desa, kapolsek, Danramil, Pejabat Depnaker, Puskesmas, dsb.”
“Saya juga melihat Ustadz Torif ikut diundang ..”
“Ya, barangkali kalau mewakili tokoh atau anggota masyarakat, yang memang bisa menjadi anggota komite sekolah …”
“Maksudnya tokoh atau anggota masyarakat itu siapa,Bi?” tanya Bu Ruslina.
“Misalnya ulama atau tokoh agama seperti ustadz Torif, ketua RT/RW, kepala dusun, budayawan, pemuka adat, atau warga biasa yang punya perhatian pada kemajuan dunia pendidikan …”
“Berarti Pak Wibowo, pemilik toko besar di seberang jalan itu mewakili tokoh masyarakat ya, Pak?”
“Sangat mungkin beliau mewakili dunia usaha atau industri ..”
“Oh ya, betul. Saya lihat beliau duduk di samping Haji Ilyas, pemilik pabrik krupuk yang lokasinya berada di dekat sekola itu lho. Saya juga melihat Haji Ma’ruf …”
“Haji Ma’ruf?”
“Yang punya toko mebel itu lho, Bu … Mestinya Bu Ruslina diundang sebagai pengusaha … pisang goreng!”
Bu Ruslina tersenyum. “Pisang goreng saya kan Cuma untuk suami,untuk Angga dan … untuk Bu Ilham ..”
“He … he … he … Terima kasih lho, Bu. … Eh, kalau Pak Farhan Santosa? Mewakili apa?”
“Kita semua tahu, Pak Farhan adalah pakar pendidikan. Perhatian beliau terhadap kemajuan pendidikan di wilayah kita juga sangat besar. Tampaknya beliau menjadi anggota komite dari unsur pakar atau tokoh pendidikan …”
“Kok banyak sekali sih, Bu …”
“Betul. Komite Sekolah kan wadah partisipasi masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan. Jadi unsur-unsur masyarakat yang berkaitan dengan hal itu boleh saja diminta menjadi anggota komite. Bahkan dari organisasi profesi yang berhubungan dengan pendidikan juga bisa jadi anggota. Misalnya : pengurus PGRI, Ikatan Pustakawan, dsb …”
“Kalau guru-gurunya?”
“Unsur Dewan Sekolah, yayasan atau lembaga penyelenggara pendidikan, Badan Pertimbangan Desa juga boleh menjadi anggota komite sekolah, meskipun sebaiknya jumlahnya agak dibatasi. Yang lebih banyak mestinya kan dari orangtua/wali dan masyarakat …”
Bu Ilham tampak manggut-manggut lagi. Bibirnya lagi-lagi dimonyong-monyongkan.
“Banyak sekali. Jangan-jangan murid atau siswa juga boleh jadi anggota komite …”
Bu Ruslina tertawa. “Ah, ya tidak lah, Bu …”
“Bisa saja. Untuk SMP/MTs, SMA/MA atau SMK yang dipilih secara demokratis dapat juga menjadi anggota komite. Kalau murid SD, … ya dianggap masih terlalu kecil …”
Bu Ruslina terbengong mendengar jawaban Pak Ruslan.
“Perwakilan forum alumni yang telah dewasa dan mandiri juga boleh diangkat menjadi anggota komite sekolah ..”
“Banyak sekali ya, Bi ..”
“Jumlah anggota komite minimal 9 orang dan harus ganjil …!”
“Itu semua tadi anggota komite sekolah ya, pak. Lha pengurusnya?”
“Dari musyawarah anggota komite sekolah itulah lalu dipilih pengurus. Minimal ada seorang ketua, sekretaris dan bendahara, ditambah dengan bidang-bidang tertentu sesuai dengan kebutuhan. Yang jelas pemilihannya harus berdasarkan musyawarah dan mufakat. Tidak boleh ditunjuk kepala sekolah atau Pak Camat …”
“Betul, pak. Dalam musyawarah anggota itu pula semua anggota komite sekolahnya Abror sepakat bulat, tidak lonjong sedikitpun, memilih saya sebagai bendahara. Pusing saya!”
Pak Ruslan dan Bu Ruslina tertawa. Mimik wajah Bu Ilham lucu sekali.
Sungguh, sebuah obrolan yang mengasyikkan. Yang jelas, hasil obrolan itu … Pak Ruslan hanya kebagian 1 pisang goreng. Sembilan yang lain, pelan tapi pasti, habis disikat Bu Ilham …!
“Kalau mau lagi, Pak Ruslan dan Bu Ruslina yang di dalam ya. Katanya masih …”, ujar Bu Ilham dengan santai. Ia langsung menyeruput teh yang tidak hangat lagi …

RUA Zainal Fanani, Ketua Yayasan SPA Yogyakarta

Powered by Blogger.
close