Dunia Sekolah : Mesin dan Metode
“Pak Ruslan,
please, tolong saya …. Nanti sore kan
ada pertemuan komite sekolah, saya ingin menyampaikan tentang input sekolah
kepada teman-teman sesama pengurus. Apa input sekolah yang diterangkan Pak
Ruslan sudah selesai? Cuma tiga itu? Manusia … engh … uang … dan Material …?”
Hari masih begitu pagi, ketika tiba-tiba Ibu Ilham muncul dan langsung
“nerocos” seperti banjir bandang.
Bu Ruslina
yang menyiapkan sarapan pagi untuk Angga, agak kaget juga. “Pagi-pagi sekali,
Bu Ilham ..”
Bu Ilham
menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “Maaf ya, bu. Soalnya saya takut
keburu nggak ketemu Pak Ruslan. Padahal nanti sore ada pertemuan komite …”
Wajah Bu Ilham tampak memelas.
Pak Ruslan
hanya bisa terseyum. Sebetulnya pagi ini ada rencana mencuci motor bututnya,
baru berangkat mengajar.
“Bawa
ember dan lap, mau nyuci motor ya, Pak?
Pak Ruslan terangkan saja dulu, nanti biar sayayang mencucikan motornya …!
Please …”
Pak Ruslan
tertawa lebar. Bu Ruslina yang mendengar rajukan Bu Ilham pun ikut tersenyum.
“Baiklah, Bu,
kita lanjutkan dengan input sekolah yang keempat : Mesin ..”
“Mesin? Anak SD
apa ya sudah diajar tentang mesin-mesin to, Pak?” potong Bu Ilham.
“Lho, kita kan sedang berdiskusi
tentang input sekolah, bukan isi pelajaran … Jadi, mesin di sini maksudnya
bukan pelajaran tentang mesin, tapi input berupa mesin-mesi …”
“Apa maksudnya
sekolah itu mirip mobil ya, Pak? Kok pakai mesin segala …” tanya Bu Ilham
sambil memonyongkan bibirnya. Tak lupa memperagakan seperti sopir angkot.
“Sekolah
membutuhkan berbagai perangkat untuk mendukung pembelajaran. Sekarang ini sudah
zaman komputer. Hampir semua sekolah sudah menggunakannya. Kata “mesin”
mewakili perangkat teknologi seperti komputer, radio, televisi, LCD, OHP,
alat-alat audio-visual, mobil, dsb. Sekarang zaman kan emang semakin canggih. Alat-alat bantu
untuk belajar pun makin canggih pula. Sebetulnya tanpa “mesin-mesin” ini
kegiatan belajar di sekolah bisa-bisa saja tetap berjalan, tapi tentu kurang
optimal …” urai Pak Ruslan.
“Wah, sebagai
bendahara saya harus jeli melihat “mesin-mesin” apa yang belum dimiliki
sekolah. Kalau Abror dan teman-temannya bisa belajar dengan komputer dan
alat-alat bantu yang lain, pasti bisa lebih asyik. Ini tugasnya komite sekolah
ya, Pak …”
Pak Ruslan
mengangguk. “Yah, bila bisa diusahakan, mengapa tidak? Tapi tetap
mempertimbangkan kemampuan keuangan dan skala prioritas. Dan yang lebih penting
lagi adalah pemanfaatannya.jangan sampai setelah dibeli malah tidak pernah
digunakan. Atau, tidak punya keterampilan untuk menggunakannya. Ini kan namanya sia-sia,
mubazir …”
“Ada yang lebih puentiiing
lagi lho, Pak …”
“Apa itu, Bu?”
“Perawatan!
Kalau tidak dirawat, alat-alat itu akan mudah rusak. Kalau sedikit-sedikit
rusak, bangkrut saya, Pak …” ujar Bur Ilham. Bibirnya, seperti biasa
dimonyonkannya dengan penuh semangat.
“Betul. Saya
setuju sekali. Ini sering menjadi kelemahan kita.bisa membeli tapi kurang bisa
merawat. Input keempat ini memang membutuhkan ketekunan untuk mengadakan dan
merawatnya …”
“Oh ya, itu
inputyang kempat. Yang kelima?”
“Nah, yang
kelima, atau yang treakhir, adalah input berupa metode-metode …”
Bu Ilham
tampak mengerutkan keningnya.
“Sebagai
lembaga pendidikan, sekolah harus mengembangkan cara-cara, teknik, dan strategi
terbaik agar tujuan pendidikan yang telah dicanangkan dapat terwujud. Jadi,
metode-metode ini terkait dengan pembelajaran.guru harus berusaha mencari cara
yang paling mudah dipahami oleh murid-murid …”
“Wah, ini amat
sangat puentiiing sekali, pak!”
“Ya. Boleh
dibilang inilah kegiatan paling inti dari sekolah. Kualitas guru ditentukan di
sini. Otomatis ini sangat berpengaruh pada prestasi murid-murid dan akhirnya
pada kualitas sekolah secara keseluruhan,” tandas Pak Ruslan.
“Tapi, ini kan tugas guru, Pak.
Lha, pengurus komite sekolah bisa berbuat apa?”
“Oh, banyak
yang bisa dilakukan Komite Sekolah dapat memprogramkan pelatihan-pelatihan guru
agar mampu mengajar dengan metode-metode mutakhir. Bisa juga mengadakan
buku-buku bacaan untuk penunjang guru. Bisa juga mebiayai studi banding, magang
atau mengundang konsultan. Atau, bahkan memberi beasiswa tugas belajar bagi
guru-gurunya agar kemampuan mengajarnya meningkat. Sekolah-sekolah yang maju
biasanya sangat memperhatikan hal ini. Bukan hanya membangun dan membeli
barang-barang saja …”
Mendengar
penjelasan Pak Ruslan Bu Ilham tampak terenung. Bibirnya terkatup rapat,
sehingga tampak monyong dengan sendirinya. “Wah, kalau mengharapkan sekolahnya
maju, komite sekolah memang harus sungguh-sungguh membantu ya, Pak. Kasihan
para guru dan pengurus yayasan kalau semuanya dibebankan kepada mereka ..”
Pak Ruslan
tertawa lebar. “Begitulah sehaursnya …”
“Makasih, ya
Pak. Please, sesuai janji saya, sekarang sebenarnya saya sudah siap mencucikan
motornya Pak Ruslan. Tapi berhubung saya melihat Pak Ruslan tidak tega pada
saya yang gemuk subur-makmur ini, maka dengan senang hati saya mengurungkannya
dan segera pulang. Saya yakin,Pak Ruslan pasti juga tidak rela kalau motor
kesayangannya saya yang mencuci. Oke, saya tidak keberatan kok kalau Pak Ruslan
mencuci sendiri …”
Pak Ruslan
tersenyum.
RUA Zainal Fanani, Ketua Yayasan SPA Yogyakarta
Foto geniusmap.com
Post a Comment