KEDUDUKAN KOMITE SEKOLAH
Meski
harus sering menghadiri rapat-rapat Komite Sekolah, Bu Ilham tampak sangat
bersemangat. Begitu bersemangatnya, hingga setiap pulang dari rapat komite, Bu
Ilham selalu mapir di rumah Pak Ruslan. Ada-ada saja ceritanya. BU Ruslina pun
selalu menyambut kehadiran Bu Ilham dengan senang hati. Soalnya, Bu Ruslina
sendiri bisa ikut belajar banyak dari cerita-cerita Bu Ilham. Seperti yang
terjadi sore ini ..
“Pak
Ruslan, hari ini ada yang sangat aneh lho, Pak. Masa SD yang
sekomplek dengan sekolahnya Abror, minta pengurus komitenya digabung saja. Di
lokasi itu kan
memang ada 2 SD dan sekomplek. Tapi kan SD nya
sendiri-sendiri, namanya juga beda, muridnya beda, kepala sekolahnya juga beda,
guru-gurunya beda.harusnya kan
membentuk kepengurusan komite sendiri. Tapi ini aneh . minta digabung saja …”
Kisah Bu Ilham dengan wajah ekspresif, seperti biasanya.
Pak
Ruslan tersenyum. “Kalau gabungan, kan
Bu Ilham nanti memegang uang banyak. Jadi bendahara komite dari 2 sekolah. Enak
kan ?”
“Wah,
kalau uangnya terlalu banyak, pusing saya. Berat tanggung jawabnya. Capek
mencatatnya …,” keluh Bu Ilham.
“Kok
aneh ya, Bi. Ada
sekolah tidak membentuk pengurus komite sekolah sendiri, malah minta gabungan
dengan sekolah lain. Apa ini boleh?” Bu Ruslina tertarik untuk ikut bertanya.
Bagi BU Ruslina, berita yang disampaikan Bu Ilham cukup mengusik rasa ingin
tahunya.
“Memang
hal ini cukup jarang terjadi …,” kata Pak Ruslan. “Dan …”
“Mestinya
ini tidak boleh ya, Pak? Melanggar peraturan!” sergah Bu Ilham sambil
memonyongkan bibirnya.
“Sabar
Bu Ilham .. saya harus jelaskan dulu. Memang ini jarang terjadi … Tapi
sebenarnya membentuk komite sekolah gabungan dua atau lebih SD yang saling
berdekatan boleh-boleh saja. Tidak ada larangannya sama sekali. Syaratnya,
semuanya disepakati …” urai Pak Ruslan.
Bu
Ruslina mengernyitkan dahi. “Abi .. ini lebih aneh lagi. Kalau menurut
penjelasan Abi tadi, pengurus komite gabungan bisa dibentuk tidak hanya untuk
sekolah yang satu komplek, tapi yang berdekatan.abi tadi juga bilang,
gabungannta tidak hanya dua sekolah tapi bisa lebih. Masa begitu, Bi?”
“Ya,
Bu. Saya kok jadi tambah bingung …”
“Tidak
usah bingung Bu Ilham. Memang boleh-boleh saja. Bahkan, bila sekolahnya tidak
berdekatan sekalipun, misalnya beberapa SD yang berada di satu wilayah
tertentu, satu desa atau kelurahan, sepakat hanya membuat satu kepengurusan
komite sekolah yang bersifat gabungan, juga boleh-boleh saja. Tergantung
pertimbangan apa. Mungkin sumber daya tokoh-tokohnya cukup terbatas, mungkin
dengan pertimbangan saling menguatkan dan saling memanfaatkan potensi
masing-masing secara bersama-sama …” urai Pak Ruslan lagi.
Bu
Ruslina dan Bu Ilham saling berpandangan. Keduanya, meski dengan ekspresi yang
sangat berbeda, sama-sama menunjukkan rasa kurang percaya.
“Jangan-jangan
nanti ada komite sekolah dari SD sampai SMA, ya BU …,” seloroh Bu Ilham.
“Ya
tidak lah, Bu. Masak gabungan SD, SMP, dan SMA …,” timpal Bu Ruslina.
Pak
Ruslan kembali tersenyum. “Pengurus komite sekolah gabungan SD sampai SMA, bila
dianggap perlu dan disepakati oleh unsur masing-masing, juga boleh-boleh saja.
Tidak ada larangannya sama sekali …”
Bu
Ilham membelalak. “oleh ya, Pak. Tapi yang gabungan-gabungan tadi praktiknya
sulit. Kecuali bila ada intruksi dari Pak Camat, Lurah atau Kepala Dinas
Pendidikan …”
“Nah,
ini yang perlu diluruskan lagi. Pengurus komite sekolah bersifat suka rela dan
mandiri. Tidak ada hubungan hirarkis atau atasan-bawahan dengan sekolah maupun
dengan lembaga pemerintah. Jadi Pak Camat, Lurah atau Kepala Dinas Pendidikan,
bahkan Presiden sekalipun tidak berwenang memerintah pengurus komite sekolah
juga tidak berhak memerintah kepala sekolah atau guru-guru. Ingat lho Bu,
hubungannya adalah kemitraan demi kemajuan bersama …”
“Maksud
saya, soal membuat pengurus komite gabungan beberapa sekolah tadi lho, Pak.”
“Tetap
saja harus atas kerelaan dan kesepakatan anggota komite itu sendiri. Bukan
karenaperintah atau instruksi …”
Bu
Ilham manggut-manggut.
“Maaf
Bu Ilham, permintaan SD yang tadi diceritakan ingin menggabung saja
kepengurusan komitenya, akhirnya bagaimana? Saya kok penasaran …” tanya Bu
Ruslina.
“Ya
belum dibicarakan. Cuma, banyak peserta rapat yang merasa usulan dan permintaan
ini aneh bin ganjil, Bu. Mestinya tadi Pak Ruslan didatangkan pakai helikopter
ke tempat rapat. Terus diterjunkan dari udara … meluncur … memberikan
penjelasan, terus dikembalikan ke sini lagi …” ujar Bu Ilham sambil menerangkan
orang meluncur dengan tali dan memonyongkan bibirnya.
Bu
Ruslina tertawa geli. “Wah, suami saya paling takut dengan ketinggian lho, Bu
…”
“Jangan
takut, Bu. Nanti meluncurnya saya dampingi. Dan ketika meluncur sebaiknya
matanya ditutup …”
Pak
Ruslan dan Bu Rusina tergelak.
Bu
Ilham pun ikut tersenyum dengan senyum khasnya. “Oh ya, Pak. Ada hal aneh yang
mau saya tanyakan lagi …”
“Soal
aneh apa lagi, Bu,” jawab Pak Ruslan, masih dengan rasa geli yang belum habis.
“Tadi
ada juga orang tua siswa yang memberitahu mau membentuk pengurus komite di
kelas ananya, kelas 5. ini kan
mengajak perpecahan, Pak …”
“Oh,
bukan begitu, Bu. Pembentukan paguyuban atau komite kelas juga tidak masalah.
Boleh-boleh saja. Apalagi bila niatnya adalah untuk membantu meningkatkan
kualitas pembelajaran di kelas itu. Bisa saja dibuat program-program kemitraan
dengan wali kelas masing-masing. Ini kan
justru menunjukkan kepedulian yang tinggi. Sebaiknya, bentuk kepedulian seperti
ini tidak dilihat sebagai bentuk perpecahan. Kan malah bisa saling mendukung dan saling
menguatkan. Ujung-ujungnya, kualitas pendidikan disekolah itu akan semakin
meningkat …”
“Waduh,
saya lagi yang keliru …ternyata yang aneh justru saya ya, Pak. Begini saja,
saya akan usul dalam berikutnya agar Pak Ruslan diangkat jadi staf ahli atau
konsultan …..He…he..he. Anehkan?”
“Komite
sekolah mengangkat staf ahli, konsultan atau pegawai juga boleh. Punya kantor
disekolah, atau di luar sekolah, diruko misalnya, juga boleh. Pokoknya, apa
yang baik untuk kemajuan sekolah dan meningkatnya partisipasi masyarakat,
boleh-boleh saja….”
“Keliru
lagi! Dari tadi jawabannya : boleh-boleh saja. Tak ada yang lain?” Bu Ilham
cemberut. Justru wajahnya yang terlihat aneh : memelas tapi lucu. “Cemberut
juga boleh, kan ?”
RUA Zainal Fanani, Ketua Yayasan SPA Yogyakarta
RUA Zainal Fanani, Ketua Yayasan SPA Yogyakarta
Post a Comment