Multiple Intelligence
Teringat
kembali perbincangan saya dengan seorang wali mulid di sekolah yang sedikit
tidak puas ketika melihat hasil rapot anaknya. Hal ini mendorong saya untuk
mengetahui lebih dalam apakah kecerdasan anak itu dinilai dari hasil rapotnya
atau apakah ada kecerdasan-kecerdasan lain yang perlu digali lebih dalam selain
kecerdasan dalam bidang akademik anak.
“Kalau pintar gambar, sudah besar tidak bisa
jadi dokter, mau disalurkan ke mana bakatnya nanti, Ustadzah?” keluh wali murid
tersebut pada saya dengan nada pesimis.
Mendengar
jawaban tersebut, saya berpikir, apakah semua anak harus mendapatkan nilai yang
tinggi agar bisa dikatakan cerdas? Saya cukup sedih mendengar komentar wali
murid tadi. Apalagi dia seorang ibu. Sebagai seorang guru, saya mengerti anaknya
pintar dalam menggambar dan memiliki daya kreasi yang luar biasa.
Memang, sekarang banyak para orangtua murid yang masih
beranggapan jika anaknya tidak masuk 10 besar di kelas atau nilai matematikanya
tidak dapat bagus, anak tersebut tidak pintar. Padahal anak memiliki potensi
kecerdasan yang beragam. Dalam dunia pendidikan, kecerdasan yang beragam ini
dinamakan Multiple Intelligence. Konsep ini mengoreksi beberapa paradigma mendasar tentang
kecerdasan dan proses belajar yang telah berkembang sebelumnya. Tidak seperti
pemahaman sebelumnya yang mengatakan bahwa kecerdasan dapat dinyatakan dalam
satu angka tertentu lewat tes IQ, Gardner berpendapat bahwa kecerdasan
seseorang dapat dilihat dari banyak dimensi, tidak hanya kecerdasan verbal
(berbahasa) atau kecerdasan logika saja.
Menurut Gardner, manusia itu,
siapa saja kecuali cacat atau punya kelainan otak, sedikitnya memiliki 9 kecerdasan, antara
lain:1) Cerdas bahasa
(linguistik), yakni kemampuan menyusun pikiran dengan jelas dan mampu
menggunakan kemampuan ini secara kompeten melalui kata-kata untuk mengungkapkan
pikiran-pikiran dalam bicara,membaca, dan menulis. 2) Cerdas matematis-logis
(kognitif), yaitu kemampuan menangani bilangan, perhitungan, pola, serta
pemikiran logis dan ilmiah. 3) Cerdas gambar dan ruang (visual-spasial) adalah kemampuan untuk melihat
dan mengamati dunia visual dan spasial secara akurat (cermat). 4) Cerdas musik yaitu kemampuan menyimpan nada
atau irama musik dalam memori. Orang yang memiliki kecerdasan ini lebih mudah
mengingat sesuatu jika diiringi dengan irama musik.
5)
Cerdas gerak (kinestesis), yakni kemampuan menggunakan anggota tubuh untuk
segala kepentingan atau kebutuhan hidup. Dengan kecerdasan ini seseorang bisa
mewujudkan ide atau gagasannya melalui gerak fisik. 6) Cerdas bergaul
(interpersonal) yaitu kemampuan seseorang untuk berhubungan dengan orang-orang
di sekitarnya sehingga dia bisa merasakan secara emosional:tempramen, suasana
hati, maksud serta kehendak orang lain. 7) Cerdas diri (intrapersonal) adalah
kemampuan mengenali dan memahami diri sendiri serta berani bertanggung jawab
atas perbuatan sendiri. 8) Cerdas alam, yaitu kecerdasan yang erat berhubungan
dengan lingkungan, flora, dan fauna, yang tidak hanya menyenangi alam untuk
dinikmati keindahannya. Akan tetapi sekaligus juga punya kepedulian untuk
kelestarian alam tersebut. 9) Cerdas eksistensial (religi), yakni kemampuan
merasakan dan menghayati berbagai pengalaman ruhani atas pelajaran atau
pemahaman sesuai keyakinan kepada Tuhan.
Dari
hasil pembicaraan saya dengan seorang wali murid pada awal artikel ini, bisa
kita simpulkan bahwa orangtua sebaiknya tidak memaksakan seorang anak untuk
cerdas dalam segala hal. Orangtua sebaiknya bisa mengetahui potensi
kecerdasan yang dimiliki anaknya. Berikan wadah yang tepat untuk anak kita
setelah kita mengetahui kecedasan dominan yang dimiliki anak. Tidak berkata
kasar terhadap hasil pencapaian anak, berikan pujian yang membangun dan berikan
input atau kritikan dengan cara yang lembut dan tidak menyakiti hati terhadap
hasil kerjanya merupakan beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk
meningkatkan kecerdasan anak.||
Meida Defita, Guru SDIT Al Hasanah Bengkulu
Post a Comment