Sifat Dasar Kemitraan



Ada tamu istimewa sore ini dirumah Pak Ruslan. Tanpa dinyana, Bu Ilham mengajak beberapa teman sesama pengurus Komite Sekolah.
“Ini Pak Haji Ma’ruf, yang punya toko mebel itu lho, Pak. Mebelnya bagus-bagus dan murah-murah lagi. Apalagi kalau yang beli bendahara Komite…”ujar Bu Ilham sambil promosi.
Pak Haji Ma’ruf tersenyum-senyum. “Khusus untuk Bu Ilham, beli satu set meja-kursi tamu dapat bonus sebiji sapu ijuk…”selorohnya.
Semuanya tertawa, kecuali Bu Ilham yang selain tersenyum masih memonyongkan bibirnya. “Wah, kalau sapu ijuk dirumah saya juga banyak…”
“Saya Wibowo, Pak..”
“Nah, Pak Wibowo ini yang punya toko besar di pinggir jalan itu lho, Pak.”
“Ah, Cuma kecil-kecilan kok…”
“iya, kecil-kecilan tapi tokonya cukup untuk kandang 10 ekor gajah…”Kali ini bu Ilham yang berselorah. “Masih ditambah saya, pawangnya yang memang mirip gajah…!”
Kembali semuanya tak bisa menahan tawa.
“Yang berkaca mata itu Pak Haji Ilyas. Saya yakin Pak Ruslan sudah sering menikmati krupuk Barokah yang terkenal gurih  itu. Haji Ilyas adalah direktur merangkap kondekturnya ….”
“Direktur dan Kondektur? Bu Ilham ini ada-ada saja … Saya kan Cuma mengelola amanah Allah ….”
Begitulah. Suasana rumah Pak Ruslan jadi penuh canda-tawa karena ada Bu Ilham. Bu Ruslina pun ikut merasa terhibur.
“Kami ini baru pertama kali jadi pengurus Komite Sekolah. Masih banyak hal yang belum kami mengerti mengenai seluk-beluk komite. Kata Bu Ilham, beliau punya guru besar dalam masalah ini. Jadi kami bisa banyak bertanya ….,” kata Pak Wibowo.
“Ya beliaulah yang selalu saya ceritakan: Profesor Ruslan! Dan yang sebelahnya itu Bu Ruslina, istri beliau, yang sedang menyiapkan pabrik pisang goreng untuk di ekspor ke …rumah saya …!”
Semuanya tergelak lagi.
“Apalah artinya saya. Saya kan Cuma seorang guru. Di komite kan ada Pak Farhan Santosa. Beliau pakar pendidikan kan?”
“Benar, sayangnya untuk 6 bulan ini beliau minta izin tidak aktif karena menyelesaikan studinya di Malaysia. Yah, ahirnya kami terima tawaran Bu Ilham untuk bersilaturahmi ke rumah pak …eh …Profesor Ruslan ….,”ujar Haji Ilyas.
Pak Ruslan dan Bu Ruslina tersenyum-senyum. Ini semua gara-gara Bu Ilham.
“erus terang, ketika Pak Farhan berkali-kali menekankan bahwa Komite Sekolah adalah mitra bagi sekolah, saya masih belumbegitu paham. Mau saya tanyakan, sekarang beliau malah sudah berangkat ke Malaysia. Bagaimana ini Pak Ruslan ..?”
Pak Ruslan tampak menghela nafas. “Hubungan komite Sekolah dengan pengelola sekolah memang kemitraan. Saya kira, bapak-bapak yang menjadi pengusaha sudah sangat paham. Untuk mencapai tujuan bersama, kemitraan adalah bentuk hubungan yang terbaik. Aneh sekali bila hubungan antara komite dengan pihak sekolah adalah persaingan. Akibatnya buruk sekali: berebut pengaruh, saling menjatuhkan, saling tidak peduli, suka mencari-cari dan memanfaatkan kelemahan pihak lain, dsb. Ini jelas bertentangan dengan tujuan dibentuknya Komite Sekolah sebagai wadah partisipasi masyarakat untuk peningkatan mutu pendidikan …”
“Waduh, ini yang bikin gonjang-ganjing dunia …Kalau ingin maju ya harus kompak, saling membantu, peduli, mesra. Harus mesraaaaa ….!” Komentar Bu Ilham dengan mimik wajah lucu.
“Agar kemitraan berjalan dengan baik, kita harus memiliki 4 sifat dasar. Pertama, bersifat jangka panjang. Jadi, perlu diusahakan agar hubungannyaharmonis dan dilandasi oleh tujuan yang mendasar, tidak hanya berpikir untuk keuntungan sesaat saja.”
Bu Ilham manggut-manggut.
kedua, fokusnya adalah pemecahan masalah bersama untuk mencapai tujuan bersama. Masing-masing harus berpikir solusi dan sadar akan tujuan pokok yanga akan dicapai : kemajuan dunia pendidikan.”
“Nah, ini yang kadang kurang disadari, Pak. Akibatnya, pihak sekolah merasa direcoki, ada komite malah repot. Atau sebaliknya, Komite Sekolah merasa hanya dimanfaatkan dan dijadika  sapi perahan saja …”
“Sapi? Sapinya siapa,Pak Ma’ruf? Tanya Bu Ilham dengan mata membelalak.
Semuanya tertawa berderai. Bu Ruslina malah sampai mengeluarkan air mata.
Sambil berusaha menahan tawa, Pak Ruslan melanjutkan, “Itulah sebabnya dibutuhkan sifat dasar yang ketiga, dilandasi nilai-nilai yang luhur.”
“Nilai-nilai luhur? Bisa agak dirinci, Pak?” tanya Pak Wibowo.
“Yang dimaksud dengan nilai-nilai luhur adalah kejujuran, keterbukaan, saling percaya, saling mempedulikan, rasa setara, dsb. Hubungan kemitraan akan hancur bila keduanya tidak jujur, tertutup, saling curiga, tidak peduli, atau saling mendominasi. Nilai-nilai luhur ini harus benar-benar dijaga bersama-sama …”
“Subhanallah, benar sekali. Dalam berbisnis pun juga harus begitu. Kita harus menjaga kepercayaan, jujur dan amanah. Saya kira Pak Haji Ilyaas tahu persis,” komentar Pak Haji Ma’ruf.
“Kalau kita ingin berhasil memang harus begitu. Di rumah tangga pun saya juga begitu. Saling terbuka, jujur, saling percaya …”
“Wah, mentang-mentang Haji Ilyas ini temantin baru…”sergah  Bu Ilham. Haji Ilyas langsung tersipu-sipu.
“Saya juga setuju dengan Pak Haji Ilyas. Hubungan kemitraan mirip dengan hubungan suami-istri. Inilah sifat dasar kemitraanb yang keempat, saling bergantung.Artinya, dilandasi oleh kesadaran saling membutuhkan. Untuk ini masing-masing pihak harus sadar tentang peran dan fungsi masing-masing …”
“Saya setuju. Misalnya, hari ini Bapak-bapak berperan sebagai tamu yang perlu tambahan ilmu. Saya berperan sebagai orang yang mengantarkan, Pak Ruslan berperan dan berfungsi sebagai orang yang memberi penjelasan Dan Bu Ruslina …sebentar lagi akan berperan sebagai orang yang menyediakan teh hangat dan pisang goreng, karena sebentar lagi kita berbuka puasa …”
Tentu saja semuanya tertawa. Termasuk Bu Ruslina.

RUA Zainal Fanani, Ketua Yayasan SPA Yogyakarta


Powered by Blogger.
close