Kisah Cerdas : Al Mubarak dan Buah Delima
Dahulu
kala, ada seorang laki-laki bernama Al-Mubarak. Dia adalah seorang
pembantu dari seorang saudagar penduduk Hamdzan dari Bani Hanzhalah di daerah
Khurasan. Ia bekerja di perkebunan saudagar itu dalam jangka waktu yang lama.
Pada
suatu hari, datanglah saudagar tersebut ke perkebunannya. Ia menyuruh Al-Mubarak
mengambilkan buah delima yang manis dari kebunnya. Dengan tangkas, Al-Mubarak
pun bergegas mencari pohon delima dan memetik buahnya kemudian menyerahkan
kepada tuannya. Setelah tuannya membelah dan memakannya, ternyata rasanya
kecut. Maka marahlah dia sambil berkata “Aku minta yang rasanya manis, malah
kamu berikan aku yang kecut. Cepat, ambilkan yang manis!”
Tak
mau mengecewakan saudagar, Al-Mubarak pun kembali bergegas dan memetik delima
dari pohon yang lain. Sang saudagar tersebut membelah dan memakan delima yang
dipetik oleh Al-Mubarak. Akan tetapi, delima yang kedua ini ternyata rasanya
juga kecut. Saudagar tersebut sangat marah kepadanya dan memerintahkan
Al-Mubarak untuk ketiga kalinya memetik buah delima lagi. Ternyata pada delima
yang ketiga, sang saudagar masih mendapatkan rasa yang kecut.
Akhirnya
sang saudagar pun bertanya: ”Apa kamu tidak bisa membedakan yang manis dan yang
kecut?” Tanyanya. “Al-Mubarak menjawab: Tidak”. “Mengapa ?” Tanya Sang Saudagar
“Sebab saya tidak pernah mencicipi sedikit pun buah tersebut sehingga saya
tidak mengetahui rasanya,” jawab al-Mubarak. “Mengapa kamu tidak mencicipinya?”
Kejar Saudagar dengan perasaan kesal bercampur heran. “Karena tuan tidak pernah
mengizinkan saya untuk memakannya.”
Saudagar
itu pun terdiam dan merenungkan ucapan Al-Mubarak dan akhirnya dia pun
menyadari kejujuran pembantunya itu. Maka menjadi mulialah Al-Mubarak di mata
sang Saudagar. Tatkala ia tahu akan kejujuran
budaknya ini, Mubarak menjadi besar dalam pandangan matanya, dan bertambah pula
nilai orang ini di sisi dia. Kebetulan majikan tadi mempunyai seorang anak
perempuan yang banyak dilamar oleh orang. Ia mengatakan, “Wahai Mubarak,
menurutmu siapa yang pantas memperistri putriku?”
“Dulu orang-orang
jahiliyah menikahkan putri-putri mereka lantaran keturunan. Orang Yahudi
menikahkan karena harta, sementara orang Nashrani menikahkan karena keelokan
paras. Dan umat ini menikahkan karena agama,” jawab Mubarok. Sang majikan kembali dibuat takjub dengan jawabannya.
Akhirnya majikan tadi pergi dan memberitahu istrinya, kemudian berkata,
“Menurutku, tidak ada yang lebih pantas untuk putri kita ini selain Mubarak.”
Saudagar
itu pun menikahkan Al-Mubarak dengan putrinya. Dari perkawinan tersebut,
lahirlah seorang anak laki-laki dari negeri Khurasan yang diberi nama Abdullah Ibnul Mubarak
yang kelak menjadi salah seorang ulama besar dalam sejarah Islam.||
Sumber:
Siyar Alamu Nubala, Imam Adzahabi
Laylatul Fajriyah, Pemerhati dunia anak, tinggal di Yogya
Post a Comment