Tips Cerdas : Hindari Membentak Anak


Terkadang orangtua atau orang dewasa tidak pernah menyadari apa yang dilakukannya bisa berakibat fatal terhadap anak, baik secara fisik ataupun mentalnya. Salah satu yang hampir tidak disadari adalah membentak anak. Orangtua menganggap membentak merupakan hal yang wajar, mengingat kelakukan negatif yang dilakukan oleh anak. Padahal tanpa disadari, bentakan yang dilakukan secara berulang-ulang tersebut bisa merusak otak juga mental pada anak.
Di masa pertumbuhan dan perkembangan, saraf otak anak masih dalam proses. Saat orangtua atau orang dewasa membentak, memarahi, memaki, atau merendahkan dengan kata-kata atau perbuatan kasar, maka jiwa anak secara otomatis akan tertekan. Anak-anak memiliki perasaan sama halnya dengan kita orang dewasa. Mereka juga punya rasa sakit hati, merasa bersalah, dan lainnya. Tapi karena mereka masih kecil, jadi perlawanan itu belum bisa mereka lakukan sehingga akibatnya merasuk ke jiwa dan mental mereka.
Sikap pemalu yang terlalu ekstrem juga terlihat pada anak-anak yang sering menerima perlakuan negatif dari orangtuanya. Tanpa disadari, sel-sel saraf otak pada anak mengalami kerusakan sehingga anak akan rentan terhadap penyakit otak, di antaranya radang otak dan kanker otak. Anak yang sering mendapat perlakukan negatif dari orangtua atau orang dewasa di sekitarnya akan lebih cenderung menunjukkan cara berpikir yang optimal. Mereka juga akan merasa menunjukkan sikap ketakutan berlebihan, sehingga banyak yang mengimplementasikannya sebagai sikap malu.
Kerusakan di otak pada anak yang sering menerima bentakan bisa menyebabkan si anak gagap pada saat dia sudah mulai bisa berbicara. Banyak akibat fatal yang bisa dialami anak-anak saat dia mendapat perlakuan tidak baik atau negatif dari orang-orang dewasa di sekitarnya, khususnya orangtuanya. Mengingatkan kesalahan anak tidak harus membentak atau memukul. Masih ada cara yang lebih baik.
Koreksi, teguran, larangan, atau hukuman terjadi saat muncul kesalahan yang dilakukan oleh sang anak. Sayangnya seringkali orangtua baru bertindak ketika kesalahan telah dilakukan oleh anak. Bukan mencegah, mengarahkan, dan membimbing sebelum kesalahan terjadi.
Seyogyanya sebuah aturan ditegakkan diawali penanaman pemahaman pada anak dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan anak. Pastikan anak memahami perilaku apa yang diharapkan orangtuanya. Dengan demikian kesalahan bisa dieliminasi.
Saat aturan sudah dipahami dengan segala konsekuensinya, diharapkan tidak lagi terjadi kesalahan. Namun kenyataannya tidak demikian. Saat itulah muncul rasa kecewa, kesal atau marah dari orangtua karena aturannya, harapannya tidak terpenuhi.
Di sisi lain bentakan, teriakan, cacian, atau makian dapat dikategorikan sebagai tindak kekerasan secara verbal dan emosional. Efeknya bisa menjadi berat dan berbahaya jika itu terjadi berkali-kali atau dalam waktu yang berkepanjangan.

Tips menghindari membentak anak:
Ø  Jangan hentikan teriakan anak dengan pekikan orangtua.
Ø  Sebelum berteriak atau membentak anak, ingatlah bahwa anak cerminan dari orangtua. Artinya jika itu dilakukan siap-siaplah orangtua menerima gaya anak yang gemar berteriak.
Ø  Ingatlah selalu dampak buruk teriakan/bentakan orangtua untuk masa depan anak karena akan lebih menyakitkan jika harus memiliki anak dengan kepribadian yang rapuh di saat dewasanya nanti.
Ø  Ingat kisah Rasulullah saat beliau menegur orangtua yang menarik keras bayinya karena sudah pipis saat digendong Rasulullah. Beliau berkata yang isinya kurang lebih begini: “Baju yang basah karena air seni bisa dengan mudah dibersihkan, bagaimana dengan luka di jiwa anak ini, apakah bisa kamu sembuhkan?”

Hamdan Perdana, Pemerhati dunia anak, tinggal di Yogya
Foto : kolom.abatasa.co.id
Powered by Blogger.
close