Berani Berpendapat


 Perkembangan anak tidaklah sama. Ada yang cepat , ada yang sedang dan tak jarang pula yang lambat. Begitupun dalam hal berbicara atau mengemukakan pendapat. Sebagian anak kecil sulit mengungkapkan pendapatnya dengan kata-kata,. Ketika mereka diminta untuk berkomentar kadang menjawabnya dengan terbata-bata atau bahkan diam seribu bahasa. Ujungnya mereka malah menangis. Karena itu, amat bijak jika kita tidak menilai kecerdasan suatu anak berdasarkan kelancaran dia dalam berbicara.
Ada beberapa hal yang menyebabkan anak sulit untuk mengemukakan pendapatnya. Penting bagi kita untuk mengetahui karakter dasar anak. Anak berkarakter pendiam cenderung jarang bicara. Meski terbilang wajar, namun  kita perlu merangsang anak agar berani mengemukakan pendapat. Salah satu caranya adalah memberi pertanyaan terbuka, misalnya, "Menurut adik, kita lebih asyik pergi ke toko buku atau ke toko sepatu?" Anak biasanya akan menjawab berdasarkan alasan yang dimilikinya.
Kurangnya stimulasi juga ditengarai jadi salah satu sebab anak enggan mengemukakan pendapatnya. Mungkin di rumah atau sekolah anak kurang terstimulasi dengan baik sehingga ia kerap takut, malu malu atau ragu berpendapat.Biasanya terjadi pada anak yang mengalami pola asuh otoriter. Semua yang sudah ditetapkan orangtua tidak boleh dibantah. Atau anak tumbuh did alam keluarga yang memberlakukan aturan rumah yang sangat kaku. Bisa juga pendidikan formal di sekolahnya masih menganut sistem konvensional di mana siswa hanya diam dan duduk manis ketika guru menerangkan.
Agar anak dapat terlatih untuk mengemukakan pendapatnya, maka harus ada perhatian serius dari orangtua dan para pendidik. Lakukan kontak mata ketika anak menyampaikan pendapat atau perasaannya. Mendengarkan dengan sabar tentang apa yang coba diutarakannya juga bisa menjadi salah satu solusi, sekaligus menguji kesabaran kita untuk mendengar dan mencerna pendapat anak. Bukankah kita terlahir dengan dua telinga dan satu mulut agar kita lebih banyak mendengar?
Karena kemampuan anak dalam memilih kosa kata lebih lambat daripada orang dewasa, maka  dengarkan apa yang dikatakan anak tanpa memotong pembicaraannya. Jangan menyela sebelum ia selesai berbicara. Sulit memang untuk menyimak dan menangkap isi pembicaraannya, tapi hargai hak mereka untuk berbicara dan memberi pendapat.
Tunjukkan pula ketertarikan kita ketika anak berbicara. Mintalah anak untuk berpendapat tentang hal yang dilakukannya. Bila kita menunjukkan ketertarikan akan ide dan perasaannya, tentu ia akan merasa nyaman memberikan pendapatnya pada kita. Tidak ada salahnya juga untuk memperhatikan hal menarik yang diungkapkan anak. Dalam obrolannya, mungkin ada suatu hal yang membuat kita tertarik. Gali dengan pertanyaan baru tentang hal menarik itu, maka anak akan merasa dihargai akan merangsang kepercayaan dirinya dalam berpendapat.
Kunci sukses berdiskusi dengan anak adalah menempatkan diri kita pada ’sepatu’ lawan bicara. Gunakan gaya empati saat berbicara dengan anak. Caranya bisa dengan membantu anak mengenali perasaannya sendiri. Misalnya, ”Ummi ngerti kenapa kamu sebal sama temanmu itu,”. Pertegas pula hal-hal yang disampaikan anak dengan bahasa kita. Kosa kata kita yang beragam akan membantunya mengenali konsep dan ide.
Orangtua juga dapat mendiskusikan tanggung jawab anak dalam pekerjaan rumah tangga. Misalnya seorang kakak dapat diminta sebagai panutan adiknya. Dengan diberikan kepercayaan seperti itu, anak yang lebih tua dapat menyampaikan pendapat tentang cara mengasuh adik, memberi aturan termasuk kewajibannya, Sementara si adik dapat mengungkapkan pendapatnya mengenai aturan aturan yang dibuat sang kakak.
Ketika berdiskusi dengan anak , orangtua disarankan menggunakan kata-kata bijak agar anak merasa dihargai. Jika ada sesuatu yang keliru dengan pendapat anak, orangtua dapat mengemukakan agar anak belajar menghargai orang lain. Sampaikan alasan, keberatan, manfaat serta kerugian yang anak peroleh dari pendapat yang diutarakan.||

Ahmad Baihaqi
Pendidik, tinggal di Yogya


Powered by Blogger.
close