Menjawab Pertanyaan Kritis Anak
“Ayah, mengapa mobil bisa
berjalan?” celetuk ‘Aisyah yang baru berusia 4 tahun pada ayahnya.
“Karena mobil ada
mesinnya, ada bahan bakarnya. Jadi bisa jalan,” sahut sang ayah.
“Memang bahan bakar mobil
apa sih?”
“Bensin”
“Kalau manusia bahan
bakarnya apa? Aku tetap bisa gerak dan bermain walau gak perbah dikasih bahan
bakar,”
“Bahan bakar manusia ya
makanan dan minuman. Bukan bensin atau solar, sayang. “
Pernahkah
anda menghadapi situasi seperti di atas? Ya, menjawab pertanyaan anak memang
gampang-gampang susah. Apalagi pertanyaan tersebut termasuk pada kategori
pertanyaan kritis. Jika kita jawab, ada saja serentetan pertanyaan lain. Kalau
mau ditulis, satu lembar kertas rasanya tidak akan cukup. Namun jika tidak
dijawab, justru sangat berbahaya karena dapat menumpulkan rasa ingin tahu
anak.
Ada
kiat-kiat yang bisa kita pelajari dalam menjawab pertanyaan kritis anak.
Pertama, bersikaplah jujur. Ketika ditanya anak tentang suatu hal, orang tua
harus bersikap jujur. Maksudnya, orang tua harus menjawab pertanyaan itu secara
objektif terukur. Orang tua tidak boleh menolak pertanyaan anak. Mereka itu memerlukan
jawaban segera. Oleh karena itu, orang tua tidak boleh menyesatkan pikiran anak
dengan jawaban yang mbulet alias bertele-tele alias
berbelit-belit. Jawablah pertanyaan anak itu dengan jujur.
Kedua, gunakan bahasa analogi. Pikiran
anak belum mampu memahami penalaran tingkat tinggi. Oleh karena itu, pikiran
anak perlu dirangsang dengan penalaran analogi. Penalaran analogi adalah pola
berpikir yang menggunakan objek lain sebagai pembanding untuk memudahkan
pengembangan gagasan. Pernyataan awal tulisan ini dapat digunakan sebagai
contohnya, yaitu penggunaan istilah kaset untuk menggantikan istilah otak atau
pikiran anak
Ketiga, bersikap ramah. Anak
sering bertanya tanpa mempertimbangkan kesopanan atau etika. Mereka hanya
berdasarkan insting atau naluri keingintahuan. Jadi, mereka tidak pernah
berpikir bahwa pertanyaan itu kurang etis ditanyakan. Namun, rasa ingin tahu
membangkitkan keberaniannya untuk bertanya. Maka, orang tua tidak boleh
menanggapi pertanyaan itu secara emosional. Orang tua harus bersikap ramah agar
anak merasa dilayani.
Ada beberapa
alasan mengapa anak usia prasekolah sangat gemar bertanya. Di antaranya: Pertama, menunjukkan minat mereka
terhadap peristiwa atau pemandangan di sekitarnya. Kedua, belum paham. Keingintahuan yang belum terpenuhi akan membuat
anak terus bertanya sampai ia mendapatkan jawaban. Ketiga, mencari perhatian, khususnya jika si kecil selalu
mengajukan pertanyaan yang sama.
Tips menjawab pertanyaan kritis
anak:
Ø
Hindari penjelasan yang
berbelit-belit. Jawab dan jelaskan secara sederhana, dengan bahasa yang sesuai
kemampuan berpikir anak.
Ø
Jika masih ragu dengan
jawaban yang akan diberikan, jangan bersikap sok tahu. Alih-alih mendapat
jawaban yang tepat, anak justru malah menelan informasi yang salah.
Ø
Ajak anak untuk mencari
jawaban dari pertanyaan-pertanyaannya yang sulit. Misalnya, dengan mengajak
mereka membuka ensiklopedia atau mencari orang yang kira-kira bisa menjawab
pertanyaannya.
Ø
Ajak anak belajar
menganalisis hubungan sebab-akibat. Misalnya, ketika anak bertanya: “Ma, kenapa
orang naik kuda? Kenapa enggak jalan kaki saja, kan punya kaki?” Cobalah
pancing daya analisis si kecil dengan balik bertanya, “Menurut kamu, lebih
cepat mana, orang sampai ke tujuannya apakah naik kuda atau jalan kaki?”
Ø
Untuk menjawab pertanyaan
“mengapa”, sebaiknya orangtua jangan langsung menjawab. Biarkan si kecil
berpikir mencari jawabannya. Maklumi jika jawabannya masih sangat sederhana,
karena memang kemampuan berpikirnya masih terbatas. Dalam hal ini, orangtua
berperan menambah atau menjelaskan sesuatu agar lebih jelas.
Ahmad Zaenuri,
Pendidik, tinggal di Bantul.
Post a Comment