Pendekatan Tematik Integratif: Organisasi Pengalaman Belajar Siswa
Dalam
mendesain kurikulum, para guru memiliki pilihan terkait bagaimana mereka akan mengorganisasikan
pengalaman belajar terbaik yang dialami oleh seluruh peserta didik. Dalam
konteks pendidikan anak usia dini, ada dua pendekatan yang sering digunakan yaitu
pendekatan faktual dan pendekatan keterampilan. Dengan pendekatan faktual, pengalaman belajar disusun sedemikian rupa
sehingga anak belajar tentang informasi faktual tertentu, misalnya nama-nama
hari, warna, planet dan seterusnya. Sedangkan dengan pendekatan keterampilan, pengalaman belajar dipilih dan disusun
sedemikian rupa sehingga anak misalnya belajar untuk memotong kertas dengan mengikuti
garis, belajar berbagi atau menemukan informasi dalam buku rujukan yang sudah
ditentukan.
Pada jenjang
SD, terdapat dua pendekatan untuk mengorganisasikan pengalaman belajar, yaitu pendekatan mata pelajaran (subject-matter
approach), dan pendekatan tematik
(thematic approach). Selama ini rancangan kurikulum yang berlaku di Indonesia,
tampaknya menggunakan pendekatan mata
pelajaran di mana peserta didik secara terstruktur dan terpisah belajar mata
pelajaran tertentu, seperti bahasa Indonesia, matematika, IPS, IPA dan lain
sebagainya. Pendekatan ini menyebabkan peserta didik banyak mengalami kesulitan
ketika diminta menjelaskan koneksi antara mata pelajaran satu dengan mata
pelajaran lain yang mereka pelajari.
Dalam pendekatan tematik, informasi faktual,
keterampilan dan pengetahuan terkait mata pelajaran disajikan dan terintegrasi
dalam tema yang menyatukan (a unifying theme). Sehingga peserta didik memiliki
pengalaman belajar yang terikat konteks (contextualized learning experiences).
Contohnya, siswa-siswa SMK Pertanian akan belajar trigonometri, biologi,
fisika, dan mata pelajaran lainnya dalam konteks dunia pertanian. Begitu juga ketika
sebuah tema yang sama, misalnya keluarga, dibicarakan dan disajikan secara
terus-menerus kepada siswa SD dalam mata pelajaran Pendidikan Agama, Bahasa
Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS—tentu saja dengan penekanan dan metode yang
berbeda pada masing-masing mata pelajaran—memungkinkan mereka memiliki
pengalaman belajar yang lebih kaya, otentik, dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari.
Pendekatan tematik memungkinkan
peserta didik mampu melihat hubungan antargagasan dan konsep yang dipelajari karena
mereka merencanakan dan melakukan pencarian sendiri sesuai tema yang
ditetapkan. Hubungan antara konsep yang dipelajari di sekolah dan kehidupan mereka
sehari-hari pun menjadi lebih jelas. Proses komunikasi menjadi lebih otentik
karena peserta didik terlibat dalam kegiatan belajar berbasis tema dan didorong
untuk berbagi ide. Penghargaan dan kerjasama antarteman berkembang melalui
interaksi. Mereka juga lebih terlibat dan bertanggung jawab atas belajar mereka
sendiri.
Sejumlah
penelitian menunjukkan dampak positif pendekatan tematik. Para guru menilai pendekatan kurikulum tematik
menjadikan mengajar lebih menyenangkan dan kreatif meski awalnya menuntut waktu
lebih banyak dalam hal perencanaan. Dengan pendekatan tematik, variasi gaya
belajar peserta didik dapat teratasi. Demikian juga halnya kebutuhan unik
setiap peserta didik, sehingga mereka bisa belajar dengan cara yang paling
sesuai.
Dengan pendekatan ini, harapan untuk
mewujudkan lulusan yang berakhlak mulia serta memiliki keterampilan dan pengetahuan
terkait lebih mungkin untuk diraih karena proses pembelajaran berpusat pada
anak didik, sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, dan proses pembelajaran
bersifat kontekstual. Bukan berorientasi pada buku pelajaran. Proses
pembelajaran berlangsung tidak hanya di kelas tetapi juga di lingkungan sekolah
dan masyarakat, sehingga sumber belajar peserta didik lebih beragam.
Pendekatan kurikulum tematik integratif ini memberi peluang kepada sekolah dan komite sekolah untuk secara
intensif dan ekstensif memasukkan visi-misi sekolah ke dalam proses pembelajaran
yang mereka selenggarakan. Sehingga peserta didik memiliki nilai tambah,
keunggulan, atau kekhasan yang sangat kuat, selain tentu saja kompetensi dasar
lulusan yang harus dikuasai. Beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia mestinya
menjadi indikator kesuksesan yang utama dari semua proses penyelenggaraan
pendidikan yang diselenggarakan oleh instistusi pendidikan Islam.||
Dr. Irwan Nuryana Kurniawan, M.Psi. Dosen Psikologi Universitas Islam Indonesia
Post a Comment